B. Pentingnya Pendekatan Pembelajaran Mikro (Micro Teaching)

Kehadiran pembelajaran mikro (micro teaching) dalam program kurikulum pendidikan keguruan sudah cukup lama, yaitu sekitar tahun 1963. Walaupun sudah cukup lama, kehadiran pembelajaran mikro dapat dikatakan sebagai sebuah inovasi dalam upaya mempersiapkan dan meningkatkan kemampuan (kompetensi) guru dibandingkan dengan kondisi sebelumnya. Sebelum muncul pendekatan pembelajaran mikro, setiap mahasiswa calon guru yang telah menyelesaikan program perkuliahan yang bersifat teori, untuk memberikan pengalaman praktis mereka langsung diterjunkan ke sekolah tempat latihan untuk melakukan praktek mengajar, atau yang sering disebut dengan Program Pengalaman Lapangan (PPL)

Ilmu pengetahun dan teknologi terus berkembang dengan cepat, dan dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut banyak berdampak pada tuntutan peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM) termasuk terhadap tuntutan peningkatan profesionalisme para guru. Untuk merespon tuntutan tersebut, upaya-upaya inovasi dalam program penyiapan calon guru terus menerus diupayakan, dengan tujuan agar dapat menghasilkan lulusan yang lebih berkualitas. 

 Sebelum munculnya pembelajaran mikro, para calon guru yang telah menyelesaikan seluruh mata kuliah keguruan dan bidang studi yang harus dikuasainya, kemudian dilanjutkan dengan memberikan pengalaman praktis mengajar, yaitu dengan mengikuti kegiatan praktek di sekolah tempat latihan melalui Program Pengalaman Lapangan (PPL). 

Ketika menempuh PPL setiap mahasiswa langsung mengajar di kelas yang sebenarnya, melaksanakan tugas-tugas pembelajaran secara utuh (real teaching on the real class room teaching). Mereka (mahasiswa calon guru) langsung tampil di dalam kelas melaksanakan proses pembelajaran, berhadapan dengan siswa yang berjumlah rata-rata antara 30-35 orang siswa, menyampaikan materi pembelajaran secara utuh dengan menggunakan metode dan media pembelajaran yang mereka kuasai. 

Dari hasil pemantauan ternyata pendekatan yang dilakukan seperti itu kurang memberikan kontribusi yang cukup baik bagi penyiapan, pembinaan maupun peningkatan kemampuan guru secara profesional. Kekurangan tersebut terutama dilihat dari kemampuan yang sangat mendasar yaitu berkenaaan dengan keterampilan dasar mengajar (teaching skills) , seperti: keterampilan membuka, menjelaskan, pemberian variasi stimulus, bertanya, gerak tubuh (bahasa isyarat), pemberian balikan dan penguatan, dan keterampilan-keterampilan yang lain.

Guru merupakan salah satu tenaga kependidikan, tugas guru adalah sebagai pengajar dan pendidik. Sebagai pendidik tugas guru bukan hanya membelajarkan siswa agar menguasai sejumlah pengetahuan, akan tetapi memiliki kewajiban untuk menanamkan nilai-nilai. Pa Amin guru Biolgi pada  di kota Padang, pada saat menjawab pertanyaan dari siswanya tidak lupa selalu menyampaikan ucapan terima kasih atas pertanyaan tersebut. Dalam kontek pembelajaran ucapan terima kasih termasuk kedalam keterampilan dasar mengajar, yaitu yang disebut dengan penguatan verbal (reonforcement). Sekilas ucapan terima kasih yang disampaikan oleh guru nampaknya seperti tidak terlalu berarti, tapi bagi siswa mendengar ucapan terima kasih dari guru sangat berkesan dan memiliki makna tersendiri, yang boleh jadi motivasi siswa akan semakin bertambah. Itulah salah satu contoh kecil sentuhan nilai-nilai pendidikan dalam pembelajaran yang dilakukan oleh Pa Amin. 

Dalam proses pembelajaran, keterampilan-keterampilan mengajar yang mengandung unsur-unsur nilai pendidikan yang harus diterapkan oleh guru sangat banyak. Kemampuan tersebut tidak datang begitu saja, akan tetapi harus dipelajari, dilatihkan secara berulang-ulang sehingga menjadi kebiasaan positif bagi setiap guru dalam melaksanakan tugas profesinya. Adapun untuk membiasakan para calon guru menerapkan setiap jenis keterampilan dasar mengajar secara profesional, sulit dikontrol dengan baik jika dilakukan melalui proses latihan atau kegiatan praktek mangajar secara langsung dalam kelas yang sebenarnya. Oleh karena itu pembelajaran mikro (micro teaching) dapat berfungsi sebagai wahana untuk melatihkan setiap keterampilan dasar mengajar yang harus dimiliki, sebelum langsung tampil di kelas yang sesungguhnya. 

 Profesi guru sebagai tenaga pendidik, dalam peraturan pemerintah dinyatakan bahwa ”pendidikan harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran” (PP no. 19 tahun 2005 pasal 28 ayat 1). Dalam penjelasan atas peraturan pemerintah tersebut, yang dimaksud dengan pendidik sebagai agen pembelajaran (learning agent) memiliki empat fungsi utama, yaitu:

1. Fungsi fasilitator pembelajaran; yaitu guru memiliki kewajiban profesional mengelola pembelajaran, sehingga dapat membantu memudahkan siswa dalam belajar. Untuk memudahkan siswa belajar maka peran keterampilan dasdar mengajar mutlak harus dikuasai 

2. Fungsi motivator pembelajaran; yaitu setiap guru dituntut memiliki kemampuan dan keterampilan cara membangkitkan dan memelihara motivasi belajar siswa. Motivasi adalah suatu kekuatan (energy) yang harus tumbuh dan dimiliki setiap siswa agar tercipta pembelajaran yang efektif.

3. Fungsi pmacu pembelajaran; sangat terkait dengan fungsi motivator, bahwa setiap guru harus mampu berperan sebagai pemacu, pembangkit semangat belajar siswa. Jika motivasi dan semangat belajar siswa sudah dimiliki, bagi guru tidak akan terlalu sulit membimbing kegiatan belajar siswa.

4. Fungsi pemberi inspirasi belajar; siswa adalah sebagai pebelajar yang aktif, siswa bukan tabung kosong yang hanya siap untuk menerima. Menurut filsafat konstruktivisme siswa adalah pembangun pengetahuan, ketika siswa masuk kedalam kelas mereka sudah membawa sejumlah pengalaman yang siap untuk dikembangkan. Oleh karena itu dalam rangka mengembangkan potensi siswa, guru bukan bertindak sebagai pemberi pengetahuan, akan tetapi yang memberi inspirasi bagi siswa agar dapat mengembangkan potensi yang dimilikinya secara optimal 

Dengan demikian jelas bahwa guru memiliki fungsi ganda yaitu sebagai pengajar dan sebagai pendidik. Keduanya sama penting, tidak bisa dipisahkan ibarat dua sisi mata uang saling melengkapi dan memiliki nilai yang sama. Untuk merealisasikan kedua fungsi tersebut, maka setiap guru mutlak harus menguasai jenis-jenis keterampilan dasar mengajar. Penguasaan terhadap setiap jenis keterampilan dasar mengajar, tidak bisa sekaligus, akan tetapi harus melewati proses yang terencana, melalui berbagai pendekatan pembelajaran dan dilakukan secara berkelanjutan. 

Jika diibaratkan seorang guru sebagai seorang konduktor (dirigen) sebuah simponi. Sebagai seorang dirigen bagaimana ia mampu memerankan dirinya sebagai seorang pemimpin yang berwibawa, menguasai dan menghayati lagu-lagu yang akan ditampilkan, penampilannya sempurna, terampil memperagakan gerakan-gerakan anggota tubuh yang dapat dimengerti dan siap diikuti oleh para pemain simponi, sehingga akhirnya dapat menghasilkan perpaduan orkestra yang bukan hanya enak didengar, melainkan juga indah dipandang. 

Untuk menghasilkan sebuah komposisi simponi yang baik, tentu saja pada awalnya mereka tidak langsung berada dalam satu grup memainkan setiap alat musik dalam suatu pertunjukan yang sebenanrnya. Pada awalnya mereka berlatih secara bagian demi bagian, baik secara individu ditempat masing-masing, maupun di studio tempat latihan. Mereka berlatih setiap jenis keterampilan yang harus dikuasai sesuai dengan perannya masing-masing. Jika dianggap sudah terampil, baru digabung dalam suatu kesatuan yang utuh dan bermain dalam suatu pertunjukan yang direncanakan.

Pembelajaran mikro (micro teaching) memiliki peran yang sangat strategis dalam mempersiapkan dan membina kemampuan guru sesuai dengan tuntutan profesional. Sebelum menghadapi proses pembelajaran yang sebenarnya dengan permasalahan yang komplek, terlebih dahulu dipersiapkan khusus berkenaan dengan keterampilan-keterampilan dasar mengajar yang harus dikuasainya. Ketika keterampilan dasar mengajar telah dikuasainya, maka akan berdampak pula pada kesiapan dari segi mental yang harus dimiliki pula oleh setiap guru. 

Seorang guru ketika berdiri di depan kelas, ia berada dalam suasana lingkungan pembelajaran yang komplek, guru menghadapi siswa yang berjumlah antara 30 – 35 orang. Setiap siswa pada dasarnya merupakan individu tersendiri yang memiliki karakter, sifat dan kemampuan yang berbeda-beda. Disamping itu guru juga harus menguasai materi, mengelola kelas dan mampu menjalankan proses (interaksi) pembelajaran secara efektif dan efisien untuk menghasilkan pembelajaran yang berkualitas. 

Mengingat kompleknya tugas yang harus dihadapi oleh guru, maka bagaimana agar sebelum tampil di kelas yang sebenanrnya (real class room teaching), setiap mahasiswa calon guru, secara terkontrol menempuh proses pembelajaran yang difokuskan pada upaya melatih bagian demi bagian dari setiap keterampilan dasar mengajar (basic skills) yang harus dikuasainya. Salah satu pendekatan pembelajaran untuk melatih setiap keterampilan dasar mengajar secara terencana, terkontrol dan dapat dilakukan secara berkelanjutan yaitu melalui pendekatan pembelajaran mikro (micro teaching)

Micro teaching sebagai suatu pendekatan pembelajaran, pada awalnya mulai dirintis di Amerika Serikat, yaitu di Stanford University sekitar tahun 1963. Menurut Allen dan Ryan “The idea was developed at Stanford University in 1963”. Melihat keberhasilan yang dicapai dalam meningkatkan mutu guru, terutama terkait dengan kemampuan dan keterampilan mengajarnya (teaching skills), maka dalam waktu relatif singkat pembelajaran mikro berkembang dan digunakan di negara-negara lain di luar Amerika Serikat. 

Setelah mengkaji perkembangan model pembelajaran mikro sebagai salah satu pendekatan pembelajaran untuk mempersiapkan dan meningkatkan profesionalisme guru, maka pada garis besarnya ada dua alasan utama yang menjadi alasan atau dasar pemikiran pentingnya penerapan model pembelajaran mikro, yaitu: 

1. Alasan pengembangan ilmu pengetahuan (pengetahuan keguruan khususnya dan pendidikan secara lebih luas) 

Seperti diketahui oleh semua pihak bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi termasuk seni selalu berkembang dan mengalami perubahan-perubahan. Akibat dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi akan berdampak pula pada tuntutan perkembangan dan perubahan terhadap berbagai profesi termasuk profesi keguruan. Profesi guru digolongkan pada profesi yang relatif baru tumbuh dan berkembang ((emerging profession) yang tingkat kematangannya belum sampai pada yang telah dicapai oleh profesi-profesi yang sudah mapan (old profession). 

Untuk lebih memantapkan profesi guru tentu saja harus didukung oleh ilmu, teori atau pengetahuan-pengetahuan ilmiah yang teruji. Dengan demikian akan semakin memperkuat keyakinan pihak-pihak yang terkait dengan profesi guru tersebut. Salah satu metode ilmiah untuk menguji kebenaran pengetahuan, teori atau konsep-konsep dalam keguruan khususnya berkenaan dengan pembelajaran adalah melalui percobaan (eksperimen). 

Pembelajaran mikro (micro teaching) dapat dijadikan alternatif yang tepat untuk menguji teori atau konsep baru, sehingga dari percobaan yang diterapkan melalui pembelajaran mikro akan dilahirkan konsep, teori atau pengetahuan-pengetahuan baru tentang pembelajaran pada khususnya dan pendidikan secara lebih luas. Misalnya ketika seorang guru menemukan konsep ”modeling” dalam unsur-unsur model pembelajaran Contectual Teaching and Learning (CTL). Lalu guru tersebut berkeinginan untuk menerapkan konsep tersebut dalam pembelajaran di kelasnya. Maka yang lebih baik sebelum diterapkan dalam pembelajaran sebenanrnya, terlebih dahulu dipelajari konsepnya, karakteristik, prinsip dari modeling tersebut. Setelah dimiliki pengetahuan yang sukup baru melakukan uji coba dalam suatu pendekatan pembelajaran mikro, sehingga darti percobaab tersebut dapat diketahui letak keungulan, kelemahan, cara praktis menerapkan modeling. Setelah dilakukan uji coba kemudian disimpulkan, sehingga menjadi pengetahuan baru penggunaan konsep modeling dalam praktek pembelajaran. 

Ketika ditemukan teori, konsep atau pengetahuan baru berkenaan dengan keguruan atau pendidikan, maka akan semakin memperkuat pengakuan terhadap profesi guru itu sendiri. Menurut National Education Association (NEA), bahwa suatu jabatan profesi memiliki ciri antara lain: a) Jabatan yang melibatkan kegiatan intelektual, b) Jabatan yang menggeluti suatu batang tubuh ilmu yang khusus, c) Jabatan yang memerlukan persiapan profesional yang lama, d) Jabatan yang memerlukan latihan dalam jabatan yang berkesinambungan. 

2. Alasan pembinaan kemampuan praktis 

 Ada pernyataan klasik yang patut menjadi renungan kita bersama ”tidak ada praktek yang baik, tanpa didasari oleh teori yang mapan; sebaliknya teori saja tanpa praktek tidak akan memberikan dampak positif”. Artinya keduanya antara teori dan praktek sama-sama pentingnya. Pengetahuan-pengetahuan baru tentang pembelajaran selalu bermunculan. Demikian pula teori, konsep atau pengetahun-pengetahuan yang lama belum semua dapat diungkap dan dipraktekkan dalam pelaksanaan pembelajaran. 

Banyak alasan kenapa belum diterapkan, misalnya belum dikuasai secara penuh, takut tidak cocok, takut gagal, dan beberapa alasan lain. 

Untuk menghindari dari beberapa kecemasan tersebut, maka melalui pembelajaran mikro dapat diatasai. Secara teori mungkin Anda sudah menguasai beberapa jenis keterampilan dasar mengajar, tetapi secara praktis belum pernah menerapkan karena beberapa alasan yang dikemukakan di atas. Kehawatiran tersebut dapat dihindari melalui latihan dengan model pembelajaran mikro. Dalam pembelajaran mikro setiap peserta tanpa harus takut salah mencobakan jenis-jenis keterampilan mengajar seperti bagaimana keterampilan membuka pembelajaran yang baik. Pada saat praktek tersebut dilakukan kontrol yang ketat, dan kemudian dilakukan diskusi umpan balik untuk memberikan masukan kelebihan, kekurangan termasuk saran perbaikan yang dilakukan dalam latihan berikutnya. Begitulah seterusnya sampai pada akhirnya guru tersebut memiliki kemampuan optimal dan siap digunakan dalam pembelajaran yang sebenarnya. 

Secara khusus selain dari kedua alasan utama yang dikemukakan di atas, bahwa alasan yang dapat dijadikan dasar pesatnya penggunaan pendekatan pembelajaran mikro dalam pendidikan keguruan, antara lain dapat dilihat dari beberapa pernyataan sebagai berikut:

• Pembelajaran mikro telah dirancang untuk memberi kesempatan bagi para calon maupun guru untuk menemukan dan meningkatkan teknik dan keterampilan-keterampilan berkenaan dengan tugas profesinya 

• .Dalam perkembangannya pembelajaran mikro tidak hanya cukup efektif dalam melatih keterampilan mengajar, tetapi dapat digunakan pula untuk mencoba dalam menerapkan kebijakan kurikulum baru maupun model, strategi dan teknik pembelajaran. 

• Melalui pendekatan pembelajaran mikro dapat memberi kesempatan kepada setiap calon maupun bagi para guru untuk melatih setiap elemen pembelajaran dengan aman, terkendali dan terkontrol, sehingga memungkinkan setiap yang berlatih dapat mengembangkan keterampilannya secara optimal.

Terakhir diperbaharui: Monday, 8 March 2021, 21:52