Pasal 12

•  Pasal 12

‘Setiap orang yang melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 419, Pasal 420, Pasal 423, Pasal 425, atau Pasal 435 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah)”. (UU No. 31 Tahun 1999).

“Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah):

a. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya;

b. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya;

c. hakim yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili;

d. seseorang yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan ditentukan menjadi advokat untuk menghadiri sidang pengadilan, menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut untuk mempengaruhi nasihat atau pendapat yang akan diberikan, berhubung dengan perkara yang diserahkan kepada pengadilan untuk diadili;

e. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri;

f. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan tugas, meminta, menerima, atau memotong pembayaran kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara yang lain atau kepada kas umum, seolah-olah pegawai negeri atau penyelenggara negara yang lain atau kas umum tersebut mempunyai utang kepadanya, padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan utang;

g. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan tugas, meminta atau menerima pekerjaan, atau penyerahan barang, seolah-olah merupakan utang kepada dirinya, padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan utang;

h. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan tugas, telah menggunakan tanah negara yang di atasnya terdapat hak pakai, seolah-olah sesuai dengan peraturan perundangundangan, telah merugikan orang yang berhak, padahal diketahuinya bahwa perbuatan tersebut bertentangan dengan peraturan perundangundangan; atau

i. pegawai negeri atau penyelenggara negara baik langsung maupun tidak langsung dengan sengaja turut serta dalam pemborongan, pengadaan, atau persewaan, yang pada saat dilakukan perbuatan, untuk seluruh atau sebagian ditugaskan untuk mengurus atau mengawasinya. (UU No. 20 Tahun 2001).

Tindak pidana korupsi yang diatur dalam Pasal 12 adalah tindak pidana korupsi yang secara terbatas hanya dapat diterapkan kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara sebagai subjek hukum tindak pidana korupsi yang dapat dimintai pertanggungjawaban pidana. Serupa dengan Pasal 11, pegawai negeri atau penyelenggara negara pada prinsipnya dilarang menerima hadiah atau janji, yang dalam Pasal 12 ini secara khusus diatur sebagai perbuatan menerima hadiah atau janji karena berbagai alasan, termasuk dengan cara memaksa seperti seorang pegawai negeri yang telah memperlambat pengurusan suatu ijin-ijin, seorang pejabat yang menerima pemberian dari seseorang karena telah meloloskan seseorang yang tidak memenuhi syarat rekrutmen pegawai, pemberian hadiah atau janji yang diberikan untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili. Meski sang hakim tidak terpengaruh dalam memeriksa perkara tersebut, ia tetap tidak boleh menerima pemberian atau janji yang ia tahu bertujuan mempengaruhinya. Atau eorang advokat tidak boleh menerima pemberian atau janji bila ia mengetahui bahwa pemberian atau janji itu diberikan agar ia melakukan pembelaan yang bertentangan dengan hukum atau demi kepentingan orang yang dibelanya semata, atau pegawai negeri memperlambat urusan administratif seperti KTP, maksudnya agar orang yang sedang mengurus memberikan sejumlah uang.


Terakhir diperbaharui: Tuesday, 7 December 2021, 22:40