13.4 Instrumen sistem keuangan Islam

Tiap sistem ekonomi memiliki nilai instrumental tersendiri. Adapun nilai instrumental
sistem ekonomi kapitalis adalah: persaingan sempurna, kebebasan keluar masuk pasar tanpa
restriksi, serta informasi dan bentuk pasar yang atomistik monopolistik. Sedangkan nilai
instrumental sistem ekonomi Marxis, antara lain adalah: adanya perencanaan ekonomi yang
bersifat sentral dan mekanistik, serta pemilikan faktor-faktor produksi oleh kaum proletar
secara kolektif.
Dalam sistem ekonomi syariah, nilai instrumental yang strategis yang mempengaruhi
tingkah laku ekonomi seorang muslim, adalah:
Pertama; Zakat. Zakat adalah salah satu rukun Islam yang merupakan kewajiban
agama yang dibebankan atas harta kekayaan seseorang menurut aturan tertentu dalam sistem
ekonomi syariah (M. Daud Ali, 1998). Zakat merupakan sumber pendapatan negara. Di
samping pajak, al-fay, ghanîmah dan harus dibagikan kepada yang berhak menerimanya.
Kedua; Pelarangan riba. Secara harfiah, arti riba adalah bertambah atau mengembang.
Sedangkan menurut istilah, riba adalah tambahan dalam pembayaran hutang sebagai imbalan
jangka waktu yang terpakai selama hutang belum dibayar (M. Daud Ali, 1998).
Ketiga; Kerjasama ekonomi. Kerjasama merupakan watak masyarakat ekonomi
menurut ajaran Islam. Kerjasama harus tercermin dalam segala tingkat kegiatan ekonomi,
produksi, distribusi baik barang maupun jasa. Bentuk-bentuk kerjasama tersebut diantaranya
berupa muzâra’ah dan musâqah dalam bidang pertanian, mudhârabah dan musyârakah dalam
perdagangan. Prinsip kerjasama tersebut dijunjung oleh ajaran Islam karena kerjasama
tersebut akan dapat (M. Daud Ali, 1998): a). Menciptakan kerja produktif dalam kehidupan
masyarakat sehari-hari. b). Meningkatkan kesejahteraan dan mencegah kesengsaraan
masyarakat. c). Mencegah penindasan ekonomi dan distribusi kekayaan yang tidak merata.
d). Melindungi kepentingan golongan ekonomi lemah.
Keempat, Jaminan sosial. Di dalam al-Quran banyak dijumpai ajaran yang menjamin
tingkat dan kualitas hidup minimum bagi seluruh masyarakat.
Kelima, Pelarangan terhadap praktek-praktek usaha yang kotor. Ada beberapa praktek
bisnis yang dilarang dalam Islam seperti pelarangan terhadap praktek penimbunan, takhfîf
(curang dalam timbangan), tidak jujur, tidak menghargai prestasi, proteksionisme, monopoli,
spekulasi, pemaksaan dan lainlain. Hal ini dilarang karena bila ditolerir akan dapat merusak
pasar sehingga kealamiahan pasar menjadi rusak dan terganggu.
Keenam, Peranan Negara. Untuk tegaknya tujuan dan nilai-nilai sistem ekonomi
syariah diatas diperlukan power atau peranan negara terutama dalam aspek hukum,
perencanaan dan pengawasan alokasi atau distribusi sumber daya dan dana, pemerataan
pendapatan dan kekayaan serta pertumbuhan dan stabilitas ekonomi.