Efek Sirkumsisi pada Wanita
Dampak Sirkumsisi/Sunat pada Perempuan
- Hasil temuan PSKK UGM dan Komnas Perempuan (2017) menyatakan bahwa dampak sunat perempuan tidak hanya mengurangi gairah seksual bagi perempuan tetapi dapat menyebabkan kematian. Berdasarkan pada pengakuan tenaga kesehatan yang menegaskan bahwa sunat perempuan dapat mengurangi gairah seksual (37,2 %), mengakibatkan pendarahan (34%), dan 11,7 % dapat menyebabkan kematian.
- Mengacu pada pendapat Fadli (2017; PSKK UGM, 2017) bahwa klitoris adalah bagian yang banyak memiliki pembuluh kapiler, sehingga bagi bayi dengan masalah pembekuan darah akan mengalami pendarahan tak henti dan membahayakan nyawanya jika klitorisnya dilukai. Salah satu dampak sunat perempuan yang berujung pada kematian adalah yang terjadi di Rangkasbitung (Komnas Perempuan, 2017).
Selain temuan di atas, terdapat beberapa temuan lain yang diungkapkan oleh PUSKA Gender & Seksualitas FISIP UI (2015), antara lain :
- Dampak Psikologis
Temuan penelitian memperlihatkan bahwa semua responden merasakan dampak psikologis yang positif karena sunat perempuan sangat dipengaruhi oleh presepsi akan kewajiban budaya dan adat istiadat yang turun temurun. Masyarakat merasa sudah menjalankan sesuatu yang diwajibkan ketika sudah menunaikannya. Bahkan responden yang menerapkan sunat pada anak perempuannya me rasa berdosa jika tidak melakukannya (88%), misalnya yang terjadi pada masyarakat Bima, Ketapang dan Polewali Mandar. Pada masyarakat Bima misalnya, mereka percaya sunat perempuan akan mempengaruhi kedewasaan sang anak, serta kesehatan dan tumbuh kembang anak. Dampak sunat perempuan di Ketapang juga dipercaya akan membuat jiwa anak tidak terganggu. Pada sebagian Masyarakat Poliwali Mandar, sunat perempuan dianggap membuat perempuan mampu menjaga dirinya. Temuan ini mungkin disebabkan karena responden belum mengetahui bahaya dilakukannya pelukaan terhadap genital perempuan dan karena tekanan sosial untuk melakukannya.
- Dampak Sosial
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kegiatan sunat perempuan menentukan nilai seorang perempuan. Perempuan yang tidak disunat akan mendapat sanksi sosial. Seperti di Poliwali Mandar, perempuan yang tidak disunat akan melekat pelabelan, ‘perempuan nakal’, ‘anak perempuan yang suka kawin’, sementara di Ambon, anak perempuan yang belum di sunat dianggap belum bersih dan dilarang untuk memasuki masjid, sembahyang, ataupun mengaji. Hal ini juga terjadi di Kabupaten Bima, anak perempuan yang belum disunat akan susah jodoh karena tidak ada yang mau menikahi perempuan Bima jika belum disunat. Di Medan, jika seorang anak perempuan belum disunat, maka kemungkinan besar ibu dan si anak akan mendapatkan cemoohan atau dibicarakan oleh keluarga dan lingkungan sekitar. Di Sumenep terdapat pelabelan negatif bagi perempuan yang tidak disunat seperti pernyataaan bahwa rata-rata perempuan yang bekerja sebagai prostitusi tidak disunat, perempuan yang tidak disunat tidak dapat mengendalikan gairah seksual dan tidak akan puas dengan satu laki-laki saja atau disebut ‘bangal abis lalake’. Temuan penelitian ini menunjukkan tidak mudahnya upaya yang dilakukan guna menghapus praktik P2GP yang membahayakan kesehatan reproduksi perempuan ini, mengingat begitu kuatnya kepercayaan masyarakat akan keharusan bersunat bagi perempuan.
- Dampak Kesehatan
Walaupun berbagai studi literatur menunjukkan bahwa sunat perempuan tidak ada manfaatnya bagi kesehatan, tetapi pandangan masyarakat dari temuan survei menunjukkan hal yang berbeda. Responden dari ibu yang menerapkan sunat pada anak perempuan berpendapat bahwa sunat perempuan akan membuat anak mereka lebih sehat (90%), kemudian mereka akan merasa berdosa jika tidak melakukan sunat pada anak perempuanya (88%), membuat vagina menjadi lebih bersih (84,6%), dapat meningkatkan kesuburan ketika anak perempuan mereka dewasa (55,4%), dan si anak akan mampu mengendalikan hawa nafsu mereka (54,6%).
Di Medan diyakini bahwa apabila penutup klitoris tidak diambil/disunat maka kotoran akan bertumpuk dan kotoran ini akan mengganggu kesehatan kelamin perempuan.
Di Ambon, sunat perempuan diyakini membuat pertumbuhan anak menjadi lebih baik. Pada masyarakat Ketapang, secara fisik dipercaya bahwa anak akan tumbuh dengan sempurna, terutama untuk tingkat kesuburan perempuan dan terhindar dari penyakit-penyakit kandungan, sehingga dapat melahirkan keturunan yang lebih baik lagi untuk generasi selanjutnya.
Di Bima, selain berfungsi membersihkan, menghilangkan bau, sunat perempuan bahkan dipercaya mempengaruhi kedewasaan, kesehatan dan tumbuh kembang anak. Tetapi ada juga warga Bima dan Sumenep yang berpendapat bahwa sunat perempuan menyebabkan perempuan tidak bisa menikmati dalam melakukan hubungan seksualnya (sexual pleasure), dan bahkan jika berhubungan seksual akan merasakan sakit yang ditimbulkan setelah di potongnya klitoris akibat tidak bisa menikmati hubungan seksual itu sendiri.
Sedangkan pada responden lainnya yang tidak melakukan sunat pada anak perempuannya memiliki persepsi yang berbeda, yaitu tidak ada hubungan dengan peningkatan kesuburan ketika dewasa (52,9%), tidak ada hubungannya dengan kemudahan mendapatkan jodoh (49,7%), tidak ada hubungan dengan pengendalian hawa nafsu (49,4%) dan sunat perempuan tidak membuat vagina lebih bersih (42,9%). Secara khusus, dampak kesehatan dari sunat perempuan tidak ada keluhan, baik pada anak pertama, kedua maupun ketiga. Namun terdapat persentase yang mengalami keluhan pendarahan (4,9% pada anak pertama, 3,3% pada anak kedua dan 2% pada anak ke tiga), dan keluhan gangguan saluran kencing (0,7% pada anak kedua). Namun, ketika ditanyakan kepada responden yang menyunatkan perempuan apakah mereka akan menyunatkan kembali jika mereka memiliki anak perempuan, hasilnya adalah sebesar 99,1% responden menjawab akan menyunatkan jika mempunyai anak perempuan lagi.