Evidence Base dalam Praktik Kebidanan
Evidence Base dalam Praktik Kebidanan
1. Antenatal Care (ANC)
a. Diagnostik Pranatal
Asuhan pranatal merupakan sebuah program asuhan antepartum komperhensif yang melibatkan pendekatan terpadu asuhan medis dan dukungan psikososial secara optimal, dimulai sebelum konsepsi dan berlanjut ke periode antepartum. Pemeriksaan pranatal awal merupakan asuhan pranatal yang dimulai segera setelah kehamilan, diperkirakan terjadi dan dapat dilakukan beberapa hari setelah ibu terlambat menstruasi. Tujuan pemeriksaan pranatal yaitu: menentukan status kesehatan ibu dan janin, menentukan usia gestasi,menentukan rencana asuhan obstetrik.
b. Skrining pranatal
Peningkatan kualitas pelayanan antepartum dan intrapartum menyebabkan penurunan angka kematian perinatal, tetapi angka kejadian cacat bawaan sebagai salah satu penyebab kematian perinatal cenderung meningkat sehingga upaya pencegahan yang mencakup skrining selama masa pranatal perlu dilakukan. Skrining bertujuan untuk mendeteksi faktor resiko dini penyakit pada populasi yang tidak memiliki gejala. Skrining diharapkan dapat mengidentifikasi populasi yang beresiko tinggi mengalami kelainan tertentu, selain mengidentifikasi populasi yang memerlukan pemeriksaan diagnostik pranatal.
c. Jenis pemeriksaan diagnostik pranatal
Pemeriksaan diagnostik pranatal dapat bersifat invasif dan non -invasif. Pemeriksaan bersifat non-invasif adalah penggunaan ultrasonografi untuk menentukan lokasi plasenta, usia gestasi, kehamilan gana atau tunggal, pertumbuhan janin, pergerakan janin, atau spek umumnya dari janin, juga dapat digunakan untuk mengevaluasi adanya kelainan pada janin.
d. Pemeriksaan diagnostik pranatal yang bersifat invasif, antara lain:
1) Pemeriksaan darah ibu untuk menganalisis DNA guna mengidentifikasi adanya kelainan yang dapat diturunkan pada janin, seperti talasemia, fragile x syndrom (FXS), Duchenne muscular dystrophy (DMD), congenital adrenal hyperplasia (CAH), atau retinoblastoma.
2) Amniosentesis untuk menentukan adanya kelainan kromosom pada janin atau defek lahir yang dapat dialami atau sudah dialami janin, seperti Neural Tube Defects (NTD) atau kecacatan tabung saraf adalah salah kecacatan pada otak atau sumsum tulang belakang bayi.
3) Biopsi korion untuk menganalisis DNA janin guna mengetahui berbagai kelainan genetik.
4)Fetoskopi dilakukan untuk menentukan adanya kelainan struktur morfologi janin, seperti congenital diaphragmatic hernia.
5) Chronic villus sampilng (CVS) dilakukan untuk mendeteksi abnormalitas kromosom, seperti sindrom Down.
6) Kordosentesis dan pengambilan sampel darah atau jaringan janin dapat digunakan untuk mengidentifikasi berbagai kelainan darah, seperti talasemia atau kelainan fragile X syndrome.
e. Kunjungan Kehamilan dilakukan sebanyak 4 kali selama kehamilan, yaitu pada:
Trimester I : Satu kali kunjungan
Trimester II : Satu kali kunjungan
Trimester III : Dua kali kunjungan
f. Memberikan Asuhan antenatal:
1. Kunjungan antenatal yang berorientasi pada tujuan petugas kesehatan terampil
2. Persiapan kelahiran/kesiapan menghadapi komplikasi
3. Konseling KB
4. Pemberian ASI
5. Tanda-tanda bahaya, HIV/AIDS
6. Nutrisi
7. Deteksi dan penatalaksanaan kondisi dan komplikasi yang diderita
8. TT
9. Zat besi dan asam folat
10. Pada populasi tertentu, pengobatan preventif malaria, yodium dan vitamin A
3. Memberikan asuhan kehamilan yang aman dan nyaman, yaitu dengan:
1) Ciptakan rasa percaya dengan menyepa ibu dan keluarga seramah mungkin dan membuatnya merasa nyaman
2) Menanyakan riwayat kehamilan ibu dengan cara menerapkan prinsip mendengarkan efektif
3) Melakukan anamnesa secara lengkap, terutama riawayat kesehatan ibu
4) Melakukan pemeriksaan seperlunya
5) Melakukan pemeriksaan laboratorium sederhana seperti pemeriksaan hemoglobin
6) Membantu ibu dan keluarga mempersiapkan kelahiran dan kemungkinan tindakan darurat
7) Memberikan konseling sesuai kebutuhan
8) Merencanakan dan mempersiapkan kelahiran yang bersih dan aman di rumah
9) Memberikan nasihat kepada ibu untuk mencari pertolongan apabila ada tanda-tanda bahaya seperti perdarahan pervagina, sakit kepala lebih dari biasanya dan gangguan penglihatan.
2. Intranatal Care (INC)
1. Tujuan Persalinan Normal
Tujuan persalinan normal adalah menjaga kelangsungan hidup dan memberikan derajat kesehatan yang tinggi bagi ibu dan bayinya, melalui upaya yang terintegrasi dan lengkap, tetapi dengan intervensi yang seminimal mungkin agar prinsip keamanan dan kualitas pelayanan dapat terjaga pada tingkat yang dinginkan (optimal). Melalui pendekatan ini maka setiap intervensi yang diaplikasikan dalam Asuhan Persalinan Normal (APN) harus mempunyai alasan dan bukti ilmiah yang kuat tentang manfaat intervensi tersebut bagi kemajuan dan keberhasilan proses persalinan.
2. Tahapan Persalinan
A. Kala I (Pembukaan)
Kala I persalinan dimulai dengan kontraksi uterus yang teratur dan diakhiri dengan dilatasi serviks lengkap. Dilatasi lengkap dapat berlangsung kurang dari satu jam pada sebagian kehamilan multipara. Pada kehamilan pertama, dilatasi serviks jarang terjadi dalam waktu kurang dari 24 jam. Rata-rata durasi total kala I persalinan pada primigravida berkisar dari 3,3 jam sampai 19,7 jam. Pada multigravida ialah 0,1 sampai 14,3 jam.
Proses membukanya serviks dibagi dalam 2 fase, yaitu:
1) Fase laten
Berlangsung selama 8 jam. Pembukaan terjadi sangat lambat sampai mencapai ukuran diameter 3 cm. Fase laten diawali dengan mulai timbulnya kontraksi uterus yang teratur yang menghasilkan perubahan serviks.
2) Fase aktif
Fase aktif terdiri atas 3 fase, Yaitu:
1. Fase akselerasi (dalam waktu 2 jam pembukaan 3 cm tadi menjadi 4 cm)
2. Fase dilatasi maksimal(dalam waktu 2 jam pembukaan berlangsung sangat cepat, dari 4 cm menjadi 9 cm)
3. Fase deselerasi (pembukaan menjadi lambat kembali, dalam waktu 2 jam, pembukaan dari 9 cm menjadi lengkap)
B. Kala II (Pengeluaran Janin)
Kala II persalinan adalah tahap di mana janin dilahirkan. Pada kala II, his menjadi lebih kuat dan lebih cepat, kira-kira 2 sampai 3 menit sekali. Saat kepala janin sudah masuk di ruang panggul, maka pada his dirasakan tekanan pada otot-otot dasar panggul, yang secara reflektoris menimbulkan rasa mengedan. Wanita merasakan tekanan pada rektum dan hendak buang air besar. Kemudian perineum mulai menonjol dan menjadi lebar dengan anus membuka. Labia mulai membuka dan tidak lama kemudian kepala janin tampak dalam vulva pada waktu his. Dengan his dan kekuatan mengedan maksimal, kepala janin dilahirkan dengan presentasi suboksiput di bawah simfisis, dahi, muka dan dagu. Setelah istirahat sebentar, his mulai lagi untuk mengeluarkan badan dan anggota badan bayi.
C. Kala III (Pengeluaran Plasenta)
Kala III persalinan berlangsung sejak janin lahir sampai plasenta lahir. Setelah bayi lahir, uterus teraba keras dengan fundus uteri agak di atas pusat. Beberapa menit kemudian, uterus berkontraksi lagi untuk melepaskan plasenta dari dindingnya. Biasanya plasenta lepas dalam 6 sampai 15 menit setelah bayi lahir dan keluar spontan atau dengan tekanan pada fundus uteri. Pada tahap ini dilakukan tekanan ringan di atas puncak rahim dengan cara Crede untuk membantu pengeluaran plasenta. Plasenta diperhatikan kelengkapannya secara cermat, sehingga tidak menyebabkan gangguan kontraksi rahim atau terjadi perdarahan sekunder.
D. Kala IV (Kala Pengawasan)
Kala IV persalinan ditetapkan berlangsung kira-kira dua jam setelah plasenta lahir. Periode ini merupakan masa pemulihan yang terjadi segera jika homeostasis berlangsung dengan baik. Pada tahap ini, kontraksi otot rahim meningkat sehingga pembuluh darah terjepit untuk menghentikan perdarahan. Pada kala ini dilakukan observasi terhadap tekanan darah, pernapasan, nadi, kontraksi otot rahim dan perdarahan selama 2 jam pertama. Selain itu juga dilakukan penjahitan luka episiotomi. Setelah 2 jam, bila keadaan baik, ibu dipindahkan ke ruangan bersama bayinya.
E. Tindakan yang dilakukan dalam Persalinan Sebelum Evidence Based Midwiferry :
1. Ibu bersalin dilarang untuk makan dan minum bahkan untuk mebersihkan dirinya
2. Ibu hanya boleh bersalin dengan posisi telentang
3. Ibu harus menahan nafas pada saat mengeran
4. Bidan rutin melakukan episiotomy pada persalinan
F. Tindakan yang dilakukan dalam Persalinan Setelah Evidence Based Midwiferry :
1. Ibu bebas melakukan aktifitas apapun yang mereka sukai
2. Ibu bebas untuk memilih posisi yang mereka inginkan
3. Ibu boleh bernafas seperti biasa pada saat mengeran
4. Hanya dilakukan pada saat tertentu saja
G. Asuhan sayang ibu berdasarkan Evidence Based Midwiferry, yaitu sebagai berikut:
1) Ibu tetap di perbolehkan makan dan minum karenan berdasarkan EBM diperoleh kesimpulan bahwa:
a. Pada saat bersalin ibu mebutuhkan energy yang besar, oleh karena itu jika ibu tidak makan dan minum untuk beberapa waktu atau ibu yang mengalami kekurangan gizi dalam proses persalinan akan cepat mengalami kelelahan fisiologis, dehidrasi dan ketosis yang dapat menyebabkan gawat janin.
b. Ibu bersalin kecil kemungkinan menjalani anastesi umum, jadi tidak ada alasan untuk melarang makan dan minum.
c. Efek mengurangi/mencegah makan dan minum mengakibatkan pembentukkan glukosa intravena yang telah dibuktikan dapat berakibat negatif terhadap janin dan bayi baru lahir oleh karena itu ibu bersalin tetap boleh makan dan minum.
2) Ibu diperbolehkan untuk memilih siapa pendamping persalinannya Asuhan sayang ibu adalah asuhan dengan prinsip saling menghargai budaya, kepercayaan dan keinginan sang ibu. Dimana dengan asuhan sayang ibu ini kita dapat membantu ibu merasakan kenyamanan dan keamanan dalam menghadapi proses persalinan. Salah satu hal yang dapat membantu proses kelancaran persalinan adalah hadirnya seorang pendamping saat proses persalinan ini berlangsung.
3) Pengaturan posisi persalinan pada persalinan kala II
Pada saat proses persalinan akan berlangsung, ibu biasanya di anjurkan untuk mulai mengatur posisi telentang/litotomi. Tetapi berdasarkan penelitian yang telah dilakukan ternyata posisi telentang ini tidak boleh dilakukan lagi secara rutin pada proses persalinan, hal ini dikarenankan:
a. Bahwa posisi telentang pada proses persalinan dapat mengakibatkan berkurangnya aliran darah ibu ke janin.
b. Posisi telentang dapat berbahaya bagi ibu dan janin , selain itu posisi telentang juga mengalami konntraksi lebih nyeri, lebih lama, trauma perineum yang lebih besar.
c. Posisi telentang/litotomi juga dapat menyebabkan kesulitan penurunan bagian bawah janin.
d. Posisi telentang bisa menyebabkan hipotensi karena bobot uterus dan isinya akan menekan aorta, vena kafa inferior serta pembluh-pembuluh lain dalam vena tersebut..
e. Hipotensi ini bisa menyebabkan ibu pingsan dan seterusnya bisa mengarah ke anoreksia janin.
f. Posisi litotomi bisa menyebabkan kerusakan pada syaraf di kaki dan di punggung dan aka nada rasa sakit yang lebih banyak di daerah punggung pada masa post partum (nifas).
4) Menahan nafas pada saat mengeran Pada saat proses persalinan sedang berlangsung bidan sering sekali menganjurkan pasien untuk menahan nafas pada saat akan mengeran dengan alasan agar tenaga ibu untuk mengeluarkan bayi lebih besar sehingga proses pengeluaran bayi pun enjadi lebih cepat. Padahal berdasarkan penelitian tindakan untuk menahan nafas pada saat mengeran ini tidak dianjurkan karena:
a. Menafas nafas pada saat mengeran tidak menyebabkan kala II menjadi singkat
b. Ibu yang mengeran dengan menahan nafas cenderung mengeran hanya sebentar
c. Selain itu membiarkan ibu bersalin bernafas dan mengeran pada saat ibu merasakan dorongan akan lebih baik dan lebih singkat.
5) Tindakan episiotomi Tindakan episiotomi pada proses persalinan sangat rutin dilakukan terutama pada primigravida. Padahal berdasarkan penelitian tindakan rutin ini tidak boleh dilakukan secara rutin pada proses persalinan karena :
a. Episiotomi dapat menyebabkan perdarahan karena episiotomy yang dilakukan terlalu dini, yaitu pada saat kepala janin belum menekan perineum akan mengakibatkan perdarahan yang banyak bagi ibu. Ini merupakan “perdarahan yang tidak perlu”.
b. Episiotomi dapat enjadi pemacu terjadinya infeksi pada ibu. Karena luka episiotomi dapat enjadi pemicu terjadinya infeksi, apalagi jika status gizi dan kesehatan ibu kurang baik.
c. Episiotomi dapat menyebabkan rasa nyeri yang hebat pada ibu.
d. Episiotomi dapat menyebabkan laserasi vagina yang dapat meluas menjadi derajat tiga dan empat.
e. Luka episiotomi membutuhkan waktu sembuh yang lebih lama.
3. Postnatal Natal Care (PNC)
Masa nifas adalah masa setelah ari-ari lahir sampai kira-kira 42 hari (6 minggu) dimana alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil (Kemenkes RI, 2012). Masa nifas adalah dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas berlangsung selama kira-kira 6-8 minggu.
A. Perubahan Fisiologis Masa Nifas
1) Perubahan involusi
Involusi atau pengerutan uterus merupakan suatu proses dimana uterus kembali ke kondisi sebelum hamil dengan berat sekitar 60 gram. Proses ini dimulai segera setelah plasenta lahir akibat kontraksi otot-otot polos uterus.
2) Lochea
Lochea adalah ekskresi cairan rahim selama masa nifas. Lochea mengandung darah dan sisa jaringan desidua yang nekrotik dari dalam uterus. Lochea terdiri atas empat tahapan, yaitu: Lochea rubra, lochea ini muncul pada hari pertama sampai hari ke empat masa postpartum. Cairan yang keluar berwarna merah karena berisi darah segar, jaringan sisa-sisa placenta, dinding rahim, lemak bayi, lanugo (rambut bayi) dan mekonium. Lochea sanguinolenta yaitu cairan yang keluar berwarna merah kecoklatan dan berlendir. Berlangsung dari hari keempat sampai ketujuh postpartum. Lochea serosa adalah lochea yang berwarna kuning kecoklatan karena mengandung serum, leukosit, dan robekan/laserasi placenta. Muncul pada hari ketujuh sampai ke-14 postpartum. Lochea Alba yang mengandung leukosit, sel desidua, sel epitel selaput lendir serviks dan serabut jaringan yang mati. Pengeluaran lochea alba bisa berlangsung selama 2-6 minggu.
3) Laktasi
Masa laktasi (menyusukan) sudah disiapkan sejak dari kehamilan. Air susu ibu akan mengalami perubahan mulai dari ASI yang disebut kolostrum sampai dengan ASI matur. Kolostrum merupakan ASI yang muncul dari hari pertama sampai hari ketiga berwarna kekuningan dan agak kasar karena banyak mengandung lemak dan sel-sel epitel, dan mengandung kadar protein tinggi. Selanjutnya kolostrum akan berubah menjadi Air susu ibu (ASI) peralihan sudah terbentuk pada hari keempat sampai hari kesepuluh dan ASI matur akan dihasilkan mulai hari kesepuluh dan seterusnya.
B. Perawatan Masa Nifas Sebelum Evidence Based Midwifery
1) Perawatan tali pusat dikasih alkohol dan betadin
2) Bayi ditempakan terpisah dengan ibunya
3) Gurita berguna untuk memperbaiki postur tubuh ibu pasca bersalin
4) Tampon menyerap pendarahan tapi tidak mengehentikan pendarahan
C. Perawatan Masa Nifas Setelah Evidence Based Midwifery
1) Perawatan tali pusat sekarang hanya menggunakan kasa steril
2) Melakukan bounding attachment
3) Gurita dapat mempersulit pemantauan involusio uterus dan dapat menyebabkan infeksi
4) Tampon dapat menyebabkan infeksi