9.4. Dampak terhadap Siklus Hidrologi

Sirkulasi air di bumi dan atmosfer merupakan siklus hidrologi. Sejumlah air baru akan ditambahkan ke dalam sistem ketika air dalam batuan keluar bersama  dengan batuan dari gunung berapi. Molekul air  memisahkan diri pada lapisan atmosfer, sehingga  beberapa ion hidrogen terlepas ke luar angkasa. Meskipun begitu, jumlah total air di bumi  tetap saja sama, 97% dari seluruh jumlah air di bumi adalah air yang terdapat di laut  dan  samudera. 2%  adalah air yang berasal dari  salju di kutub dan gleyser dan hanya 1% saja yang berasal dari sungai, air tanah dan uap air. 

Penguapan air yang berasal dari laut, sungai, danau, tumbuhan dan lapisan tanah, menambah kelembaban di udara. Ketika  kelembaban di udara tinggi maka air mengalami kondensasi menjadi  butiran air atau kristal es. Jika ini berlangsung lama  maka akan terjadilah hujan. Sebagian dari butiran air tersebut akan menguap,  air hujan akan  jatuh di pepohonan dan sisanya mencapai tanah. Butiran air yang mencapai tanah itulah yang akan menguap (Anderson,1993). 


Jumlah air di dalam tanah terus bertambah sebagian akan mengalir ke sungai maupun danau  dan akhirnya akan kembali lagi ke laut. Penguapan yang terjadi inilah yang akan melengkapi siklus hidrologi itu.  Penyerapan air ke dalam tanah (infiltrasi) di gunakan untuk menambah kelembaban tumbuhan dan  menambah air tanah. Dengan bantuan kapilaritas tanah, air yang berada di dalam tanah akan mengalami penguapan.  Air tanah pada akhirnya akan terbawa ke  sungai, danau dan laut.  Air yang terdapat  di udara didaur ulang setiap dua minggu. Semua air yang terdapat di  bumi dan udara membutuhkan waktu sekitar 4000 tahun untuk dapat di daur ulang (Anderson,1993).  

Penguapan yang terjadi pada tumbuhan dinamakan transpirasi. Air  masuk melalui akar  tumbuhan terus mengalir ke batang tumbuhan dan mengalami penguapan pada permukaan daun. Proses transpirasi berhubungan dengan  siklus mineral  karena banyak unsur mineral yang  memasuki sistem kehidupan melalui  akar tumbuhan.  Tumbuhan yang berada di daerah gurun beradaptasi dengan lingkungannya  dengan memiliki permukaan daun yang sempit dan permukaan daun yang tebal untuk mengurangi  penguapan. Proses hilangnya air pada  lahan tumbuhan sering disebut evapotranspirasi karena sulit untuk memisahkan ukuran penguapan dan transpirasi. 

a. Air Tanah

Air Hujan  merembes ke dalam tanah terus ke dalam hingga  mencapai lapisan batuan atau bahan-bahan lain yang kedap air sehingga air tidak dapat melewatinya. Tanah liat pada waktu basah cenderung menjadi mengembang dan kedap air. Dengan merembesnya air hujan ke dalam tanah, menambah jumlah air dalam tanah. Permukaan tanah tempat keluarnya air tersebut disebut groundwater table. Air tanah akan keluar pada bagian tanah yang baik. Ketika lapisan yang kedap air tadi tertahan di permukaan tanah (seperti yang terjadi di sisi bukit) akan menimbulkan mata air (springs). 

Air tanah mengalir di dalam lereng-lereng bukit di bawah permukaan kedap air (imprevious rock or clay) tetapi alirannya lebih lambat jika dibandingkan aliran air di permukaan tanah terkadang hanya beberapa meter per tahun. Daerah yang dipenuhi dengan air disebut aguifer. Air tanah ini mengalir di antara 2 lapisan kedap air, aliran ini sama seperti aliran dalam pipa. Massa air pada dataran yang lebih tinggi memberikan tekanan pada aliran air di bawahnya. Jika diubah ke bentuk yang baik, tekanan air yang tinggi dari dalam tanah dapat menimbulkan air artesis. 

b. Sungai

Sungai mempunyai fungsi mengumpulkan curah hujan  dalam suatu daerah tertentu dan mengalirkan ke laut. Daerah tertentu tersebut di istilahkan dengan daerah aliran sungai (DAS) yang di definisikan sebagai daerah tempat presipitasi berkosentrasi ke sungai. Menurut peraturan pemerintah nomor 22 tahun 1982, Daerah pengaliran sungai adalah kesatuan wilayah tata air yang terbentuk secara alamiah dimana air meresap dan atau mengalir melalui sungai dan anak-anak sungai yang bersangkutan. Wilayah sungai adalah kesatuan wilayah tata pengairan sebagai pengembangan satu atau lebih daerah pengaliran sungai (Praswoto,2002).

Menurut Sosrodarsono dan Takeda,1983 (dalam Praswoto,2002) debit aliran sungai dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor secara bersamaan, yang dapat di bedakan dalam dua kelompok, yaitu : 

  1. Elemen-elemen meteorologi (jenis presipitasi, intensitas curah hujan, lamanya curah hujan, distribusi curah hujan dalam DAS, arah pergerakan curah hujan, curah hujan terdahulu dan pengaruh iklim lainnya). Elemen-elemen daerah pengaliran (penggunaan lahan, jenis tanah, luas dan karakteristik DAS).Berdasarkan kondisi lapisan pembatas pada bagian atasnya, air tanah dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu :  Air tanah bebas (unconfined ground water) dibagian atas dibatasi suatu water table dan bertekanan sebesar satu atmosfer 
  2. Air tanah tertekan (confined ground water), dibatasi dibagian atas oleh suatu lapisan kedap air dan mempunyai tekanan lebih dari satu atmosfer. 


c. Sumber Dampak pada Hidrologi 

Kegiatan pembangunan yang dapat menimbulkan dampak terhadap siklus hidrologi antara lain adalah yang bersifat: 

  1. Merubah tataguna lahan atau vegetasi penutup lahan (misalnya pembukaan wilayah hutan, konservasi areal sawah menjadi kawasan industri, dsb) 
  2. Merubah bentang alam atau sistem topografi lahan (misalnya pekerjaan gusur-timbun) 
  3. Merubah pola drainase, baik sistem drainase permukaan maupun bawah permukaan (misalnya pembangunan bendungan, saluran, jalan) 
  4. Memanfaatkan (eksploitasi) sumber air (air tanah, sungai, mata air, danau, waduk, dan sebagainya)  

Parameter Hidrologi 

Pada setiap kajian dan upaya pendayagunaan sumber air, maka ada 3 kriteria utama tentang tata air yang harus diperhatikan, yaitu :

a. Debit aliran 

b. Elevasi/tekanan (Head) muka air 

c. Kualitas air  

 

Pola Drainase 

Pengamatan pola drainase di lakukan pada areal proyek yang terkena pekerjaan gusur timbun (misalnya : pembuatan jalan, saluran, reservoir, dsb), melalui survei lapang dengan bantuan peta topografi yang tersedia. Dari pengamatan ini akan diperoleh gambaran kualitatif (deskriptif) dari perubahan pola drainase dan perubahan karakteristik daerah pengaliran yang bersangkutan. 


Debit Sungai 

Metode pendugaan dampak yang timbul pada debit sungai (aliran permukaan) sangat di tentukan oleh jenis dan kelengkapan data yang tersedia. Berikut ini disajikan beberapa alternatif metode perolehan data dan analisa data fluktuasi debit sungai :

  1. Menggunakan unit hidrograf, hasil pengamatan debit sungai dibagian hilir daerah aliran sungai. Dengan mengaitkan pada kondisi penggunaan lahan pada periode tertentu, dari data ini dapat diduga pengaruh penggunaan lahan terhadap unit hidrograf dari suatu daerah pengaliran. 
  2. Menggunakan data curah hujan pada daerah tangkapan dan debit sungai bulanan, sehingga dapat digambarkan grafik hubungan antara curah hujan – debit sungai untuk periode tertentu. Didukung oleh data penggunaan lahan pada periode yang sama, maka akan dapat dikaji kecenderungan perubahan aliran permukaan yang akan dan telah terjadi pada DAS tertentu. 
  3.  Menduga nilai koefisien pengaliran (ratio jumlah limpasan terhadap jumlah curah hujan). Cara pendugaan ini didasarkan pada perhitungan nilai koefisien (C) pengaliran yang mengacu pada daftar nilai C yang telah ada sesuai dengan kondisi tanah dan jenis penutupan lahan
  4.  Menduga nilai koefisien pengaliran (ratio jumlah limpasan terhadap jumlah curah hujan). Cara pendugaan ini didasarkan pada perhitungan nilai koefisien (C) pengaliran yang mengacu pada daftar nilai C yang telah ada sesuai dengan kondisi tanah dan jenis penutupan lahan
  5. Menduga besarnya aliran permukaan dengan analisa keseimbangan air pada daerah aliran sungai. Untuk ini diperlukan data sifat fisik tanah dan data iklim yang representatif. 
  6. Mengacu dan hasil simulasi yang telah dilakukan penelitiannya pada daerah aliran sungai tertentu diluar daerah studi. 
  7. Mengukur debit sesaat, baik secara langsung maupun tidak langsung. 

Terakhir diperbaharui: Wednesday, 16 December 2020, 09:38