Dampak Ekonomi

3.  Rendahnya Kualitas Barang dan Jasa Bagi Publik

Ini adalah sepenggal kisah sedih yang dialami masyarakat kita yang tidak perlu terjadi apabila kualitas jalan raya baik sehingga tidak membahayakan pengendara yang melintasinya. Hal ini mungkin juga tidak terjadi apabila tersedia sarana angkutan umum yang baik, manusiawi dan terjangkau. Ironinya pemerintah dan departemen yang bersangkutan tidak merasa bersalah dengan kondisi yang ada, selalu berkelit bahwa mereka telah bekerja sesuai dengan prosedur yang ditetapkan.

Rusaknya jalan-jalan, ambruknya jembatan, tergulingnya kereta api, beras murah yang tidak layak makan, tabung gas yang meledak, bahan bakar yang merusak kendaraan masyarakat, tidak layak dan tidak nyamannya angkutan umum, ambruknya bangunan sekolah, merupakan serangkaian kenyataan rendahnya kualitas barang dan jasa sebagai akibat korupsi.

Korupsi menimbulkan berbagai kekacauan di dalam sektor publik dengan mengalihkan investasi publik ke proyek-proyek lain yang mana sogokan dan upah tersedia lebih banyak. Pejabat birokrasi yang korup akan menambah kompleksitas proyek tersebut untuk menyembunyikan berbagai praktek korupsi yang terjadi.

Pada akhirnya korupsi berakibat menurunkan kualitas barang dan jasa bagi publik dengan cara mengurangi pemenuhan syarat-syarat keamanan bangunan, syarat-syarat material dan produksi, syarat-syarat kesehatan, lingkungan hidup, atau aturan-aturan lain. Korupsi juga mengurangi kualitas pelayanan pemerintahan dan infrastruktur dan menambahkan tekanan-tekanan terhadap anggaran pemerintah

4. Menurunnya Pendapatan Negara Dari Sektor Pajak


Sebagian besar negara di dunia ini mempunyai sistem pajak yang menjadi perangkat penting untuk membiayai pengeluaran pemerintahnya dalam menyediakan barang dan jasa publik, sehingga boleh dikatakan bahwa pajak adalah sesuatu yang penting bagi negara.

Di  Indonesia,  dikenal  beberapa  jenis  pajak  seperti Pajak    penghasilan    (PPh),    Pajak    Pertambahan Nilai  (PPn),  Pajak  Bumi  dan  Bangunan  (PBB), Bea  Meterai  (BM),  dan  Bea  Perolehan  Hak  atas Tanah  dan/atau  Bangunan  (BPHTB).  Di  tingkat pemerintah  daerah,  dikenal  juga  beberapa  macam pajak  seperti  Pajak  Kendaraan  Bermotor  (PKB), Pajak Restoran, dan lain-lain. Pada saat ini APBN sekitar  70%  dibiayai  oleh  pajak  di  mana  Pajak Penghasilan  (PPh)  dan  Pajak  Pertambahan  Nilai (PPn)  merupakan  jenis  pajak  yang  paling  banyak menyumbang.

Pajak berfungsi sebagai stabilisasi harga sehingga dapat digunakan untuk mengendalikan inflasi, di sisi lain pajak juga mempunyai fungsi redistribusi pendapatan, di mana pajak yang dipungut oleh negara selanjutnya akan digunakan untuk pembangunan, dan pembukaan kesempatan kerja yang pada akhirnya akan menyejahterakan masyarakat. Pajak sangat penting bagi kelangsungan pembangunan negara dan kesejahteraan masyarakat juga pada akhirnya.

Kondisi penurunan pendapatan dari sektor pajak diperparah dengan kenyataan bahwa banyak sekali pegawai dan pejabat pajak yang bermain untuk mendapatkan keuntungan pribadi dan memperkaya diri sendiri.

Kita tidak bisa membayangkan apabila ketidakpercayaan masyarakat terhadap pajak ini berlangsung lama, tentunya akan berakibat juga pada percepatan pembangunan, yang rugi juga masyarakat sendiri, inilah letak ketidakadilan tersebut.

 

5.   Meningkatnya Hutang Negara

Kondisi perekonomian dunia yang mengalami resesi dan hampir melanda semua negara termasuk Amerika Serikat dan negara-negara Eropa, memaksa negara-negara tersebut untuk melakukan hutang untuk mendorong perekonomiannya yang sedang melambat karena resesi dan menutup biaya anggaran yang defisit, atau untuk membangun infrastruktur penting. Bagaimana dengan hutang Indonesia?

Korupsi yang terjadi di Indonesia akan meningkatkan hutang luar negeri yang semakin besar. Dari data yang diambil dari Direktorat Jenderal Pengelolaan Hutang, Kementerian Keuangan RI, disebutkan bahwa total hutang pemerintah per 31 Mei 2011 mencapai US$201,07 miliar atau setara dengan Rp. 1.716,56 trilliun, sebuah angka yang fantastis.

Hutang tersebut terbagi atas dua sumber, yaitu pinjaman sebesar US$69,03 miliar (pinjaman luar negeri US$68,97 miliar) dan Surat Berharga Negara (SBN) sebesar US$132,05 miliar. Berdasarkan jenis mata uang, utang sebesar US$201,1 miliar tersebut terbagi atas Rp956 triliun, US$42,4 miliar, 2.679,5 miliar Yen dan 5,3 miliar Euro.

Posisi utang pemerintah terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada 2009, jumlah utang yang dibukukan pemerintah sebesar US$169,22 miliar (Rp1.590,66 triliun). Tahun 2010, jumlahnya kembali naik hingga mencapai US$186,50 miliar (Rp1.676,85 triliun). Posisi utang pemerintah saat ini juga naik dari posisi per April 2011 yang sebesar US$197,97 miliar. Jika menggunakan PDB Indonesia yang sebesar Rp6.422,9 triliun, maka rasio utang Indonesia tercatat sebesar 26%.

Sementara untuk utang swasta, data Bank Indonesia (BI) menunjukkan jumlah nilai utang pihak swasta naik pesat dari US$73,606 miliar pada 2009 ke posisi US$84,722 miliar pada kuartal I 2011 atau setara 15,1%. Secara year on year (yoy) saja, pinjaman luar negeri swasta telah meningkat 12,6% atau naik dari US$75,207 pada kuartal I 2010.

Dari total utang pada tiga bulan pertama tahun ini, utang luar negeri swasta mayoritas disumbang oleh  pihak non-bank sebesar US$71,667 miliar dan pihak bank sebesar US$13,055 miliar (www.metronews. com /read/news/ 2011,14 Juni 2011).

Bila melihat kondisi secara umum, hutang adalah hal yang biasa, asal digunakan untuk kegiatan yang produktif hutang dapat dikembalikan. Apabila hutang digunakan untuk menutup defisit yang terjadi, hal ini akan semakin memperburuk keadaan. Kita tidak bisa membayangkan ke depan apa yang terjadi apabila hutang negara yang kian membengkak ini digunakan untuk sesuatu yang sama sekali tidak produktif dan dikorupsi secara besar-besaran.

Last modified: Wednesday, 29 September 2021, 3:56 PM