1.5. KEBIJAKAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

Konsep pembangunan berkelanjutan pada tingkat nasional harus dilihat dari konsep pembangunan yang tertuang dalam Pembukaan Undang Undang 1945 (UUD 45) bahwa tujuan negara adalah untuk “… memajukan kesejahteraan umum”. Hal ini dijelaskan kemudian dalam UUD 45, Pasal 33 ayat (3) yang menyebutkan bahwa “Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.”


Konsep pembangunan berkelanjutan pada tingkat nasional harus dilihat dari konsep pembangunan yang tertuang dalam Pembukaan Undang Undang 1945 (UUD 45) bahwa tujuan negara adalah untuk “… memajukan kesejahteraan umum”. Hal ini dijelaskan kemudian dalam UUD 45, Pasal 33 ayat (3) yang menyebutkan bahwa “Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.”


Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 (UU No. 23 Tahun 1997) tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (penyempurnaan dari UU No. 4 Tahun 1982) memberikan landasan hukum yang mengikat untuk mengelola lingkungan hidup. Pelaksanaan undang-undang tersebut merupakan jaminan bahwa kekayaan alam harus dimanfaatkan generasi masa kini tanpa mengurangi hak generasi mendatang untuk memanfaatkannya. Eksploitasi sumber daya alam harus dilakukan secara terencana dan tidak berlebihan. 


Pelaksanaan pengelolaan lingkungan diserahkan pengaturan dan pengawasannya kepada institusi khusus di Indonesia yang berkembang mengikuti pasang surut situasi politik di Indonesia. Didorong oleh Konferensi Stockholm 1972, pemerintah membentuk panitia interdepartemental yang disebut dengan Panitia Perumus dan Rencana Kerja Bagi Pemerintah di Bidang Lingkungan Hidup guna merumuskan dan mengembangkan rencana kerja di bidang lingkungan hidup pada tahun 1972 (KLH, 2005). Panitia ini merumuskan program kebijaksanaan lingkungan hidup dalam GBHN 1973-1978. 


Keputusan Presiden Nomor 27 Tahun 1975 membentuk Panitia Inventarisasi dan Evaluasi Kekayaan Alam dan penyusunan Rancangan Undang Undang (RUU) Lingkungan hidup (KLH, 2005). Lembaga Menteri Negara Pengawasan Pembangunan dan Lingkungan Hidup (MENPPLH) dibentuk tahun 1978 dengan tugas pokok mengkoordinasikan pengelolaan lingkungan hidup. Dilanjutkan dengan pembentukan Biro Kependudukan dan Lingkungan Hidup di Daerah Tingkat I. Periode PPLH ini mulai memberlakukan UU No. 4 Tahun 1982: Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup. 


Pada tahun 1983 telah dibentuk Kantor Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup (Kantor MENKLH) melalui Keppres No. 25 Tahun 1983. Pembentukan institusi ini menunjukkan pengelolaan lingkungan yang dikaitkan dengan pengendalian penduduk. Peraturan Pemerintah (PP) di bidang lingkungan hidup yang pertama kali disusun dalam periode ini adalah PP No. 29 Tahun 1986 tentang AMDAL. Adalah suatu titik puncak perkembangan institusi lingkungan ketika pada tahun 1990 dibentuk Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (Bapedal) melalui Keppres No. 23 Tahun 1990.


Bapedal merupakan badan yang bertugas melaksanakan pemantauan dan pengendalian kegiatan-kegiatan pembangunan yang berdampak penting terhadap lingkungan hidup. Bapedal mengambil contoh dari Environmental Protection Agency (EPA) di Amerika Serikat yang memiliki kewenangan sangat luas dalam pemantauan dan pengendalian dampak lingkungan atau perlindungan lingkungan. 


Dalam perkembangannya, MENKLH kemudian difokuskan kepada penanganan masalah lingkungan hidup dengan pembentukan institusi Menteri Negara Lingkungan Hidup (MENLH) pada tahun 1993. Perkembangan ini menunjukkan adanya pemisahan pengelolaan aspek kependudukan dari masalah lingkungan hidup. Perkembangan politik selanjutnya terjadi pada tahun 2002, yaitu penggabungan fungsi Bapedal ke dalam Kantor MENLH. Dengan kata lain, institusi Bapedal dibubarkan dan seluruh fungsinya dilebur ke dalam fungsi Kementerian Lingkungan Hidup (KLH).


Pembahasan mengenai kebijakan lingkungan hidup akan sangat tergantung pada suatu periode pemerintahan. Oleh sebab itu pembahasan kebijakan pengelolaan lingkungan hidup ini dibatasi pada periode pemerintahan 2005 – 2009 di mana peran sentral berada pada KLH dan beragam bentuk institusi pengelola lingkungan di pemerintah daerah baik di propinsi atau di kabupaten/kota (Bapedal, BPLHD, Kantor LH, Dinas LH). Pada tingkat nasional, saat ini pengelolaan lingkungan hidup ditangani oleh KLH melalui tujuh unit eselon satu setingkat Deputi Menteri. KLH memiliki visi sebagai berikut. 

“Terwujudnya perbaikan kualitas fungsi lingkungan hidup melalui Kementerian Negara Lingkungan Hidup sebagai institusi yang handal dan proaktif untuk mencapai pembangunan berkelanjutan melalui penerapan prinsip-prinsip Good Environmental Governance, guna meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia” (Kementerian Negara Lingkungan Hidup, 2005). 

Terlihat sekali lagi bahwa salah satu titik fokus pengelolaan lingkungan adalah masalah pembangunan yang digiring kepada pembangunan yang berkelanjutan. Untuk mencapai visi tersebut KLH memiliki beberapa misi sebagai berikut.

  1. Mewujudkan kebijakan pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup guna mendukung tercapainya pembangunan berkelanjutan.
  2. Membangun koordinasi dan kemitraan para pemangku kepentingan dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan hidup secara efisien, adil dan berkelanjutan.
  3. Mewujudkan pencegahan kerusakan dan pengendalian pencemaran sumber daya alam dan lingkungan hidup dalam rangka pelestarian fungsi lingkungan hidup.


Gambar 1.1. Skema Visi Kementerian Lingkungan Hidup Periode 2005 – 2009 

Secara integratif, institusi KLH digambarkan dalam “Rumah Kementerian Negara Lingkungan Hidup”, yang setiap komponen diberikan makna sebagai berikut (Kementerian Negara Lingkungan Hidup, 2005): 

  1. Pelangi menggambarkan visi KLH, yang memberikan makna kualitas dan kelestarian lingkungan hidup yang dapat menjadi penyangga kehidupan.
  2. Atap sebagai acuan dasar atau payung yang telah ditetapkan dalam bentuk agenda pembangunan nasional untuk tahun 2005 – 2009. 
  3. Sepasang tiang penyangga mewakili aspek internal dan eksternal lembaga. Bahwa dalam menjalankan Tugas Pokok dan Fungsi KLH senantiasa harus menjaga dan mengembangkan kemampuan lembaga dalam menghasilkan kinerja prima, dalam memberikan nilai tambah optimal bagi pemangku kepentingan dan masyarakat.
  4. Lantai memberikan makna dasar-dasar nilai inti budaya organisasi, yaitu: jujur, peduli, profesional, proaktif, inovatif. Nilai-nilai ini harus menjadi landasan bagi setiap insan KLH dalam mengemban tugas dan tanggung jawabnya.
  5. Batu fondasi mencerminkan fungsi-fungsi dalam KLH yang senantiasa berkoordinasi dan terintegrasi, untuk menjalankan mandat dan penugasan yang telah ditetapkan dalam Peraturan Presiden nomor 10 Tahun 2005 tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I Kementerian Negara Republik Indonesia.

Landasan fondasi (tanah) menggambarkan penguatan kelembagaan yang dijalankan secara berkelanjutan dan instrumen pendukung perlindungan lingkungan hidup dengan tetap mengacu pada Good Environmental Governance. Berikut adalah beberapa program unggulan KLH di mana AMDAL merupakan salah satu program unggulan yang memiliki posisi cukup penting dalam program KLH.

  1. Pengendalian pencemaran. 
  2. Penyediaan fasilitas pengelolaan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) secara terpadu
  3. PROPER, program penilaian peringkat kinerja perusahaan.



Last modified: Monday, 12 October 2020, 1:39 PM