Unmet Need

A. Definisi Unmet Need 

Unmet need adalah kebutuhan Pasangan usia subur untuk ber KB tetapi kebutuhan tersebut tidak terpenuhi. Kebutuhan tersebut adalah tidak ingin anak lagi atau ingin menjarangkan kehamilan berikutnya tetapi PUS tidak memakai alat kontrasepsi (BKKBN, 2011). Unmet need dilihat dari sisi demand KB, yaitu keinginan individu atau pasangan untuk mengontrol kelahiran di waktu yang akan datang. Keinginan mengontrol kelahiran ini dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu keinginan untuk menunda kelahiran, keinginan untuk menjarangkan kelahiran, dan keinginan untuk mengakhiri kelahiran. (Listyaningsih,2016).

B. Manifestasi Unmet Need

Pada konsep Westoff, menguraikan timbulnya Unmet Need ketika wanita tidak menggunakan kontrasepsi, sanggup memahami secara fisiologi yaitu tidak terlindungi dari risiko kehamilan. Pasangan usia subur (PUS) sebagai sasaran program KB dikelompokkan pada dua segmen, yakni segmen yang membutuhkan KB untuk menjarangkan atau membatasi kelahiran dan segmen yang tidak membutuhkan KB. Kebutuhan KB adalah jumlah prevalensi kontrasepsi  (termasuk wanita yang sedang hamil dan yang kelahiran terakhirnya disebabkan kegagalan kontrasepsi dan kebutuhan yang tidak terpenuhi. Dengan demikian segmen yang tidak membutuhkan KB adalah PUS yang tidak menggunakan alat kontrasepsi cara apapun karena berbagai alasan, terutama karena tidak ingin punya anak.

Manifestasi unmet need KB dapat di kategorikan dalam beberapa kategori sebagai berikut :

  • Wanita menikah usia subur dan tidak hamil,menyatakan tidak ingin punya anak lagi dan tidak memakai alat kontrasepsi seperti IUD, pil, suntikan, implant obat vaginal dan kontrasepsi mantap untuk suami atau dirinya sendiri. 
  • Wanita menikah usia subur dan tidak hamil, menyatakan ingin menunda kehamilan berikutnya dan tidak menggunakan alat kontrasepsi sebagai mana tersebut di atas. 
  • Wanita yang sedang hamil dan kehamilan tersebut tidak dikehendaki lagi serta pada waktu sebelum hamil tidak menggunakan alat kontrasepsi. 
  • Wanita yang sedang hamil dan terjadi kehamilan tersebut tidak sesuai dengan waktu yang dikehendaki dan sebelum hamil tidak menggunakan alat kontrasepsi. 
  • Unmet need KB untuk tujuan penjarangan kehamilan (spacing) dan unmet need KB untuk tujuan pembatasan kelahiran (limiting) adalah total unmet need KB (BKKBN 2008).

Penilaian terhadap kejadian unmet need KB di perlukan untuk menilai sejauh mana keberhasilan program KB, seberapa besar kebutuhan PUS terhadap KB telah terpenuhi dan faktor apa saja yang berhubungan dengan kejadian unmet need KB. Dengan hanya menggunakan indikator cakupan akseptor, yakni jumlah PUS yang menggunakan alat kontrasepsi dibandingkan jumlah PUS yang ada, informasi yang diperoleh hanyalah jumlah PUS yang telah tercukupi KB. apakah jumlah yang di perlukan telah memenuhi kebutuhan semua PUS tidak dapat diketahui. Di perlukannya informasi tentang unmet need KB sebagai salah satu informasi yang di perlukan untuk penentuan alternatif peningkatan cakupan akseptor (Yarsih, R. 2014).

C. Identifikasi Unmet Need

Bagi wanita hamil, diidentifikasikan apakah kehamilan itu merupakan kahamilan yang diinginkan (wantedness status of pregnancy) atau kehamilan yang tidak diinginkan (Intended pregnancy). Bila kehamilan itu merupakan kehamilan yang diinginkan tapi bukan untuk saat itu (misalnya untuk beberapa tahun lagi), hal ini disebut dengan mistimed pregnancy dan mereka ini tergolong kedalam kelompok PUS yang memiliki spacing need yaitu ingin menjarangkan kehamilan. Bila kehamilan itu tidak diinginkan lagi (not wanted) karena sebenarnya mereka tidak menginginkan kehamilan tersebut dengan berbagai alasan (misalnya anak sudah cukup, faktor usia, faktor kesehatan dan lain-lain), maka kelompok ini disebut dengan PUS yang memiliki limitting need yaitu sudah ingin mengakhiri kehamilan/kesuburan (tidak ingin punya anak lagi). 

Pasangan usia subur yang tidak hamil dan tidak memakai kontrasepsi diidentifikasi apakah subur (fecund) atau tidak subur (infecund). Identifikasi status infecund ini adalah dengan mengidentifikasi lamanya kawin dalam waktu lima tahun atau lebih belum punya anak serta tidak memakai kontrasepsi, maka kelompok ini sudah boleh digolongkan sebagai infecund dan tidak dimasukkan dalam analisis unmet need. Untuk kelompok fecund, diidentifikasi lagi apakah ingin anak, seandainya jika masih ingin anak segera, ingin anak kemudian, atau tidak ingin anak lagi. PUS fecund yang segera ingin punya anak, tidak dimasukkan ke dalam perhitungan Unmet Need KB, sedangkan PUS fecund yang ingin anak kemudian di kelompokkan sebagai spacing need dan PUS fecund yang tidak ingin punya anak lagi dikategorikan sebagai limiting need. Total unmet need KB adalah penjumlahan PUS yang ingin menjarangkan kelahiran (spacing need) dan yang ingin mengakhiri kelahiran (limiting need).

D. Faktor yang Mempengaruhi Unmet Need

Menurut Hartanto (2008), faktor yang memengaruhi terjadinya unmet need antara lain :

  • Pendidikan

Pendidikan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008) yaitu proses perubahan sikap dan tata laku seseorang atau sekelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan (Sisdiknas, 2010). Tingkat pendidikan tidak saja mempengaruhi kerelaan menggunakan KB, tetapi juga pemilihan suatu metode (Johana D. Bernadus, dkk, 2013). Pendidikan akan mempengaruhi sikap seseorang dalam pengambilan keputusan karena semakin tinggi tingkat pendidikan akan semakin rasional dalam pengambilan keputusan. Hal ini juga akan berlaku dalam pengambilan 11 keputusan untuk memilih alat kontrasepsi yang sesuai, tepat, dan efektif bagi ibu untuk mengatur jarak kehamilannya ataupun membatasi jumlah kelahiran (Laras, 2015).

  • Pengetahuan 

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan ini terjadi melalui panca indera manusia, yaitu indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo,2012). Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan materi yang ingin diukur dari objek penelitian atau kedalam pengetahuan yang ingin diketahui (Notoatmodjo,2010). Pengetahuan tentang segi positif dan segi negatif dari program KB tersebut akan menentukan sikap orang terhadap program KB.

Secara teoritis bila segi positif program KB lebih banyak dari segi negatifnya, maka sikap yang positiflah yang akan muncul. Sebaliknya bila segi negatif dari program KB lebih banyak dari segi positifnya, maka sikap yang negatiflah yang akan muncul. Bila sikap positif terhadap program KB telah tumbuh, maka besar kemungkinan bahwa seseorang akan mempunyai niat untuk mengikuti program KB. Namun bila sikap negatif yang tumbuh, maka akan kecil kemungkinan seseorang akan memiliki niat untuk ikut program KB.

  • Dukungan suami

Dukungan suami merupakan dorongan terhadap ibu secara moral maupun material, dimana dukungan suami mempengaruhi ibu untuk menjadi akseptor KB. Tetapi beberapa suami tidak menyetujui istrinya untuk menjadi akseptor KB. Penggunaan kontrasepsi merupakan tanggung jawab bersama pria dan wanita sebagai pasangan, sehingg Suami dan istri harus saling mendukung dalam penggunaan metode kontrasepsi karena keluarga berencana dan kesehatan reproduksi bukan hanya urusan pria atau wanita saja (BKKBN, 2011).a metode kontrasepsi yang dipilih mencerminkan kebutuhan serta keinginan suami dan istri.

  • Umur

Penelitian mengenai hubungan antara umur dan kejadian unmet need ditemukan signifikan kemungkinan terjadinya unmet need cenderung menurun seiring meningkatnya umur wanita. Hasil penelitian lain menunjukkan adanya penurunan kebutuhan terhadap KB untuk menjarangkan kelahiran setelah mencapai usia 30 tahun dan kebutuhan KB untuk membatasi kelahiran mencapai puncaknya pada usia 35-44 tahun. Dengan demikian hubungan antara umur dan kebutuhan KB berbentuk seperti huruf U terbalik, yaitu kebutuhan KB rendah pada umur muda dan tua, namun kebutuhan ini tinggi pada kelompok umur paling produktif.

Berdasarkan tingkat umur perempuan yang berusia kurang dari 20 tahun, 0,73 kali memiliki kemungkinan untuk menggunakan kontrasepsi dibandingkan dengan umur 40 tahun, sementara umur 30-34 kemungkinan akan menggunakan kontrasepsi sekitar 0,15 sampai 0,38%. Hal Ini menunjukkan adanya penurunan penggunaan kontrsepsi pada kelompok perempuan yang lebih tua. Penurunan ini disebabkan oleh karena adanya perubahan sistem reproduksi baik organ maupun fungsinya, yang menyebabkan timbulnya keluhan-keluhan yang dapat menggangu kesehatannya, selain faktor umur, pendidikan juga berpengaruh terhadap dari perubahan perilaku seseorang.

  • Riwayat KB

Berdasarkan data BPS (2002) ditemukan secara signifikan bahwa kejadian unmet need lebih cenderung terjadi pada wanita yang belum pernah menggunakan KB sama sekali daripada wanita yang sudah pernah atau masih menggunakan KB. Pengalaman menggunakan KB akan membuat wanita lebih mengerti dan dapat menentukan tindakan yang tepat bagi dirinya dalam mengatasi permasalahan kesehatan reproduksi dan untuk memenuhi keinginannya dalam preferensi fertilitas sehingga hal ini akan semakin mengurangi peluang terjadinya unmet need. Besarnya angka presentase kejadian unmet need pada orang yang belum pernah menggunakan KB dan orang yang tidak berniat untuk menggunakan KB di masa depan.

  • Pekerjaan

Pada penelitian yang dilakukan oleh Prihastuti (2004), ditemukan hubungan yang signifikan antara unmet need dan status bekerja dari wanita, dimana di daerah perkotaan wanita yang bekerja memiliki kepentingan untuk membatasi dan mengatur kehamilan atau kelahiran yang dia inginkan karena hal ini akan memengaruhi karier dan pekerjaan mereka, sehingga menyebabkan mereka memberi perhatian lebih terhadap pemakaian alat/cara KB tertentu yang selanjutnya dapat memperkecil kemungkinan kejadian unmet need.

  • Status Ekonomi

Status ekonomi berhubungan dengan pemilihan kontrasepsi. Dalam memilih kontrasepsi perlu mempertimbangkan kemampuan yang dimiliki untuk membeli alat kontrasepsi, sehingga tidak memberatkan bagi penggunanya. Suatu teori menyatakan status ekonomi sangat mempengaruhi seseorang terhadap pemilihan kontrasepsi, karena untuk mendapatkan layanan, sedikit tidaknya akseptor harus menyediakan dana yang dibutuhkan. Pendapatan suami, juga sangat berpengaruh terhadap pola pikir untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dengan cara memanfaatkan potensi dan fasilitas yang ada.

Kemampuan ekonomi sangat mempengaruhi seseorang untuk mendapatkan dan memanfaatkan layanan kesehatan. Seseorang yang memiliki penghasilan menengah keatas cenderung lebih banyak untuk menggunakan kontrasepsi dibandingkan dengan mereka yang memiliki pendapatan kurang. Penelitian yang dilakukan oleh Usman (2013), menyatakan sekitar 2,7% PUS tidak 13 menggunakan kontrasepsi oleh karena pendapatan yang tidak sesuai untuk mendapatkan layanan kontrasepsi.

  • Paritas

Keberhasilan dalam menurunkan angka unmet need juga dapat dilakukan dengan cara membatasi paritas. Setiap keluarga memiliki keinginan untuk mempunyai anak dengan jumlah yang berbeda-beda, dengan demikian keputusan untuk memiliki sejumlah anak merupakan suatu pilihan. Setiap orang tua menginginkan untuk mempunyai seorang anak lebih dari dua, hal ini dipengaruhi oleh nilai yang dianggap bahwa anak dapat menjadi generasi penerus serta adanya anggapan bahwa banyak anak banyak rejeki. Hasil penelitian Pastuty (2005) didapatkan hubungan antara jumlah anak dengan penggunaan kontrasepsi. Banyaknya anak yang dilahirkan akan mempengaruhi keinginan ibu untuk menjarangkan kelahiran.

  • Akses ke layanan fasilitas kesehatan

Akses layanan fasilitas kesehatan juga mempengaruhi unmet need. Keterbatasan PUS untuk mendapatkan pelayanan KB dan menjangkau jarak layanan kesehatan menyebabkan banyaknyakebutuhan PUS dalam penggunaan kontrasepsi yang belum terpenuhi. Hal ini dapat mencermikan kualitas pelayanan KB masih rendah. Menurut Notoatmodjo (2003), sumber informasi berasal dari suatu informasi atau sebuah data dan merupakan hal penting yang harus diperhatikan dalam memberikan layanan KB.

Informasi yang benar dan memadai dapat membantu dan memudahkan klien dalam memilih alat kontrasepsi yang akan digunakan serta dapat mengetahui efek samping maupun alternatif metode kontrasepsi. Sama halnya seperti penelitian Hastono (2009) yang menyatakan bahwa Peran petugas kesehatan, kader, dan keluarga dalam pemeberian imformasi mengenai kontrasepsi yang benar berpengaruh untuk menggunakan suatu kontrasepsi.

  • Usia anak terakhir

Usia anak terakhir dan pengalaman tidak menggunakan alat kontrasepsi yang tidak berakhir dengan kehamilan menjadi alasan tidak menggunakan alat kontrasepsi. Sebanyak 18 persen umur anak terakhir adalah di atas 15 tahun atau dengan kata lain, PUS tidak menggunakan alat kontrasepsi sejak 15 tahun terakhir dan selama itu pula PUS tidak mengalami kehamilan. 

Hal ini dapat dikatakan bahwa PUS dalam kondisi infecund atau keluarga tersebut memiliki strategi untuk mengatur kehamilannya. Selain itu, diskusi unmet need juga perlu memperhatikan umur anak terakhir dan jumlah anak yang dimiliki. Apabila umur anak terakhir telah memasuki masa remaja, maka keputusan PUS untuk tidak menggunakan alat kontrasepsi tidak terlalu mengkhawatirkan. Umur anak terakhir yang telah beranjak dewasa secara tidak langsung akan menggambarkan umur PUS yang terkategori sebagai PUS tua. Bahkan terdapat PUS dengan umur anak terakhir lebih dari 20 tahun (Listyaningsih,2016).

E. Dampak Unmet Need

Program KB ditujukan untuk meningkatkan kualitas kesehatan reproduksi salah satunya yaitu dengan menghindari jarak kelahiran yang dekat, terlalu muda dan terlalu tua untuk mempunyai anak serta terlalu banyak melahirkan seorang anak, selain itu diharapkan dapat menurunkan kasus kehamilan yang tidak diinginkan yang berdampak pada tingginya kasus aborsi. Pengguguran yang dilakukan secara paksa atau tidak aman akan menimbulkan gangguan kesehatan reproduksi dan meningkatkan resiko kematian ibu seperti terjadinya perdarahan hebat yang berujung dengan kematian.

Kejadian kehamilan yang tidak diinginkan merupakan implikasi dari unmet need, yaitu banyaknya PUS yang tidak menggunakan alat kontrasepsi padahal pasangan sangat membutuhkan. Penelitian yang dilakukan di Nigeria menunjukkan dari 356 responden, 76% mengalami kehamilan yang tidak diinginkan, penyebab dari masalah tersebut yaitu karena tidak menggunakan kontrasepsi dan berdampak pada tingginya kematian akibat aborsi. Tingginya kejadian aborsi memberikan asumsi rendahnya pemakaian dan kualitas kb.

Aborsi tidak hanya dilakukan oleh PUS, namun paling tinggi terjadi pada anak remaja yang belum memahami tentang bahaya seks dini atau pranikah. Alasan remaja melakukan aborsi yang dilakukan secara sengaja karena belum siap untuk menjadi seorang ibu atau terlalu dini untuk mengurus anak dan rumah tangga. Faktor kejadian unmet need KB merupakan faktor independen tidak dapat berdiri sendiri dalam mempengaruhi kejadian kehamilan yang tidak diinginkan.

Terakhir diperbaharui: Friday, 21 March 2025, 09:07