2.1. SEJARAH HUKUM PERSAINGAN USAHA DI DUNIA

1. AMERIKA SERIKAT
         Berbagai nama telah diberikan terhadap aturan hukum yang menjadi dasar terselenggarannya
persaingan usaha yang sehat. Pada tahun 1890, atas inisiatif senator John Sherman dari partai Republik, Kongres Amerika Serikat mengesahkan undang-undang dengan judul “Act to Protect Trade and Commerce Againts Unlawful Restraints and Monopolies”, yang lebih dikenal dengan Sherman Act disesuaikan dengan nama penggagasnya.
         Akan tetapi, di kemudian hari muncul serangkaian aturan perundang-undangan sebagai

perubahan atau tambahan untuk memperkuat aturan hukum sebelumnya. Kelompok aturan

perundang-undangan tersebut diberi nama
“Antitrust Law”, karena pada awalnya aturan hukum
tersebut ditujukan untuk mencegah pengelompokan kekuatan industri-industri yang membentuk
“trust” (gabungan beberapa perusahaan) untuk memonopoli komoditi strategis dan menyingkirkan para pesaing lain yang tidak tergabung dalam trust tersebut. Antitrust law terbukti dapat mencegah pemusatan kekuatan ekonomi pada sekelompok perusahaan sehingga perekonomian lebih tersebar membuka kesempatan usaha bagi para pendatang baru, serta memberikan perlindungan hukum bagi. Terselenggaranya proses persaingan yang berorientasi pada mekanisme pasar.

2. JEPANG

Pada tanggal 14 April 1947, Majelis Nasional (Diet) Jepang mengesahkan undang-undang yang diberinama “Act Concerning Prohibition of Private Monopoly and Maintenance of Fair Trade” (Act No. 54 of 14 April 1947). Nama lengkap aslinya adalah Shiteki Dokusen no Kinshi Oyobi Kosei Torihiki no Kakuho ni Kansuru Horitsu, namun nama yang panjang disingkat menjadi Dokusen Kinshi Ho. Dengan berlakunya undang-undang tersebut, beberapa raksasa industri di Jepang terpaksa direstrukturisasi dengan memecah diri menjadi perusahaan yang lebih kecil. Raksasa industri seperti Mitsubishi Heavy Industry dipecah menjadi tiga perusahaan, sedangkan The Japan Steel Corp dipecah menjadi dua industri yang terpisah. Meskipun dalam era pemberlakuan Dokusen Kinshi Ho, sempat terjadi gelombang merger (penggabungan), namun Industrial Structure Council, sebuah lembaga riset industri di bawah Kementerian Perdagangan dan Industri (MITI) secara berkala menerbitkan laporan praktik dagang yang tidak adil dan bersifat antipersaingan, baik yang dilakukan oleh perusahaan Jepang maupun oleh mitra dagangnya di luar negeri.

3. KOREA SELATAN

Pada tanggal 31 Desember 1980, Korea Selatan mengundangkan Undang-Undang No. 3320 yang diberi nama “The Regulation of Monopolies and Fair Trade Act”. Melalui Dekrit Presiden yang dikeluarkan tanggal 1 April 1981, undang-undang tersebut diberlakukan. Sekurang-kurangnya sudah tujuh kali dilakukan amandemen terhadap undang-undang yang awalnya terdiri atas 62 pasal tersebut. Korea Selatan sekarang merupakan sebuah kekuatan ekonomi yang di-perhitungkan dunia, karena pengelolaan perekonomian yang berorientasi pada mekanisme pasar. Dibandingkan dengan negara tetangganya (Korea Utara) yang masih fanatik dengan pola perekonomian terpusat sesuai paham komunis, apa yang dicapai Korea Selatan adalah sebuah fenomena.

4. JERMAN

Sejak tahun 1909 Jerman memiliki Gesetz gegen Unlauteren Wettbewerb (UWG) (Undang-Undang Melawan Persaingan Tidak Sehat). Sesudah Perang Dunia II, terpecahnya Jerman menjadi Jerman Barat dan Timur mempengaruhi aturan hukum di bidang persaingan usaha, karena Jerman Timur sebagai negara komunis tidak memerlukan aturan hukum seperti ini, karena semua kegiatan ekonomi diatur oleh negara secara terpusat. Sebaliknya Jerman Barat di bawah Menteri Ekonomi Federal, Ludwig Erhard menerapkan sistem ekonomi sosialisme yang berorientasi pasar dan mewajibkan negara memberikan jaminan terhadap kebebasan pasar melalui aturan hukum. Dengan alasan itu, Parlemen, menyetujui diundangkannya Gesetz gegen Wettbewerbsbeschraenkungen (GWB) (Undang-Undang Antihambatan Persaingan Usaha) yang oleh para pelaku usaha di Jerman lebih suka menyebutnya dengan Cartel Act. Dengan bersatunya kembali dua Jerman tersebut maka kedua undang-undang tersebut berlaku di seluruh Jerman. Praktik kartel pasar sudah terjadi di Jerman sejak lama. Baru pada saat memburuknya hubungan ekonomi setelah kekalahan perang dunia dan adanya tekanan dari publik pembuat undang-undang akhirnya pada tahun 1923 terpaksa mengambil inisitif mengundangkan Peraturan Kartel Tahun 1923. Peraturan Kartel tersebut mengatur larangan penyalahgunaan, tetapi pada waktu itu praktis tidak berpengaruh, karena kenyataannya hanya sedikit kasus kartel yang dihadapkan dengan Peraturan Kartel 1923. Bahkan hasilnya Peraturan Kartel tersebut melalui legalisasi kartel dan legalisasi pemaksaan organisasi melawan pihak luar gerakan kartel di Jerman tidak dapat dihentikan, tetapi sebaliknya semakin dituntut melakukan kartelisasi. Organisasi ekonomi Jerman dalam melakukan kartel secara terpaksa berdasarkan Undang-Undang Kartel Paksa Tahun 1933 (das Zwangskartellgesetz von 1933). Para negara sekutu baru pada tahun 1947 memperkenalkan Undang-Undang Dekartelisasi di Jerman.
Konsekuensi pelaksanaannya adalah kartelisasi tidak terjadi lagi, karena diperkenalkan iklim usaha
yang baru. Sejak tahun 1950 Pemerintah Federal Jerman berusaha menghilangkan Undang-Undang Dekartelisasi negara sekutu melalui Undang-Undang Kartel Jerman di mana titik poinnya terdapat larangan kartelisasi dan pengawasan merger dan akuisisi. Baru pada tahun 1957 Gesetz gegen Wettbewerbsbeschraenkungen (GWB) (Undang-Undang Antihambatan Persaingan Usaha) berhasil diundangkan dan dinyatakan mulai berlaku sejak tanggal 1 Januari 1958. Undang-undang ini sejak diundangkan sampai sekarang sudah diamandemen tujuh kali dan telah dilakukan harmonisasi dengan hukum persaingan usaha Uni Eropa.

5. UNI EROPA

Saat ini Uni Eropa beranggotakan 27 (dua puluh tujuh) negara yang pada awalnya adalah suatu
Masyarakat
(Community) yang dibentuk dalam komunitas batu bara dan baja di Eropa (European Coal and Steel Community - ECSC) diawali oleh 6 negara anggota yaitu Perancis, Jerman, Italia, Belanda, Belgia, dan Luksemburg. Keenam negara tersebut mengambil langkah penting yang berlatar belakang antar pemerintahan (intergovernmentalism), dengan meletakkan kedaulatan yang terintegrasi lebih tinggi dari kedaulatan nasional (supranational authority) sebagai lembaga mandiri yang berkekuatan mengikat bagi para konstituen negara-negara anggotanya. Atas kesamaan kepentingan tersebut maka pada tahun 1951 ditandatanganilah perjanjian di Paris, yang dikenal sebagai ECSC Treaty atau Traktat Paris. Melalui traktat ECSC, Community mencoba melakukan pendekatan integrasi sektor ekonomi lainnya yang pada akhirnya menuju integrasi ekonomi secara menyeluruh.
Pada konferensi menteri luar negeri dari enam negara penandatangan traktat ECSC di
Mesina tahun 1955, Italia tercapai persetujuan untuk mengintegrasikan ekonomi dan terbentuklah
apa yang disebut dengan
European Atomic Energy Community - EURATOM dan Economic European Community – EEC, yang ditandatangani pada 1957 selanjutnya dikenal sebagai Traktat Roma. Tonggak penting lainnya terjadi pada 1986 dengan ditandatanganinya Single European Act - SEA yang mengarah terbentuknya pasar tunggal. Baru pada 1992 Treaty on European Union- TEU ditandatangani di Maastricht sehingga dikenal sebagai Traktat Maastricht, dan traktat ini melahirkan sebutan European Union (EU).

Last modified: Thursday, 16 March 2023, 3:42 PM