15.2 Pembahasan

Melihat dari arti kredit tidak semata-mata Bank berani mengeluarkan kredit kemudian hanya dengan kepercayaan yang ada atau bersumber dari nasabah saja. Demikian juga jika diperhatikan apa yang ditegaskan Menurut   Pasal   1   angka   11   Undang-

Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor

7 tahun 1992 Tentang Perbankan, merumuskan         pengertian         kredit..


Ketentuan tersebut seolah-olah Bank juga tidak mementingkan jaminan dalam pencairan kredit. Namun kemudian diakomodir dalam Pasal 8 Undang- undang Nomor 10 tahun 1998 bahwa penerapan 5 c (character, capacity, capital, collateral, condition of economy) demikian penting bagi Bank untuk mencairkan kredit. Pasal tersebut menegaskan bahwa dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, Bank umum wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atas iktikad baik dan kemampuan serta kesanggupan nasabah debitor untuk melunasi utangnya atau mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan yang diperjanjikan. Kemudian diperkuat lagi perihal pentingnya penerapan prinsip 5 c dalam penjelasan pasal 8 ayat 1 “untuk memperoleh keyakinan tersebut, sebelum memberikan kredit, Bank harus melakukan penilaian yang seksama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan, dan prospek usaha dari nasabah debitor”.

Aturan Perbankan telah diintegrasikan teori hukum prinsip 5 C ke dalam beberapa ketentuan pasal-pasal Perbankan untuk selanjutnya menjadi pedoman bagi Bank dalam mencairkan kredit. Prinsip 5 C bertujuan untuk


 


mengetahui kemampuan dan kemauan nasabah untuk mengembalikanb pinjaman dengan tepat waktu. Menurut Sutedi (2010, 13, lih juga Kashmir, 2004: 134) mengemukakan bahwa di dalam permohonan kredit, Bank perlu mengkaji permohonan kredit. Hal yang penting pula dan bagi Bank dalam mencairkan kredit adalah Bank wajib memiliki dan menerapkan pedoman perkreditan sebagaimana yang ditetapkan oleh ketentuan Pasal 8 ayat 2 yang diatur lebih lebih lanjut dengan SK Direksi BI No 27/ 162/ KE/ DIR. Semua Bank umum wajib untuk memiliki dan menerapkan Kebijaksanaan Perkreditan Bank (disingkat KPB) dalam pelaksanaan kegiatan perkreditannya dan juga melampirkan Pedoman Penyusunan Kebijaksanaan Perkreditan Bank (PPKPB). PPKPB mencantumkan beberapa hal yang sekurang-kurangnya harus dimuat dalam ketentuan KPB yaitu:

a.       Prinsip          kehati-hatian         dalam perkreditan.

b.       Organisasi          dan          manajemen perkreditan.

c.       Kebijaksanaan persetujuan kredit.

d.       Dokumentasi dan administrasi kredit.

e.       Pengawasan kredit.

f.      Penyelesaian         kredit         yang bermasalah.

Semua prinsip-prinsip yang harus diperhatikan dan dilaksankan oleh Bank sebelum mencairkan kredit di atas penting untuk mencegah terjadinya kualitas kredit yang kurang lancer apalagi macet (lih. PBI No. 7/ 2/ PBI/ 2005). Oleh karena Bank dalam melakukan perjanjian kredit juga melakukan perjanjian pengikatan jaminan (accesoir) sebagai penerapan salah satu prinsip 5 c (collateral) agunan, maka Bank dalam mencairkan kredit dan diikat dengan jaminan, terutama jaminan hak tanggungan yang biasa objeknya adalah tanah, juga dilakukan penilaian oleh Bank.