13.2 Sistem Keuangan Islam

A. Sistem keuangan
Keuangan adalah senjata politik, sosial, dan ekonomi yang ampuh di dunia modern. Ia
berperan penting tidak hanya dalam alokasi dan distribusi sumber daya yang langka, tetapi
juga dalam stabilitas dan pertumbuhan ekonomi. Karena sumber-sumber lembaga keuangan
berasal dari deposit yang diletakkan oleh bagian yang representative mewakili seluruh
penduduk, cukup rasional kalau ia juga dianggap sebagai sumber nasional. Seluruhnya harus
digunakan untuk kesejahteraan bagi masyarakat. Namun karena sumber-sumber keuangan itu
sangat langka maka perlu digunakan dengan keadilan dan efesiensi yang optimal (M Umer
Chapra, 1999).
Sistem keuangan adalah suatu aturan yang menjelaskan sumber-sumber dana
keuangan bagi negara dalam proses alokasi dana tersebut bagi kehidupan masyarakat (Said
Sa’ad Marthon, 2004). Peran utama sistem keuangan adalah mendorong alokasi efesiensi
sumber daya keuangan dan sumber daya riil untuk berbagai tujuan dan sasaran yang beraneka
ragam (Zamir Iqbal dan Abbas Mirakhor, 2008).
Sistem keuangan merupakan tatanan perekonomian dalam suatu negara yang berperan
melakukan aktifitas jasa keuangan yang diselenggarakan oleh lembaga keuangan. Tugas
utama sistem keuangan adalah sebagai mediator antara pemilik dana dengan pengguna dana
yang digunakan untuk membeli barang atau jasa serta investasi. Oleh karena itu peranan
sistem keuangan sangat vital dalam mendorong pertumbuhan ekonomi, serta mampu
memprediksi perkembangan perekonomian dimasa yang akan datang (Andri Soemitra, 2010).
B. Sistem keuangan Islam
Keuangan Islam adalah sebuah sistem yang bersumber dari Al-Quran dan Sunnah,
serta dari penafsiran para ulama terhadap sumber-sumber wahyu tersebut. Dalam berbagai
bentuknya, struktur keuangan Islam telah menjadi sebuah peradaban yang tidak berubah
selama empat belas abad. Selama tiga dasawarsa terakhir, struktur keuangan Islam telah
tampil sebagai salah satu implementasi modern dari sistem hukum Islam yang paling penting
dan berhasil, dan sebagai ujicoba bagi pembaruan dan perkembangan hukum Islam pada
masa mendatang
Ciri-ciri sistem keuangan Islam adalah (Qutb Ibrahim, 2007):
1. Harta publik dalam sistem keuangan Negara Islam adalah harta Allah.
2. Rasul adalah orang pertama yang melakukan praktik keuangan Islam.
3. Al-Qur’an dan sunah merupakan sumber yang mendasar bagi keuangan Islam.
4. Sistem keuangan Islam adalah system keuangan yang universal.
58 | P a g e
Al-Kharaj: Journal of Islamic Economic and Business Vol. 1 No. 1, Juni 2019
5. Keuangan khusus dalam Islam menopang sistem keuagan Negara Islam.
6. Sistem keuangan Islam mengambil prinsip alokasi terhadap layanan sebagai sumber
sumber pendapatan Negara.
7. Sistem keuangan Islam ditandai dengan transparansi.
8. Sistem keuangan Negara Islam merupakan gerakan kebaikan
9. Sistem keuangan Islam adalah modal toleransi umat Islam.
Pengertian sistem keuangan Islam merupakan sistem keuangan yang menjembatani
antara pihak yang membutuhkan dana dengan pihak yang kelebihan dana melalui produk dan
jasa keuangan yang sesuai dengan prinsip-prinsip Islam.
Prinsip-prinsip Islam dalam sistem keuangan yaitu (Qutb Ibrahim, 2007):
1. Kebebasan bertransaksi, namun harus didasari dengan prinsip suka sama suka dan tidak
ada yang dizalimi, dengan didasari dengan akad yang sah. Dan transaksi tidak boleh pada
produk yang haram. Asas suka sama suka untuk melakukan kegiatan bisnis atau
perniagaan sangat penting. Tidak ada unsur paksaan dalam hal ini yang dapat
menimbulkan kerugian masing-masing.
2. Bebas dari maghrib (maysir yaitu judi atau spekulatif yang berfungsi mengurangi konflik
dalam sistem keuangan, gharar yaitu penipuan atau ketidak jelasan, riba pengambilan
tambahan dengan cara batil).
3. Bebas dari upaya mengendalikan, merekayasa dan memanipulasi harga.
4. Semua orang berhak mendapatkan informasi yang berimbang, memadai, akurat agar
bebas dari ketidaktahuan bertransaksi.
5. Pihak-pihak yang bertransaksi harus mempertimbangkan kepentingan pihak ketiga yang
mungkin dapat terganggu, oleh karenanya pihak ketiga diberikan hak atau pilihan.
Menurut Muhammad (Muhammad, 2000), Adapun prinsip-prinsip dalam keuangan
Islam adalah:
1. Larangan menerapkan bunga pada semua bentuk dan jenis transaksi
2. Menjalankan aktivitas bisnis dan perdagangan berdasarkan pada kewajaran dan
keuntungan yang halal.
3. Mengeluarkan zakat dari hasil kegiatannya.
4. Larangan menjalankan monopoli.
5. Bekerja sama dalam membangun masyarakat, melalui aktivitas bisnis dan perdagangan
yang tidak dilarang oleh Islam
Prinsip-prinsip hukum syariah mempunyai perbedaan dengan keuangan konvensional.
Perbedaan ini dapat dijadikan dasar praktik keuangan yang mestinya sesuai dengan syariah
(Alam, 2011):
1. Larangan bunga (riba): Dalam bentuk keuangan konvensional dibuat penerimaan melalui
bunga (riba) sedangkan dalam hukum Islam praktik riba tidak diperbolehkan.
2. Larangan ketidakpastian: Ketidakpastian dalam kontrak tidak diperbolehkan karena dapat
menimbulkan spekulatif yang melibatkan gharar (ketidakpastian yang berlebihan).
3. Risiko profit and loss sharing: Pihak yang terlibat dalam transaksi keuangan herus berbagi
risiko dan keuntungan antara pemberi pinjaman dan peminjam.
4. Etika investasi: Investasi di industri yang dilarang dalam al-Qur’an seperti alkhohol,
perjudian dan babi tidak dianjurkan.
5. Aset riil: Setiap transaksi harus nyata dan dapat diidentifikasi. Utang tidak dapat dijual
sehingga risiko terkait tidak dapat ditransfer kepada orang lain (Novita Anjarsari, 2013)
Tujuan utama sistem keuangan Islam adalah: menghapus bunga dari semua transaksi
keuangan dan menjalankan aktifitasnya sesuai dengan prinsip-prinsip Islam, distribusi
kekayaan yang adil dan merata, kemajuan pembangunan ekonomi (Mervyn K. Lewis Dan
Latifa M. Algoud, 2007).

Sistem keuangan Islam bertujuan untuk memberikan jasa keuangan yang halal kepada komunitas muslim, di samping itu juga diharapkan mampu memberikan kontribusi yang
layak bagi tercapainya tujuan sosio-ekonomi Islam. Target utamanya adalah kesejahteraan
ekonomi, perluasan kesempatan kerja, tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi, keadilan
sosio-ekonomi dan distribusi pendapatan, kekayaan yang wajar, stabilitas nilai uang, dan
mobilisasi serta investasi tabungan untuk pembangunan ekonomi yang mampu memberikan
jaminan keuntungan (bagi hasil) kepada semua pihak yang terlibat
(M. Umer Chapra, 2000).
Sistem keuangan Islam diharapkan mampu menjadi alternatif terbaik dalam mencapai
kesejahteraan masyarakat. Penghapusan prinsip bunga dalam sistem keuangan Islam
memiliki dampak makro yang cukup signifikan, karena bukan hanya prinsip investasi
langsung saja yang harus bebas dari bunga, namun prinsip investasi tak langsung juga harus
bebas dari bunga. Perbankan sebagai lembaga keuangan utama dalam sistem keuangan
dewasa ini tidak hanya berperan sebagai lembaga perantara keuangan (financial
intermediary), namun juga sebagai industri penyedia jasa keuangan (financial industry) dan
instrumen kebijakan moneter yang utama
(Heri Sudarsono, 2003).
Mengapa ada keuangan Islami? Minimal ada 3 faktor yang melatarbelakangi lahirnya
keuangan Islam, yaitu: relijius ideologis, empiris pragmatis, dan akademik idealis. Relijius
ideologis merupakan latar belakang yang bersifat fundamental berkaitan dengan ajaran Islam,
yaitu a). Keinginan umat Islam untuk mengaplikasikan konsep konsep keuangan Islami
sebagai upaya menjadikan Islam sebagai way of life. b). Konsep dan praktek keuangan
konvensional yang telah ada melanggar berbagai prinsip syariah, misalnya mengandung
unsur riba, gharar, maysir. Sedangkan dari faktor empiris pragmatis politis, bahwa setelah
masa kemerdekaan dari kolonialisme Barat (sekitar tahun 1940-an), di negara negara muslim
muncul keinginan untuk juga merdeka secara ekonomi. Sistem keuangan konvensional yang
ada dipandang lebih menguntungkan Barat dan merugikan negara-negara muslim yang
umumnya tergolong negara berkembang (developing countries). Pada saat yang bersamaan,
terdapat sejumlah besar dana milik muslim, terutama negara penghasil minyak, yang ingin
dikelola secara Islami. Keinginan itu mewujud dalam bentuk di antaranya pendirian IDB
(Islamic Development Bank). IDB didirikan di Jeddah sebagai hasil agreement menteri-
menteri OIC pada Desember 1973, dan mulai beroperasi pada tahun 1975. IDB bukan bank
komersial, tetapi development bank (seperti World Bank) yang memiliki misi pemberdayaan
pembangunan negara-negara muslim. Sedangkan dari sisi latar belakang akademik,
ditemukan dari berbagai kajian akademik yang dilakukan bahwa sistem keuangan
konvensional berpotensi untuk: a). menimbulkan instabilitas dan krisis ekonomi, b).
memperlebar kesenjangan antara miskin dan kaya, c). ada alternatif sistem keuangan yang
secara konseptual lebih mampu menciptakan sistem keuangan yang lebih adil dan harmoni
(Nur Kholis, 2017).