Asas Konseling

Dalam menyelenggarakan konseling kesehatan, perlu dipahami beberapa asas konseling berikut.

1. Asas Kerahasiaan

Konseling asuhan kebidanan adalah kegiatan pribadi yang melibatkan bidan dan klien secara spesifik serta dengan tatap muka. Pada saat konseling kadang klien merasa tidak aman dan takut untuk menyampaikan keluhan (takut dianggap terlalu banyak mengeluh)atau untuk menyampaikan masalahnya (takut dianggap lemah), atau bahkan menganggap masalah kesehatan dan ketidaktahuannya sebagai aib. Segala sesuatu yang dibicarakan klien dengan bidan saat konseling tidak boleh disampaikan kepada orang lain selain di depan pengadilan ketika dijadikian saksi. Kerahasiaan pada saat konseling harus tetap dijaga untuk mempertahankan hubungan profesional. Perlu diketahui bahwa kerahasiaan tidak berarti tidak menceritakan masalah kepada orang lain, tetapi menjaga suatu masalah hanya diketahui oleh orang yang patut dan kompeten mengetahui supaya dapat dicari penyelesaiannya. Rasa aman dan privasi sangat penting diciptakan dalam hubungan antara klien dan bidan supaya terbina hubungan saling percaya dan keterbukaan dalam konteks profesional.

2. Asas Kesukarelaan

Kegiatan konseling adalah kegiatan pendidikan yang harus dikembangkan dengan sukarela karena ada rasa saling membutuhkan antara bidan dan klien. Klien diharapkan secara sukarela tanpa ragu-ragu ataupun merasa terpaksa, menyampaikan masalah yang dihadapinya, serta mengungkapkan fakta, data, dan segala hal yang berkenaan dengan masalahnya itu kepada bidan selaku konselor. Konselor juga hendaknya dapat memberikan bantuan dengan tidak terpaksa, atau dengan kata lain konselor memberikan bantuan dengan ikhlas. Keterpaksaan dalam memberikan konseling kepada klien akan membuat hubungan tidak harmonis, menimbulkan konflik dalam diri klien, serta membuat klien enggan mengungkap informasi dan tidak terbuka dalam menyampaikan masalahnya.

3. Asas Keterbukaan

Kegiatan konseling yang efisien hanya dapat terselenggara bila seorang bidan dan klien menerima satu sama lain sehingga masing-masing dapat membuka diri untuk mengekplorasi pikiran dan perasaan serta masalah yang dihadapi. Tanpa keterbukaan di antara bidan dan klien kegiatan konseling tidak akan dapat mengatasi masalah klien secara utuh. Keterbukaan di sini ditinjau dari dua arah. Dari pihak konselor, keterbukaan terwujud dengan kesediaan konselor menjawab pertanyaan-pertanyaan klien dan mengungkapkan perasaan konselor sendiri jika hal itu memang dikehendaki oleh klien dalam hubungan yang bersifat transparan terhadap pihak lain. Dari pihak klien, diharapkan mau membuka diri sendiri sehingga apa yang ada pada dirinya dapat diketahui orang lain, dan kedua mau membuka diri dalam arti mau menerima saran-saran dan masukan lainnya dari pihak lain.

4. Asas Keterkinian

Masalah klien yang ditanggulangi ialah masalah-masalah yang sedang dirasakan, bukan masalah yang sudah lampau dan juga bukan masalah yang mungkin akan dialami di masa yang akan datang. Apabila ada hal-hal tertentu yang menyangkut masa lampau atau masa datang yang perlu dibahas, maka pembahasan tersebut hanyalah merupakan latar belakang atau latar depan dari masalah yang sedang dihadapi. Dalam usaha yang bersifat pencegahan, pada dasarnya pertanyaan yang perlu dijawab adalah apa yang perlu dilakukan sekarang sehingga kemungkinan yang kurang baik di masa datang dapat dihindari. Prinsip keterkinian menekankan fokus pelayanan konseling hanya pada situasi yang sedang dihadapi klien. Prinsip di sini dan saat ini dalam pelayanan konseling kebidanan harus dipegang teguh oleh bidan. Azas keterkinian ini juga mengandung pengertian seorang konselor tidak boleh menunda pemberian konseling.

5. Asas Kemandirian

Fungsi konseling adalah meningkatkan kemampuan klien mengatasi masalah dibidang kebidanan. Fokus pada kegiatan konseling adalah klien. Bidan diharapkan mampu menciptakan situasi yang interaktif antara bidan dan klien. Pada suatu konseling, klien diharapkan memeiliki kemampuan mengatasi sendiri masalahnya dan mengambil langkah tindakan secara mandiri untuk melakukan perawatan diri, sementara peran bidan dalam hal ini adalah menfasiltasi keputusan klien.

Pelayanan konseling dalam hal ini juga bertujuan menjadikan klien berdiri sendiri, tidak bergantung pada orang lain atau tergantung pada konselor. Konseli yang telah mengikuti konseling diharapkan dapat mandiri, dengan ciri-ciri pokok sebagai berikut.

a. Mengenal diri sendiri dan lingkungan.

b. Menerima diri sendiri dan lingkungan secara positif dan dinamis.

c. Mengambil keputusan untuk dan oleh diri sendiri.

d. Mengarahkan diri sesuai dengan keputusan itu.

e. Mewujudkan diri secara optimal sesuai dengan potensi, minat, dan kemampuankemampuan yang dimiliki.

6. Asas Kegiatan

Suatu kegiatan konseling diharapkan dapat memberi dampak berupa perubahan perilaku pada individu,. Maksudnya, salah satu indikator keberhasilan kegiatan konseling adalah adanya perubahan perilaku (kegiatan) klien menuju ke arah yang diharapkan atau sesuai konsep sehat.

Konseling yang dilakukan tidak akan memberikan buah yang berarti bila klien tidak melakukan sendiri kegiatan dalam mencapai tujuan konseling. Hasil konseling tidak akan tercapai dengan sendirinya melainkan harus dengan kerja giat dari klien sendiri. Peran konselor dalam hal ini adalah membangkitkan semangat klien sehingga ia mau dan mampu melaksanakan kegiatan yang diperlukan dalam menyelesaikan masalah yang menjadi pokok pembicaraan dalam konseling.

7. Asas Kedinamisan

Perubahan yang diharapkan pada suatu kegiatan konseling kebidanan tidak hanya bersifat tetap, tetapi juga berkembang secara terus-menerus. Selain itu kemampuan klien juga diharapkan meningkat setelah semakin sering konseling diberikan. Usaha konseling yang dilakukan menghendaki terjadinya perubahan pada diri klien, yaitu perubahan tingkah laku ke arah yang lebih baik. Perubahan tidak hanya sekedar mengulang hal yang sama, yang bersifat monotan, melainkan perubahan yang selalu menuju kesuatu pembaharuan, sesuatu yang lebih maju, dinamis sesuai dengan arah perkembangan klien yang dikehendaki.

Asas kedinamisan juga mengacu pada keberagaman metode dan teknis yang digunakan pada suatu konseling yang disesuaikan dengan situasi, tujuan dan sumber-sumber yang ada di institusi pelayanan kebidanan dalam masyarakat.

8. Asas Keterpaduan

Pelayanan konseling yang diselenggarakan pada suatu institusi pelayanan kesehatan harus mendukung proses pelayanan kesehatan secara umum dan merupakan salah satu metode layanan untuk mengatasi masalah kesehatan klien. Pelayanan konseling hendaknya disesuaikan dengan tujuan layanan kesehatan pada klien, tujuan layanan dan tujuan konseling. Kesesuaian materi, teknik, dan tujuan konseling diharapkan dapat memberikan makna yang signifikan bagi perkembangan klien sebagai upaya memperoleh derajat kesehatan optimal yang diinginkan.

Pelayanan konseling yang diberikan berusaha memadukan berbagai aspek kepribadian klien. Sebagaimana diketahui individu memiliki berbagai aspek kepribadian klien. Sebagaimana diketahui individu memiliki berbagai aspek kepribadian yang kalau keadaannya tidak seimbang, serasi dan terpadu justru pada akhirnya akan dapat menimbulkan permasalahan. Untuk dapat terselenggaranya asas keterpaduan, konselor perlu memiliki wawasan yang luas tentang perkembangan klien dan aspek-aspek lingkungan klien, serta berbagai sumber yang dapat diaktifan untuk menangani masalah klien. Kesemuanya itu dipadukan dalam keadaan serasi dan saling menunjang dalam upaya konseling.

9. Asas Kenormatifan

Suatu kegiatan konseling hendaknya dilakukan dengan tidak pertentangan dengan norma, aturan, adat kebiasaan, serta kepercayaan yang dianut klien. Asas kenormatifan ini diterapkan terhadap isi maupun proses penyelenggaraan konseling. Demikian pula prosedur, teknik, dan peralatan yang dipakai tidak menyimpang dari norma-norma yang dimaksudkan. Bagi sebagian orang, konseling tentang masalah seksual dan kesehatan reproduksi masih dianggap tabu.

Dilihat dari permasalahan klien, mungkin pada awalnya ada materi konseling yang tidak sesuai dengan norma (misalkan klien mengalami masalah yang melanggar norma), namun justru dengan pelayanan konseling tingkah laku yang melanggar norma itu diarahkan kepada yang lebih sesuai dengan norma.

10. Asas Keahlian

Suatu kegiatan konseling hendaknya dilakukan dengan menggunakan perencanaan yang matang disertai dengan pertimbangan kemanfaatan dan tujuan, serta menggunakan sarana dan prasarana yang menunjang. Konseling hendaknya dilakukan secara profesional sabagai penunjang pelayanan kesehatan.

Pada suatu konseling perlu dilakukan asas keahlian secara teratur dan sistemik dengan menggunakan prosedur, teknik, dan alat yang memadai. Untuk itu bidan sebagai konselor perlu mendapat pelatihan secukupnya sehingga dapat mencapai keberhasilan dalam memberikan pelayanan.

11. Asas Alih Tangan

Pada situasi ketika masalah klien tidak dapat diatasi atau berada di luar kompetensi bidan, seorang bidan berhak dan memiliki kewajiban untuk mengalihkan konseling kepada seorang ahli atau individu yang memiliki kompetensi sesuai dengan masalah yang sedang klien hadapi.

Dalam pemberian konseling, asas alih tangan digunakan jika bidan sebagai konselor sudah mengerahkan segenap kemampuannya untuk membantu klien, namun klien yang bersangkutan belum dapat terbantu sebagaimana yang diharapkan. Selain itu, asas ini juga memberikan isyarat bahwa pelayanan konseling hanya menangani masalah-masalah klien sesuai dengan kewenangan bidan yang bersangkutan (Taufik & Juliane, 2009). Dalam situasi ini dapat dilihat bahwa bidan berperan sebagai kolaburator bagi klien dan berperan memberi informasi yang diperlukan konselor.

Last modified: Wednesday, 30 October 2024, 10:44 AM