15.4 Eksekusi Jaminan Kredit

Secara fakta sejarah perbankan di Indonesia telah mewariskan senjata yang paling ampuh dan cepat dalam memberantas kredit macet yaitu melalui Parate eksekusi atau mengeksekusi sendiri/langsung (melelang) agunan tanpa campur tangan pengadilan.3

Menurut Sri Soedewi Mascjhoen Sofwan parate eksekusi adalah “Eksekusi yang dilaksanakan tanpa mempunyai title eksekutorial (GrosseAkta Notaris atau Keputusan Hakim) melalui parate eksekusi (eksekusi langsung) yaitu pemegang Hak Tanggungan dengan adanya janji untuk menjual atas kekuasaan sendiri dapat melaksanakan haknya secara langsung tanpa melalui keputusan hakim atau grosse akta notaris”.4

 

eksekusi. Hal ini berarti jika nasabah bank melakukan perbuatan wanprestasi, kreditor serta merta dapat langsung melaksanakan penjualan barang milik Debitur yang dijadikan barang jaminan atau agunan dengan perantara kantor pelayanan piutang dan lelang negara,penjualan ini dapat dilakukan tanpa media Pengadilan Negeri.

Pengertian Parate eksekusi ini menjadi kabur sebagai akibat dari adanya putusan pengadilan yang menerapkan ketentuan eksekusi Grosse Akta dalam sengketa parate eksekusi. Dari Pasal 6 UUHT dan Pasal 1178 ayat (2) KUHpdt tersebut diketahui bahwa Undang-undang memberikan kepada pemegang hipotek pertama untuk menjual langsung atas kekuasaan sendiri barang objek hipotek tanpa melalui pengadilan.

Dapat disimpulkan bahwa untuk melakukan eksekusi terhadap hak tanggungan yang telah dibebankan atas tanah dapat dilakukan tanpa harus melalui proses gugat-menggugat (proses ligitimasi) apabila debitur telah melakukan cidera janji. Hal ini sesuai dengan yang ditentukan dalam Pasal 14 UUHT. Kredit bermasalah terutamanya golongan kredit macet pada bank milik negara merupakan salah satu bentuk yang dikategorikan sebagai piutang negara karena bank milik negara merupakan


 


salah satu badan yang secara langsung atau tidak langsung dikuasai negara (pasal

12 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang No.49 tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara). Penyelesaian kredit bank milik negara dapat diusahakan melalui Panitia Urusan Piutang Negara (anggotanya wakil dari Depatemen Keuangan, Departemen Hankam, Kejaksaan Agung dan dari Bank Indonesia;                            sedangkan           struktur organisasinya terdiri atas PUPN Pusat, wilayah dan cabang). Mekanisme penanganan piutang negara oleh PUPN, yaitu apabila piutang negara tersebut telah diserahkan pengurusannya kepadanya oleh pemerintah atau bank milik negara terssebut. Piutang yang diserahkan adalah piutang yang adanya dan besarnya telah pasti menurut hukum, tetapi yang penanggung utangnya tidak melunasinya sebagaimana mestinya. Mekanisme penyelesaian pengurusan piutang negara paling tidak melalui tahapan:

a.     Setelah dirundingkan oleh panitia dengan penanggung utang dan diperoleh kata sepakat tentang jumlah utangnya yang masih harus dibayar, termasuk bunga uang, denda, serta biaya-biaya yang bersangkutan dengan piutang ini, oleh ketua panitia dan penanggung utang atau penjamin utang dibuat


suatu pernyataan bersama yang memuat jumlah dan kewajiban penanggung utang untuk melunasinya.

b.       Pernyataan bersama ini mempunyai kekuatan pelaksanaan, seperti suatu putusan hakim yang telah berkekuatan hukum pasti. Dengan demikian, PUPN mempunyai kewenangan parate executie.

c.       Pelaksanaannya dilakukan oleh ketua panitia dengan surat paksa melalui cara penyitaan, pelelangan barang- barang kekayaan penanggung utang/penjamin         utang           dan penyaderaan terhadap penanggung utang/penjamin utang dan pernyataan lunas piutang negara.

d.       Dalam hal penyitaan khusus khususnya terhadap kekayaan yang tersimpan di lembaga perbankan, maka sesuai dengan ketentuan pasal 4 Keputusan Menteri Keuangan No.376/KMK.09/1995, maka PUPN dapat melakukannya tanpa memerlukan izin terlebih dari Menteri Keuangan. Adapun hasil dari penyitaan tersebut untuk digunakan pembayaran atau pelunasan hutang penanggung utang/penjamin utang.