7. 1. Konsep Teori Belajar Konstruksivisme.

            Konstruktivisme adalah suatu pendekatan terhadap belajar yang berkeyakinan bahwa orang secara aktif membangun atau membuat pengetahuannya sendiri dan realitas ditentukan oleh pengalaman orang itu sendiri pula (Abimanyu, 2008: 22).

            Pembelajaran yang berciri konstruktivisme menekankan terbangunnya pemahaman sendiri secara aktif, kreatif dan produktif berdasarkan pengetahuan terdahulu dan pengalaman belajar yang bermakna (Muslich, 2007:44). Konstruktivisme adalah sebuah teori yang memberikan kebebasan terhadap manusia yang ingin belajar atau mencari kebutuhannya dengan kemampuan untuk menemukan keinginan atau kebutuhannya tersebut dengan bantuan fasilitas orang lain. Manusia untuk belajar menemukan sendiri kompetensi, pengetahuan atau teknologi dan hal yang diperlukan guna mengembangkan dirinya (Thobroni, 2015:91). Konstruktivisme (construktism) merupakan landasan berfikir pendekatan kontekstual, pengetahuan dibangun sedikit demi sedikit, hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas (sempit) dan tidak dengan tiba-tiba (Sagala, 2007: 88).

            Teori konstruktivisme dikembangkan oleh Piaget dengan nama individual cognitive constructivist theory dan Vygotsky dalam teorinya yang disebut socialcultural constructivist theory (Yaumi & Hum, 2013: 41). Menurut Suparno, paham konstruktivistik pengetahuan merupakan konstruksi (bentukan) dari orang yang mengenal sesuatu (skemata). Pengetahuan tidak bisa ditransfer dari guru kepada orang lain karena setiap orang mempunyai skema sendiri tentang apa yang diketahuinya. Pembentukan pengetahuan merupakan proses kognitif tempat terjadinya proses asimilasi dan akomodasi untuk mencapai suatu keseimbangan sehingga terbentuk suatu skema yang baru. Seseorang yang belajar berarti membentuk pengertian atau pengetahuan secara aktif dan terus – menerus. Konstruksi berarti bersifat membangun.

             Dalam konteks filsafat pendidikan, konstruktivisme adalah suatu upaya membangun tata susunan hidup yang berbudaya modern. Konstruktivisme merupakan landasan berpikir (filosofi) pembelajaran kontekstual, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak secara tiba – tiba. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta – fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus mengkonstruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata (Thobroni & Mustofa, 2013: 107 – 108).

             Konstruktivisme adalah sebuah filosofi pembelajaran yang dilandasi premis bahwa dengan merefleksikan pengalaman, kita membangun, mengkonstruksi pengetahuan pemahaman kita tentang dunia tempat kita hidup. Kontruktivisme melandasi pemikirannya bahwa pengetahuan bukanlah sesuatu yang given dari alam, tetapi pengetahuan merupakan hasil konstruksi (bentukan) aktif manusia itu sendiri. Setiap kita akan menciptakan hukum dan model mental kita sendiri, yang kita pergunakan untuk menafsirkan dan menerjemahkan pengalaman. Belajar, dengan demikian semata – mata sebagai suatu proses pengaturan model mental seseorang untuk mengakomodasi pengalaman – pengalaman baru (Suyono & Hariyanto, 2014: 105).

            Sedangkan, belajar dalam pandangan konstruktivisme betul – betul menjadi usaha individu dalam mengkonstruksi makna tentang sesuatu yang dipelajari. Konstruktivisme merupakan jalur alami perkembangan kognitif. Pendekatan ini mengasumsikan bahwa siswa datang ke ruang kelas dengan membawa ide – ide, keyakinan, dan pandangan yang perlu diubah atau dimodifikasi oleh seorang guru yang memfasilitasi perubahan ini, dengan merancang tugas dan pertanyaan yang menantang seperti membuat dilema untuk diselesaikan oleh peserta didik (Yaumi & Hum, 2013: 42).

         Dari keterangan tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa teori konstruktivisme memberikan keaktifan terhadap manusia untuk belajar menemukan sendiri kompetensi, pengetahuan atau teknologi, dan hal lain yang diperlukan guna mengembangkan dirinya (Thobroni & Mustofa, 2013: 107 – 108). Sementara itu Driver and Bell dalam Hamzah (2008) mengemukakan karakteristik pembelajaran konstruktivisme sebagai berikut (Suyono & Hariyanto, 2014: 106):

a.       siswa tidak dipandang sebagai sesuatu yang pasif melainkan memiliki tujuan,

b.      belajar harus mempertimbangkan seoptimal mungkin proses keterlibatan siswa,

c.       pengetahuan bukan sesuatu yang datang dari luar, melainkan dikonstruksi secara personal,

d.      pembelajaran bukanlah transmisi pengetahuan, melainkan melibatkan pengaturan situasi lingkungan belajar,

e.       kurikulum bukanlah sekadar hal yang dipelajari, melainkan seperangkat pembelajaran, materi dan sumber.

Ada sejumlah prinsip – prinsip pemandu dalam konstruktivisme (Suyono & Hariyanto, 2014: 107).

a.       Belajar merupakan pencarian makna. Oleh sebab itu pembelajaran harus dimulai dengan isu – isu yang mengakomodasi siswa untuk secara aktif mengkonstruk makna.

b.      Pemaknaan memerlukan pemahaman bahwa keseluruhan (wholes) itu sama pentingnya seperti bagian – bagiannya. Sedangkan bagian – bagian harus dipahami dalam konteks keseluruhan. Oleh karenanya, proses pembelajaran berfokus terutama pada konsep – konsep primer dan bukan kepada fakta – fakta yang terpisah.

c.       Supaya dapat mengajar dengan baik, guru harus memahami model – model mental yang dipergunakan siswa terkait bagaimana cara pandang mereka tentang dunia serta asumsi – asumsi yang disusun yang menunjang model mental tersebut.

            Tujuan pembelajaran adalah bagaimana setiap individu mengkonstruksi makna, tidak sekadar mengingat jawaban apa yang benar dan menolak makna milik orang lain. Karena pendidikan pada fitrahnya memang antardisiplin, satu – satunya cara yang meyakinkan untuk mengukur hasil pembelajaran adalah melakukan penilaian terhadap bagian – bagian dari proses pembelajaran, menjamin bahwa setiap siswa akan memperoleh informasi tentang kualitas pembelajarannya.

Terakhir diperbaharui: Wednesday, 2 November 2022, 13:11