Transisi Fertilitas
- Angka fertilitas total atau Total Fertility Rate (TFR) di Indonesia mengalami penurunan yang cukup cepat dari 5,6 menjadi 2,6 anak per perempuan antara tahun 1971 dan 2012 . Meskipun angka TFR berbeda dari hasil estimasi beberapa sumber data, tren menunjukkan bahwa TFR menurun selama 10 tahun terakhir.
- Estimasi TFR dari Sensus Penduduk (SP) tahun 2010 serta Survei Penduduk Antara Sensus (SUPAS) tahun 2015 menunjukkan angka TFR yang menurun dari 2,41 ke 2,28 anak per perempuan
- Sementara itu estimasi dari data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) menunjukkan bahwa akhirnya TFR Indonesia mengalami penurunan menjadi 2,4 anak perempuan pada tahun 2017 setelah bertahan pada angka 2,6 dari tahun 2002 hingga 2012
- Berbagai literatur sepakat bahwa Program KB dan meningkatnya pendidikan perempuan memegang peranan penting dalam transisi fertilitas di Indonesia.
- Kampanye tentang keluarga kecil serta peningkatan akses alat kontrasepsi pada era tahun 1980-1990 dilakukan secara masif hingga ke tingkat desa Program KB berhasil menginstitusionalisasikan norma keluarga kecil dengan dua orang anak, terlihat dari meningkatnya permintaan alat KB di antara perempuan usia muda untuk menunda kelahiran pada akhir tahun 1990-an. Meski menurun, jumlah kelahiran masih relatif besar pada tahun 2015-2035.
- Implikasi dari kemungkinan jumlah kelahiran yang tinggi di masa depan adalah perlunya upaya dan kebijakan yang bersifat antisipatif, khususnya yang terkait perencanaan kelahiran (melalui program Keluarga Berencana/KB) dan kesehatan reproduksi (seperti penyediaan metode kontrasepsi yang sesuai).
- Di masa lalu, program Keluarga Berencana (KB) berhasil mengurangi jumlah kelahiran hingga berhasil memperlambat LPP. Namun demikian, saat ini masih terdapat berbagai tantangan dalam menjaga kesinambungan keberhasilan tersebut. Sejak tahun 2002/2003, peningkatan prevalensi pemakaian kontrasepsi berjalan lambat, bahkan terkesan stagnan sampai dengan 2012. Perlambatan ini kemungkinan besar dikarenakan beralihnya pengelolaan program KB dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah sehubungan dengan desentralisasi administrasi pemerintahan
Transisi demografi yang berdampak pada perubahan struktur umur penduduk dan perubahan pola penyakit akan menentukan permintaan pelayanan kesehatan pada masa mendatang. Beberapa implikasi dari perubahan jumlah serta laju pertumbuhan penduduk (LPP) dari tiga kelompok besar umur penduduk serta transisi epidemiologi:
- Perubahan struktur umur penduduk usia 0-14 tahun berimplikasi pada menurunnya kuantitas permintaan layanan terkait kesehatan ibu dan anak relatif terhadap jenis permintaan lainnya karena jumlah kelahiran yang menurun, dan peningkatan kuantitas permintaan pelayanan kesehatan anak usia sekolah khususnya 5-14 tahun. Meskipun menurun, saat ini isu akses dan kualitas layanan kesehatan tersebut masih menjadi permasalahan yang ditunjukkan dengan masih tingginya AKI dan AKB. Oleh karena itu, kualitas pelayanan perlu terus ditingkatkan. Fokus pada kelompok usia anak ini sangat mendasar dalam sistem kesehatan karena investasi kesehatan sejak usia dini sangat menentukan status kesehatan, kemampuan kognitif serta produktivitasnya pada masa dewasa. Namun demikian, masih ada banyak tantangan dalam mengoptimalkan investasi SDM penduduk usia anak, antara lain: status gizi buruk anak balita yang cukup tinggi, literasi penduduk usia sekolah yang rendah, angka putus sekolah yang persisten serta perilaku berisiko di antara remaja yang masih relatif tinggi terutama perilaku merokok.
- Dengan jumlah penduduk usia kerja yang besar, Indonesia menghadapi baik peluang maupun tantangan. Di satu sisi, penduduk usia kerja yang besar merupakan sumber akselerasi pertumbuhan ekonomi apabila penduduk ini produktif secara ekonomi. Selain itu, besarnya penduduk usia kerja relatif terhadap penduduk usia tidak produktif (anak dan lansia) merupakan keuntungan bagi jaminan kesehatan dalam hal potensi pembayaran premi serta support ratio yang relatif tinggi. Namun di sisi lain, bila penduduk usia kerja memiliki skill yang rendah serta status kesehatan rendah yang mengurangi produktivitasnya, maka mereka akan menjadi beban. Sementara itu, tantangan utama untuk penduduk usia kerja adalah masih rendahnya pendidikan serta skill tenaga kerja Indonesia serta beban penyakit yang cukup besar diderita oleh kelompok usia tersebut, terutama Penyakit Tidak Menular (PTM). Hal tersebut menyebabkan mutu modal manusia Indonesia menjadi tidak optimal untuk mencapai bonus demografi. Selain peningkatan kompetensi dan skill, kegiatan promosi kesehatan dan preventif penyakit perlu kembali digerakkan untuk meningkatkan produktivitas kelompok usia tersebut.
- Perubahan struktur umur penduduk juga menghasilkan peningkatan jumlah penduduk lansia. Penduduk lansia meningkat cukup pesat karena desakan baby boomer yang menua dan kohor penduduk usia kerja saat ini yang besar jumlahnya, yang akan segera memasuki masa pensiun. Peningkatan tersebut perlu diantisipasi dengan melakukan kegiatan promosi kesehatan dan preventif sejak saat ini untuk mengurangi morbiditas serta disabilitas ketika masuk masa lanjut usia. Selain itu, saat ini perlu diformulasikan sistem akumulasi atau investasi individual yang bermanfaat sebagai sumber pembiayaan kesehatan pada masa lansia. Pembiayaan kesehatan yang bersifat pay-as-you go juga diperlukan untuk mengurangi biaya out-of-pocket ketika mengalami kesakitan dan disabilitas pada lanjut usia. Selain itu, mutu SDM yang rendah penduduk usia anak dan usia kerja saat ini akan meningkatkan kerentanan penduduk lansia di masa depan berupa disabilitas akibat penyakit serta kemampuan ekonomi yang rendah dari penduduk ketika memasuki usia lansia.
- Implikasi dari perubahan struktur umur yang berbeda antar wilayah adalah adanya disparitas bonus demografi di Indonesia. Namun potensi provinsi untuk mengakselerasi pertumbuhan ekonomi juga sangat tergantung pada kualitas sumber daya manusianya. Dengan menekan laju angka kelahiran, maka beban anggaran untuk pembiayaan pendidikan dan kesehatan penduduk usia anak dapat dikurangi dan dapat dialokasikan untuk meningkatkan kualitas investasi SDM. Pengendalian angka kelahiran dalam hal ini bukan lagi dalam konteks untuk menekan laju pertumbuhan penduduk, namun untuk mendapatkan jumlah penduduk yang tumbuh seimbang yang kondusif untuk perencanaan pembangunan modal manusia.
Last modified: Wednesday, 28 May 2025, 4:31 PM