15.4. PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN

Krisis global yang sebagian diakibatkan oleh laju pembangunan yang demikian cepat akhirnya disadari setelah konsep pembangunan diterapkan sekitar 30 tahun. Hal ini dipikirkan dan dicari solusinya pada konferensi lingkungan hidup sedunia di Stockholm, Swedia pada bulan Juni 1972. Konferensi ini telah menghasilkan pemahaman tentang pentingnya pengelolaan lingkungan hidup melalui suatu komitmen global yang diarahkan untuk menangani masalah lingkungan akibat peningkatan kegiatan manusia. Buku „Our Common Future‟ yang kemudian diterbitkan pada akhir 1970-an merupakan refleksi dari kekhawatiran akan krisis global tersebut. 


Konferensi Stockholm mendiskusikan masalah pembangunan dan lingkungan hidup dan telah mengkaji ulang pola pembangunan yang selama itu cenderung merusak bumi. Konferensi telah menekankan perlunya langkah-langkah menekan laju pertumbuhan penduduk, menghapuskan kemiskinan, menghilangkan kelaparan di negara berkembang (KLH, 2005). Di tingkat nasional, Pemerintah Indonesia mengadopsi pemahaman atas permasalahan ini dengan menugaskan Menteri Negara Pengawasan Pembangunan dan Lingkungan Hidup (MenPPLH) di dalam Kabinet Pembangunan III.


Setelah tonggak bersejarah pada Konferensi Stockholm, dua puluh tahun kemudian dilakukan kembali pembicaraan untuk mengevaluasi masalah lingkungan pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) di Rio de Janeiro Brazil pada tahun 1992. United Nations Conference on Environment and Development (UNCED) kemudian menghasilkan Deklarasi Rio, Agenda 21, Konvensi Keanekaragaman Hayati (UNCBD), Kerangka Konvensi Perubahan Iklim (UNFCCC), dan prinsip-prinsip Pengelolaan Hutan Berkelanjutan. Komitmen internasional untuk mengelola lingkungan hidup terus dikumandangkan dalam berbagai acara internasional seperti pada World Summit on Sustainable Development (WSSD) pada tahun 2002 setelah 10 tahun KTT Rio. 


Salah satu hasil yang paling terkenal dari berbagai pembahasan internasional tersebut adalah konsep pembangunan berkelanjutan (sustainable development) yang dihasilkan oleh World Commission on Environment and Development (WCED). Pembangunan berkelanjutan menurut definisi WCED adalah upaya untuk memenuhi kebutuhan generasi masa kini tanpa mengorbankan kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka: 


Development that meets the needs of the present without compromising the ability of the future generations to meet theirs own needs”(Brundtland et. al. 1987). 


Pembangunan berkelanjutan dapat diartikan sebagai upaya sadar dan terencana yang memadukan lingkungan hidup termasuk sumber daya ke dalam proses pembangunan, untuk menjamin kemampuan, kesejahteraan dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan. Namun demikian, tidak kurang ahli dan kritikus yang memiliki perbedaan pandangan terhadap konsep pembangunan berkelanjutan ini. Konsep ini dipandang “... sebagai cara untuk memacu model kapitalis Barat, ...” (Mitchel dkk., 2003. 3736). Bagi mereka, pembangunan akan tetap menguntungkan negara-negara maju dan meninggalkan negara berkembang karena keduanya memiliki tingkat pembangunan yang berbeda.


Dari sisi positif, konsep pembangunan berkelanjutan dikembangkan karena kecemasan akan semakin merosotnya kemampuan bumi khususnya sumber daya alam dan ekosistem untuk menyangga kehidupan. Hal ini terjadi karena ledakan jumlah penduduk yang tinggi, meningkatnya aktivitas manusia dan intensitas eksploitasi sumber daya alam, yang diiringi dengan meningkatnya limbah yang dilepaskan ke alam sehingga mengganggu keseimbangan ekosistem. Apabila semua kecenderungan tersebut diabaikan atau bahkan semakin dipacu, maka bisa dipastikan kehidupan manusia dan segala isi dunia akan terancam keberlanjutannya (KLH dan UNDP, 2000). 


Pembangunan berkelanjutan memadukan lingkungan hidup termasuk sumber daya alam terbaharui (renewable resources) dan sumber daya alam tak terbaharui (nonrenewable resources) ke dalam proses pembangunan dengan pendekatan ekosistem dan daya dukung lingkungannya. Agar pembangunan berkelanjutan dapat terlaksana maka setiap upaya kegiatan pembangunan di suatu wilayah harus mempertimbangkan daya dukung suatu  ekosistem atau wilayah. Daya dukung suatu wilayah merupakan fungsi dari pengembangan sumber daya manusia, sumber daya buatan dan sumber daya alam serta ekosistemnya.




Terakhir diperbaharui: Saturday, 16 January 2021, 20:07