15.1 Pengertian Penelusuran Aset dan Kerugian Keuangan Negara

1.    Penelusuran Aset (Asset Tracing)

Menurut BPKP dalam Modul Audit Forensik (2007) yang dimaksud dengan  penelusuran aset adalah merupakan suatu teknik yang digunakan oleh seorang investigator/auditor forensik dengan mengumpulkan dan mengevaluasi bukti-bukti transaksi keuangan dan non keuangan yang berkaitan dengan aset hasil perbuatan tindak pidana korupsi dan atau tindak pidana pencucian uang yang disembunyikan oleh pelaku untuk dapat diidentifikasikan, dihitung jumlahnya, dan selanjutnya agar dapat dilakukan pemblokiran/pembekuan dan penyitaan untuk pemulihan kerugian akibat perbuatan pelaku tindak pidana korupsi dan atau tindak pidana pencucian uang tersebut.

Berikut diberikan contoh  penelusuran aset oleh KPK:

a.    Sindonews.com, tanggal 27 Januari 2014 menyatakan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan ratusan aset milik Tubagus Chaeri Wardana (TCW) alias Wawan, tersangka dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dan tersangka sengketa Pemilukada Lebak,Banten. ”Asetnya di atas 100 item, KPK menemukan ada beberapa aset berupa tanah, bangunan. Di antaranya ada di Bali, Jabar (Jawa Barat), DKI Jakarta dan Banten,” ujar Juru Bicara KPK Johan Budi SP di Kantor KPK,JakartaSelatan. KPK mengaku terus melakukan penelusuran aset milik adik Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah itu. Penyidik KPK juga mengendus aset Wawan lainnya berupa barang bergerak seperti kendaraan.  KPK menjerat Wawan dengan Pasal 3 dan atau 4 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU jo Pasal 55 Ayat (1) ke-(1) KUHP. TCW juga diduga melanggar Pasal 3 Ayat 1 dan atau Pasal 6 Ayat 1 UU Nomor 15/2002 sebagaimana diubah dengann UU Nomor 25/2003 tentang TPPU jo Pasal 55 Ayat (1) ke-(1) KUHP.

b.    Kompas 29 Januari 2014, memberitakan: KPK serius memiskinkan Wawan, yang diduga sebagai tersangka tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang dengan menyita hartanya yang sudah berhasil ditelusuri berupa beberapa mobil mewah dan sepeda motor besar. Sampai saat ini penyidik KPK masih terus menelusuri aset-aset lainnya seperti bangunan,  rumah dan  tanah.

2.      Kerugian Negara

a.      Menurut Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara, memberikan definisi tentang  kerugian negara/ daerah yaitu dalam  Pasal 1 ayat (22) Undang-undang ini berbunyi: Kerugian Negara/Daerah adalah kekurangan uang, surat berharga, dan barang, yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai.

b.      Pengertian kerugian negara (BPK RI:1983) adalah berkurangnnya kekayaan negara yang disebabkan oleh sesuatu tindakan melanggar hukum/ kelalaian seseorang dan/atau disebabkan suatu keadaan di luar dugaan dan di luar kemampuan manusia (force majeure).

c.       Kerugian Keuangan Negara menurut Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi terdapat dalam pasal 2-3 sebagai berikut:

Pasal 2

1)  Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidanakan dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp.1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).

2) Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan.

       Pasal 2 ayat (1) Yang dimaksud dengan “secara melawan hukum” dalam pasal ini mencakup perbuatan melawan hukum dalam arti formil maupun dalam arti materiil, yakni meskipun perbuatan tersebut tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan, namun apabila perbuatan tersebut dianggap tercela karena tidak sesuai dengan rasa keadilan atau norma-norma kehidupan sosial dalam masyarakat, maka perbuatan tersebut dapat dipidana. Dalam keadaan tertentu, kata “dapat” sebelum frasa “merugikan keuangan atau perekonomian negara” menunjukan bahwa tindak pidana korupsi merupakan delik formil, yaitu ada tidaknya tindak pidana korupsi cukup dengan dipenuhinya unsur-unsur perbuatan yang sudah dirumuskan bukan dengan timbulnya akibat.

Pasal 2 ayat (2) yang dimaksud dengan “keadaan tertentu” dalam ketentuan ini adalah keadaan yang dapat dijadikan alasan pemberatan pidana bagi pelaku tindak pidana korupsi, yaitu apabila tindak pidana tersebut dilakukan terhadap dana-dana yang diperuntukkan bagi penanggulangan keadaan bahaya, bencana alam nasional, penanggulangan akibat kerusuhan sosial yang meluas, penanggulangan krisis ekonomi dan moneter, dan penanggulangan tindak pidana korupsi.

Pasal 3

Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1(satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah). Undang-undang memberikan penjelasan sebagai berikut:.

Pasal 3 Kata “dapat” dalam ketentuan ini diartikan sama dengan penjelasan Pasal 2. Perumusan dalam pasal-pasal di atas berkenaan dengan kerugian keuangan dan perekonomian negara, sangat tegas. Perumusannya menggunakan frasa potensi (“dapat”) terjadi.


Last modified: Sunday, 16 January 2022, 11:31 PM