Evidence Base Dalam Praktik Kebidanan Intranatal Care (INC)
Evidence Base Dalam Praktik Kebidanan Intranatal Care (INC)
Tujuan Persalinan Normal
Tujuan persalinan normal
adalah menjaga kelangsungan hidup dan memberikan derajat kesehatan yang
tinggi bagi ibu dan bayinya, melalui upaya yang terintegrasi dan
lengkap, tetapi dengan intervensi yang seminimal mungkin agar prinsip
keamanan dan kualitas pelayanan dapat terjaga pada tingkat yang
dinginkan (optimal). Melalui pendekatan ini maka setiap intervensi yang
diaplikasikan dalam Asuhan Persalinan Normal (APN) harus mempunyai
alasan dan bukti ilmiah yang kuat tentang manfaat intervensi tersebut
bagi kemajuan dan keberhasilan proses persalinan.
Tahapan Persalinan
A. Kala I (Pembukaan)
Kala
I persalinan dimulai dengan kontraksi uterus yang teratur dan diakhiri
dengan dilatasi serviks lengkap. Dilatasi lengkap dapat berlangsung
kurang dari satu jam pada sebagian kehamilan multipara. Pada kehamilan
pertama, dilatasi serviks jarang terjadi dalam waktu kurang dari 24 jam.
Rata-rata durasi total kala I persalinan pada primigravida berkisar
dari 3,3 jam sampai 19,7 jam. Pada multigravida ialah 0,1 sampai 14,3
jam.
Proses membukanya serviks dibagi dalam 2 fase, yaitu:
1) Fase laten
Berlangsung selama 8 jam. Pembukaan terjadi sangat lambat sampai mencapai ukuran diameter 3 cm. Fase laten diawali dengan mulai timbulnya kontraksi uterus yang teratur yang menghasilkan perubahan serviks.
2) Fase aktif
Fase aktif terdiri atas 3 fase, Yaitu:
- Fase akselerasi (dalam waktu 2 jam pembukaan 3 cm tadi menjadi 4 cm)
- Fase dilatasi maksimal(dalam waktu 2 jam pembukaan berlangsung sangat cepat, dari 4 cm menjadi 9 cm)
- Fase deselerasi (pembukaan menjadi lambat kembali, dalam waktu 2 jam, pembukaan dari 9 cm menjadi lengkap)
B. Kala II (Pengeluaran Janin)
Kala
II persalinan adalah tahap di mana janin dilahirkan. Pada kala II, his
menjadi lebih kuat dan lebih cepat, kira-kira 2 sampai 3 menit sekali.
Saat kepala janin sudah masuk di ruang panggul, maka pada his dirasakan
tekanan pada otot-otot dasar panggul, yang secara reflektoris
menimbulkan rasa mengedan. Wanita merasakan tekanan pada rektum dan
hendak buang air besar. Kemudian perineum mulai menonjol dan menjadi
lebar dengan anus membuka. Labia mulai membuka dan tidak lama kemudian
kepala janin tampak dalam vulva pada waktu his. Dengan his dan kekuatan
mengedan maksimal, kepala janin dilahirkan dengan presentasi suboksiput
di bawah simfisis, dahi, muka dan dagu. Setelah istirahat sebentar, his
mulai lagi untuk mengeluarkan badan dan anggota badan bayi.
C. Kala III (Pengeluaran Plasenta)
Kala
III persalinan berlangsung sejak janin lahir sampai plasenta lahir.
Setelah bayi lahir, uterus teraba keras dengan fundus uteri agak di atas
pusat. Beberapa menit kemudian, uterus berkontraksi lagi untuk
melepaskan plasenta dari dindingnya. Biasanya plasenta lepas dalam 6
sampai 15 menit setelah bayi lahir dan keluar spontan atau dengan
tekanan pada fundus uteri. Pada tahap ini dilakukan tekanan ringan di
atas puncak rahim dengan cara Crede untuk membantu pengeluaran plasenta.
Plasenta diperhatikan kelengkapannya secara cermat, sehingga tidak
menyebabkan gangguan kontraksi rahim atau terjadi perdarahan sekunder.
D. Kala IV (Kala Pengawasan)
Kala
IV persalinan ditetapkan berlangsung kira-kira dua jam setelah plasenta
lahir. Periode ini merupakan masa pemulihan yang terjadi segera jika
homeostasis berlangsung dengan baik. Pada tahap ini, kontraksi otot
rahim meningkat sehingga pembuluh darah terjepit untuk menghentikan
perdarahan. Pada kala ini dilakukan observasi terhadap tekanan darah,
pernapasan, nadi, kontraksi otot rahim dan perdarahan selama 2 jam
pertama. Selain itu juga dilakukan penjahitan luka episiotomi. Setelah 2
jam, bila keadaan baik, ibu dipindahkan ke ruangan bersama bayinya.
Evidence Based Midwifery dalam Persalinan
Tindakan yang dilakukan Sebelum EBM :
1. Ibu bersalin dilarang untuk makan dan minum bahkan untuk mebersihkan dirinya
2. Ibu hanya boleh bersalin dengan posisi telentang
3. Ibu harus menahan nafas pada saat mengeran
4. Bidan rutin melakukan episiotomy pada persalinan
Tindakan yang dilakukan Sesudah EBM :
1. Ibu bebas melakukan aktifitas apapun yang mereka sukai
2. Ibu bebas untuk memilih posisi yang mereka inginkan
3. Ibu boleh bernafas seperti biasa pada saat mengeran
4. Hanya dilakukan pada saat tertentu saja
Asuhan sayang ibu berdasarkan EBM, yaitu:
1) Ibu tetap di perbolehkan makan dan minum karenan berdasarkan EBM diperoleh kesimpulan bahwa:
- Pada saat bersalin ibu mebutuhkan energy yang besar, oleh karena itu jika ibu tidak makan dan minum untuk beberapa waktu atau ibu yang mengalami kekurangan gizi dalam proses persalinan akan cepat mengalami kelelahan fisiologis, dehidrasi dan ketosis yang dapat menyebabkan gawat janin.
- Ibu bersalin kecil kemungkinan menjalani anastesi umum, jadi tidak ada alasan untuk melarang makan dan minum.
- Efek mengurangi/mencegah makan dan minum mengakibatkan pembentukkan glukosa intravena yang telah dibuktikan dapat berakibat negatif terhadap janin dan bayi baru lahir oleh karena itu ibu bersalin tetap boleh makan dan minum.
2) Ibu diperbolehkan untuk memilih siapa pendamping persalinannya Asuhan sayang ibu adalah asuhan dengan prinsip saling menghargai budaya, kepercayaan dan keinginan sang ibu. Dimana dengan asuhan sayang ibu ini kita dapat membantu ibu merasakan kenyamanan dan keamanan dalam menghadapi proses persalinan. Salah satu hal yang dapat membantu proses kelancaran persalinan adalah hadirnya seorang pendamping saat proses persalinan ini berlangsung.
3) Pengaturan posisi persalinan pada persalinan kala II
Pada saat proses persalinan akan berlangsung, ibu biasanya di anjurkan untuk mulai mengatur posisi telentang/litotomi. Tetapi berdasarkan penelitian yang telah dilakukan ternyata posisi telentang ini tidak boleh dilakukan lagi secara rutin pada proses persalinan, hal ini dikarenankan:
- Bahwa posisi telentang pada proses persalinan dapat mengakibatkan berkurangnya aliran darah ibu ke janin.
- Posisi telentang dapat berbahaya bagi ibu dan janin , selain itu posisi telentang juga mengalami konntraksi lebih nyeri, lebih lama, trauma perineum yang lebih besar.
- Posisi telentang/litotomi juga dapat menyebabkan kesulitan penurunan bagian bawah janin.
- Posisi telentang bisa menyebabkan hipotensi karena bobot uterus dan isinya akan menekan aorta, vena kafa inferior serta pembluh-pembuluh lain dalam vena tersebut..
- Hipotensi ini bisa menyebabkan ibu pingsan dan seterusnya bisa mengarah ke anoreksia janin.
- Posisi litotomi bisa menyebabkan kerusakan pada syaraf di kaki dan di punggung dan aka nada rasa sakit yang lebih banyak di daerah punggung pada masa post partum (nifas).
4) Menahan nafas pada saat mengeran Pada saat proses persalinan sedang berlangsung bidan sering sekali menganjurkan pasien untuk menahan nafas pada saat akan mengeran dengan alasan agar tenaga ibu untuk mengeluarkan bayi lebih besar sehingga proses pengeluaran bayi pun enjadi lebih cepat. Padahal berdasarkan penelitian tindakan untuk menahan nafas pada saat mengeran ini tidak dianjurkan karena:
- Menafas nafas pada saat mengeran tidak menyebabkan kala II menjadi singkat
- Ibu yang mengeran dengan menahan nafas cenderung mengeran hanya sebentar
- Selain itu membiarkan ibu bersalin bernafas dan mengeran pada saat ibu merasakan dorongan akan lebih baik dan lebih singkat
5) Tindakan episiotomi Tindakan episiotomi pada proses persalinan sangat rutin dilakukan terutama pada primigravida. Padahal berdasarkan penelitian tindakan rutin ini tidak boleh dilakukan secara rutin pada proses persalinan karena :
- Episiotomi dapat menyebabkan perdarahan karena episiotomy yang dilakukan terlalu dini, yaitu pada saat kepala janin belum menekan perineum akan mengakibatkan perdarahan yang banyak bagi ibu. Ini merupakan “perdarahan yang tidak perlu”.
- Episiotomi dapat enjadi pemacu terjadinya infeksi pada ibu. Karena luka episiotomi dapat enjadi pemicu terjadinya infeksi, apalagi jika status gizi dan kesehatan ibu kurang baik.
- Episiotomi dapat menyebabkan rasa nyeri yang hebat pada ibu.
- Episiotomi dapat menyebabkan laserasi vagina yang dapat meluas menjadi derajat tiga dan empat.
- Luka episiotomi membutuhkan waktu sembuh yang lebih lama.