13.5 Strategis Optimalisasi Sistem Keuangan Islam

Menurut berbagai pemberitaan belakangan ini, banyak pihak berkeyakinan bahwa
krisis keuangan global yang terjadi tidak berakibat buruk bagi industri perbankan syariah.
Alasan yang mengemuka dari beberapa figur perbankan dan keuangan syariah dunia antara
lain adalah karena keuangan syariah dilarang berhubungan dengan perdagangan utang (debt
trading) dan perilaku spekulasi yang marak dilakukan oleh lembaga-lembaga keuangan
Amerika dan Eropa. Menurut beberapa sumber lainnya, kalau pun ada pengaruhnya,
dampaknya akan terbatas dan bersifat tidak langsung mengingat industri keuangan syariah
merupakan bagian dari industri keuangan dunia. Namun dampak tersebut diyakini hanya
berpengaruh pada laba perusahaan dan tidak menyentuh modal sebagaimana terjadi di
beberapa lembaga keuangan
internasional.
Sebagaimana diketahui, krisis keuangan 2008 ini menurut banyak kalangan
disebabkan oleh terjadinya kredit macet di sektor perumahan AS dan Eropa atau yang disebut
subprime mortgages. Teorinya, suatu bank memberikan KPR kepada nasabahnya untuk
jangka waktu tertentu. Kemudian, bersama-sama dengan KPR-KPR lainnya dipool kemudian
disekuritisasi. Setelah itu dijual ke pasar dengan nama mortgages based securities (MBS).
MBS ini kemudian masih diperdagangkan lagi dengan mempoolnya dengan MBS-MBS lain
lalu disekuritisasi lagi. Padahal, banyak pemilik KPR tersebut sebenarnya tidak layak
mendapatkan KPR karena ketidakmampuan mereka dalam membayar cicilan. Namun, faktor
ini diabaikan karena mengharapkan bunga yang lebih besar dari nasabah yang mempunyai
risiko lebih tinggi tersebut. Maka kemudian, terjadilah apa yang selama ini ditakutkan oleh
praktisi lembaga keuangan yaitu ketidakmampuan membayar atau kredit macet yang meluas
hingga berdampak pada runtuhnya beberapa lembaga keuangan di AS dan Eropa. Beberapa
lembaga keuangan lainnya terpaksa dijual dan lainnya dinasionalisasikan. Dari sini dapat
dilihat sisi buruk dari debt trading yang dalam keuangan syariah diistilahkan dengan bay’ al-
dayn bi al-dayn.
Alasan kedua yang menghindarkan bank dan lembaga keuangan syariah dari krisis
adalah haramnya perilaku spekulasi dalam transaksi keuangan syariah. Dalam keuangan
syariah aksi spekulasi ini disebut maysir yang biasa dinisbahkan sebagai judi. Aksi margin
trading dan short selling masih dilarang oleh para ulama fiqh karena masuk kategori maysir.
Hal ini pula yang menjadi alasan belum dibolehkannya transaksi produk derivatif seperti
forward, future, swaps dan options. Di samping itu, lembaga keuangan syariah juga dilarang
terlibat dalam money laundering dan melakukan langkah-langkah formal dan profesional
dalam melakukan penilaian terhadap proposal-proposal proyek agar terhindar dari risiko yang
berlebihan (excessive risks). Tingkat kehati-hatian dalam keuangan dan perbankan syariah
mencakup dua hal yaitu adanya prinsip kehati-hatian (prudent) dan kepatuhan terhadap
syariah (sharia compliant).
Alasan lainnya adalah karena lembaga-lembaga keuangan syariah bukan menjadi
investor utama dalam industri keuangan Barat sehingga tidak terkena dampak langsung krisis
tersebut. Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, banyak praktek-praktek transaksi keuangan
yang tidak lolos verifikasi syariah seperti debt trading, margin trading, short selling, dan
derivatif yang menjadi model transaksi belakang terjadinya krisis keuangan di negara-negara
Barat. Dengan absennya “uang syariah” masuk ke lembaga-lembaga keuangan Barat melalui
praktek-praktek keuangan di atas, maka aset keuangan syariah dapat terhindar dari efek
langsung krisis global. Meskipun sedikit banyaknya keuangan syariah masih terkena dampak
tidak langsung mengingat industri keuangan dunia semakin terhubung dan terintegrasi
(connected and integrated) (Nuruddin Mhd Ali1, 2009).
Tujuan dan fungsi paling fundamental dari sistem keuangan Islam (Agustianto, 2002):
1. Kesejahteraan ekonomi yang menyeluruh berdasarkan full employment dan tingkat
pertumbuhan ekonomi optimum.

2. Keadilan sosio-ekonomi dengan pemerataan distribusi pendapatan dan kesejahteraan.
3. Stabilitas dalam nilai uang sehingga memungkinkan medium of change dapat
dipergunakan sebagai satuan perhitungan, patokan yang adil dalam penangguhan
pembayaran dan nilai tukar yang stabil.
4. Mobilitas dan investasi tabungan bagi pembangunan ekonomi dengan jaminan
pengembalian yang adil dan prospektif.
5. Penagihan yang efektif dari semua jasa dan produk perbankan.
Untuk memberikan dampak yang lebih signifikan terhadap ekonomi, sistem keuangan
Islam perlu memiliki porsi yang lebih signifikan terhadap total asset keuangan, yakni
setidaknya 20 persen. Oleh karena itu, pemerintah, bank sentral, dan agen-agen ekonomi
yang peduli pada sistem keuangan Islam perlu bekerja lebih keras. Terkait dengan itu,
setidaknya ada lima langkah dalam mempercepat perkembangan sistem keuangan syariah,
baik secara nasional maupun internasional.
Pertama, perlunya memperkuat sistem pengaturan dan pengawasan lembaga
keuangan Islam. Tingkat pertumbuhan keuangan Islam sangatlah beragam di berbagai negara.
Tingkat perkembangan ini memiliki korelasi yang positif terhadap tingkat pengaturan dan
pengawasan. Sistem keuangan yang kurang baik di berbagai negara terkadang disebabkan
tidak layaknya peraturan dan pengawasan yang ada, sehingga diperlukan kolaborasi dalam
mengisi kesenjangan pengaturan yang ada.
Kedua, perlunya koordinasi dan kerjasama internasional. Berdasarkan kodratnya,
sistem keuangan Islam lebih tahan dan lebih stabil dari guncangan keuangan. Namun
demikian, pada kenyataannya, harus disadari bahwa operasional dari sistem keuangan Islam
tidaklah terisolasi dari sistem keuangan konvensional. Dalam situasi demikian, diperlukan
kerja sama dan koordinasi internasional. Saat ini, sudah terdapat beberapa lembaga
internasional, seperti internasional Financial Services Board (IFSB) di Malaysia,
International Islamic Financial Markets (IIFM), dan Accounting & Auditing Organization
for Islamic Financial Institutions (AAOIFI) di Bahrain. Peran dari institusi-institusi tersebut
sebaiknya diperkuat dan ditingkatkan.
Ketiga, perlunya kolaborasi di tingkat pengawasan sistem keuangan Islam lintas
negara. Saat ini, telah terlihat banyak lembaga keuangan Islam yang beroperasi secara global,
namun memiliki kekurangan kolaborasi di dalam pengawasan lintas negara. Hampir seluruh
kolaborasi pada sistem keuangan Islam fokus terhadap standar regulasi dan manajemen
likuiditas.
Keempat, perlunya model bisnis sistem keuangan Islam khususnya di perbankan
syariah, dengan memberikan penekanan pada bisnis di sektor rill ketimbang pasar keuangan.
Selain lebih mempromosikan pertumbuhan yang berkesinambungan. Model seperti ini lebih
mampu menahan tekanan krisis keuangan. Perkembangan keuangan ekonomi Islam di
Indonesia sampai saat ini masih sejalan dengan model bisnis. Hal ini disebabkan adanya
perkembangan produk sistem keuangan Islam yang didorong oleh pasar dalam memenuhi
permintaan di sektor riil. Namun demikian, strategi ini bukan berarti melupakan upaya
perkembangan produk-produk keuangan Islam di Indonesia yang terhitung masih agak
tertinggal.
Kelima, perlunya penetapan acuan rate of return berdasarkan prinsip Islam yang
sesungguhnya. Prinsip berbagi keuntungan dan kerugian merupakan semangat terciptanya
sistem keuangan Islam. Namun demikian, sampat saat ini, lembaga keuangan Islam
sepertinya cenderung mengacu pada rate of return sistem perbankan konvensional, yakni
suku bunga. Perilaku seperti ini membawa risiko bagi reputasi lembaga keuangan Islam itu
sendiri.