GERAKAN, KERJASAMA INTERNASIONAL PENCEGAHAN KORUPSI

Korupsi adalah salah satu masalah dan tantangan besar yang dihadapi oleh masyarakat internasional pada saat ini. Korupsi tidak hanya mengancam pemenuhan hak-hak dasar manusia dan menyebabkan macetnya demokrasi dan proses demokratisasi, namun juga mengancam pemenuhan hak asasi manusia, merusak lingkungan hidup, menghambat pembangunan dan meningkatkan angka kemiskinan jutaan orang di seluruh dunia.

Keinginan masyarakat internasional untuk memberantas korupsi dalam rangka mewujudkan pemerintahan yang lebih baik, lebih bersih dan lebih bertanggung-jawab sangat besar. Keinginan ini hendak diwujudkan tidak hanya di sektor publik namun juga di sektor swasta. Gerakan ini dilakukan baik oleh organisasi internasional maupun Lembaga Swadaya Internasional (International NGOs). Berbagai gerakan dan kesepakatan- kesepakatan internasional ini dapat menunjukkan keinginan masyarakat internasional untuk memberantas korupsi. Gerakan masyarakat sipil (civil society) dan sektor swasta di tingkat internasional patut perlu diperhitungkan, karena mereka telah dengan gigih berjuang melawan korupsi yang membawa dampak negatif rusaknya perikehidupan umat manusia.

Menurut Jeremy Pope, agar strategi pemberantasan korupsi berhasil, penting sekali melibatkan masyarakat sipil. Upaya apapun yang dilakukan untuk mengembangkan strategi anti korupsi tanpa melibatkan masyarakat sipil akan sia-sia karena umumnya negara yang peran masyarakat sipilnya rendah, tingkat korupsinya akan tinggi (Pope: 2003).

Ada berbagai macam gerakan atau kerjasama internasional untuk memberantas korupsi. Gerakan dan kerjasama ini dilakukan baik secara internasional melalui Perserikatan Bangsa-Bangsa, kerjasama antar negara, juga kerjasama oleh masyarakat sipil atau Lembaga Swadaya Internasional (International NGOs). Sebagai lembaga pendidikan, universitas merupakan bagian dari masyarakat sipil yang memiliki peran stategis dalam mengupayakan pemberantasan korupsi.

 

A.     GERAKAN ORGANISASI INTERNASIONAL

1.       Perserikatan Bangsa-Bangsa (United Nations)

Setiap 5 (lima) tahun, secara regular Perserikatan Bangsa-Bangsa (United Nations) menyelenggarakan Kongres tentang Pencegahan Kejahatan dan Perlakuan terhadap Penjahat atau sering disebut United Nation Congress on Prevention on Crime and Treatment of Offenders. Pada kesempatan pertama, Kongres ini diadakan di Geneva pada tahun 1955. Sampai saat ini kongres PBB ini telah terselenggara 12 kali. Kongres yang ke-12 diadakan di Salvador pada bulan April 2010. Dalam Kongres PBB ke-10 yang diadakan di Vienna (Austria) pada tahun 2000, isu mengenai Korupsi menjadi topik pembahasan yang utama. Dalam introduksi di bawah tema International Cooperation in Combating Transnational Crime: New Challenges in the Twenty-first Century dinyatakan bahwa tema korupsi telah lama menjadi prioritas pembahasan. Untuk itu the United Nations Interregional Crime and Justice Research Institute (UNICRI) telah dipercaya untuk menyelenggarakan berbagai macam workshop dalam rangka mempersiapkan bahan-bahan dalam rangka penyelenggaraan Kongres PBB ke-10 yang diadakan di Vienna tersebut.

Dalam resolusi 54/128 of 17 December 1999, di bawah judul “Action against Corruption”, Majelis Umum PBB menegaskan perlunya pengembangan strategi global melawan korupsi dan mengundang negara-negara anggota PBB untuk melakukan review terhadap seluruh kebijakan serta peraturan perundang-undangan domestik masing-masing negara untuk mencegah dan melakukan kontrol terhadap korupsi.

Pemberantasan korupsi harus dilakukan dengan pendekatan multi-disiplin (multi- disciplinary approach) dengan memberikan penekanan pada aspek dan dampak buruk dari korupsi dalam berbagai level atau tingkat. Pemberantasan juga dilakukan dengan mengeluarkan kebijakan pencegahan korupsi baik tingkat nasional maupun internasional, mengembangkan cara atau praktek pencegahan serta memberikan contoh pencegahan korupsi yang efektif di berbagai negara. Beragam rekomendasi baik untuk pemerintah, aparat penegak hukum, parlemen (DPR), sektor privat dan masyarakat sipil (civil-society) juga dikembangkan.

Pelibatan lembaga-lembaga donor yang potensial dapat membantu pemberantasan korupsi harus pula terus ditingkatkan. Perhatian perlu diberikan pada cara-cara yang efektif untuk meningkatkan resiko korupsi atau meningkatkan kemudahan menangkap seseorang yang melakukan korupsi. Kesemuanya harus disertai dengan a) kemauan politik yang kuat dari pemerintah (strong political will); b) adanya keseimbangan kekuasaan antara badan legislatif, eksekutif dan peradilan; c) pemberdayaaan masyarakat sipil; serta d) adanya media yang bebas dan independen yang dapat memberikan akses informasi pada publik.

Dalam Global Program against Corruption dijelaskan bahwa korupsi dapat diklasifikasi dalam berbagai tingkatan. Sebagai contoh korupsi dapat dibedakan menjadi petty corruption, survival corruption, dan grand corruption. Dengan ungkapan lain penyebab korupsi dibedakan menjadi corruption by need, by greed dan by chance. Korupsi dapat pula dibedakan menjadi ‘episodic’ dan ‘systemic’ corruption. Masyarakat Eropa menggunakan istilah ‘simple’ and ‘complex’ corruption. Menurut tingkatan atau level-nya korupsi juga dibedakan menjadi street, business dan top political and financial 🔑corruption. Dalam membahas isu korupsi, perhatian juga perlu ditekankan pada proses supply dan demand, karena korupsi melibatkan setidaknya 2 (dua) pihak. Ada pihak yang menawarkan pembayaran atau menyuap untuk misalnya mendapatkan pelayanan yang lebih baik atau untuk mendapatkan kontrak dan pihak yang disuap.

Dinyatakan dalam Kongres PBB ke-10 bahwa perhatian perlu ditekankan pada apa yang dinamakan Top-Level Corruption. Berikut dapat dilihat pernyataan tersebut:

Top-level corruption is often controlled by hidden networks and represents the sum of various levels and types of irregular behavior, including abuse of power, conflict of interest, extortion, nepotism, tribalism, fraud and corruption. It is the most dangerous type of corruption and the one that causes the most serious damage to the country or countries involved. In developing countries, such corruption may undermine economic development through a number of related factors: the misuse or waste of international aid; unfinished development projects; discovery and replacement of corrupt politicians, leading to political instability; and living standards remaining below the country’s potential (Tenth United Nations Congress on the Prevention of Crime and the Treatment of Offenders, Vienna, 10-17 April 2000).

Melihat pernyataan di atas, masyarakat internasional menganggap bahwa top-level corruption adalah jenis atau tipe korupsi yang paling berbahaya. Kerusakan yang sangat besar dalam suatu negara dapat terjadi karena jenis korupsi ini. Ia tersembunyi dalam suatu 

network atau jejaring yang tidak terlihat secara kasat mata yang meliputi penyalahgunaan kekuasaan, konflik kepentingan, pemerasan, nepotisme, tribalisme, penipuan dan korupsi. Tipe korupsi yang demikian sangat mempengaruhi perkembangan ekonomi suatu negara, terutama negara berkembang. Dalam realita, di beberapa negara berkembang, bantuan- bantuan yang diperoleh dari donor internasional berpotensi untuk dikorupsi misalnya tidak selesainya atau tidak sesuainya proyek yang dilakukan dengan dana dari donor internasional. Akibat korupsi, standar hidup masyarakat di negara-negara berkembang juga sangat rendah.


Last modified: Wednesday, 29 September 2021, 4:27 PM