Pandangan Ulama dan Cendikiawan Muslim tentang Asuransi
Ada 4 pendapat ulama dan cendikiawan muslim tentang hukum asuransi yaitu :
-
Mengharamkan asuransi dalam segala macam dan bentuknya sekarang ini termasuk asuransi jiwa.
-
Membolehkan semua asuransi dalam praktek sekarang ini.
-
Membolehkan asuransi yang bersifat sosial dan mengharamkan asuransi yang semata-mata bersifat komersial.
-
Menganggap syubhat.
Pendapat pertama (mengharamkan asuransi dalam segala macam bentuknya) didukung antara lain oleh Sayid Sabiq pengarang Fiqhus Sunnah, Abdullah al-Qalqily mufti Yordania, Muhammad Yusuf al-Qardhawi pengarang Al-Halal wal Haram fil Islam dan Muhammad Bakhit mufti Mesir. Alasan-alasan mereka mengaharamkan asuransi tersebut antara lain adalah:
-
Asuransi pada hakikatnya sama atau serupa dengan judi.
-
Mengandung unsur tidak jelas dan tidak pasti.
-
Mengandung unsur riba/rente.
-
Mengandung unsur ekspoloitasi karena pemegang polis bila tidak bisa melanjutkan penbayaran preminya, bisa hilang atau dikurangi uang premi yang telah dibayarkan.
-
Premi-premi yang telah dibayarkan oleh para pemegang polis diputar dalam praktek riba (kredit bunga).
-
Asuransi termasuk akad sharfi, artinya jual beli atau tukar-menukar mata uang tidak dengan tunai (cash and carry).
-
Hidup dan mati manusia dijadikan objek bisnis yang berarti mendahului takdir Allah yang Maha Kuasa.
Pendukung pendapat kedua yang membolehkan asuransi dalam praktek sekarang ini antara lain ialah : Abdul Wahab Khallaf, Mustafa Ahmad Zarqa Guru Besar Hukum Islam pada Fakultas Syari’ah Universitas Syria, MuhammadYusuf Musa Guru Besar Hukum Islam pada Universitas Cairo Mesir dan Abdurrahman Isa pengarang Al-Mu’amalat al-Haditsaah wa Ahkamuha. Alasan mereka memperbolehkan asuransi termasuk asuransi jiwa antara lain sebagai berikut :
-
Tidak ada nash Al-qur’an dan Hadits yang melarang asuransi.
-
Ada kesepakatan/kerelaan kedua belah pihak.
-
Saling menguntungkan kedua belah pihak.
-
Mengandung kepentingan umum (mashlahah ‘ammah) sebab premi-premi yang terkumpul bisa diinvestasikan untuk proyek-proyek yang produktif dan untuk pembangunan.
-
Asuransi termasuk akad mudharabah, artinya akad kerjasama bagi hasil antara pemegang polis (pemilik modal) dengan pihak perusahaan asuransi yang memutar modal atas dasar profit and loss sharing (PLS).
-
Asuransi termasuk koperasi (syirkah ta’awuniyah).
-
Diqiyaskan (dianalogikan) dengan sistem pensiun seperti Taspen.
Pendukung pendapat ketiga yang memperbolehkan asuransi termasuk asuransi jiwa antara lain ialah : Muhammad Abu Zaheah Guru Besar Hukum Islam pada Universitas Cairo Mesir.
Alasan mereka membolehkan asuransi yang bersifat sosial pada garis besarnya sama dengan alasan pendapat kedua, sedangkan alasan yang mengharamkan asuransi yang bersifat komersial pada garis besarnya sama dengan alasan pendapat pertama.
Adapun alasan mereka yang menganggap asuransi adalah syubhat, karean tidak ada dalil-dalil syar’i yang secara jelas mengharamkan ataupun menghalalkan asuransi. Dan apabila hukum asuransi dikategorikan syubhat, maka konsekwensinya adalah kita dituntut bersikap hati-hati menghadapi asuransi dan kita baru diperbolehkan mengambil asuransi, apabila kita dalam keadaan darurat (emergency) atau hajat/kebetulan (nesessity).