4.5. Risiko Pemeriksaan Piutang dan Tujuan pemeriksaan piutang usaha
Risiko Pemeriksaan Piutang
1. Risiko Bawaan
Risiko bawaan adalah kerentanan suatu saldo akun atau golongan transaksi terhadap suatu salah saji materiall, dengan asumsi bahwa tidak terdapat pengendalian yang saling berkaitan.
2. Risiko Pengendalian
Risiko pengendalian adalah risiko bahwa suatu salah saji material yang dapat terjadi dalam suatu asersi tidak dapat dicegah atau dideteksi secara tepat waktu oleh pengendalian intern entitas.
3. Risiko Deteksi
Risiko deteksi adalah risiko bahwa auditor tidak dapat mendeteksi salah saji material yang terdapat dalam suatu asersi. Risiko deteksi merupakan fungsi efektivitas prosedur audit dan penerapannya oleh auditor.
Pada pengujian substantif atas piutang usaha, pengujian detail saldo kategori konfirmasi piutang merupakan prosedur yang penting. Prosedur ini sangat perlu dilakukan karena merupakan prosedur auditing yang diterima umum, kecuali apabila piutang tidak material, tidak efektif, resiko bawaan, maupun resiko pengendaliannya rendah, yang dimana jika risiko pengendalian ditaksir terlalu rendah, risiko deteksi dapat terlalu tinggi ditetapkan dan auditor dapat melaksanakan pengujian substantif yang tidak memadai sehingga auditnya tidak efektif. Bila auditor tidak melakukan konfirmasi, ia harus mencantumkam dalam kertas kerja mengenai alasannya dan bagaimana akuntan mengatasinya atau tindakan alternatif yang dilakukan.
SAS 67, The confirmation process (AU 330) mensyaratkan bahwa auditor harus melakukan prosedur konfirmasi dalam proses pengauditan kecuali: 1) piutang dagang berjumlah tidak material untuk laporan keuangan secara keseluruhan 2) penggunaan konfirmasi dinilai tidak efektif 3) perencanaan auditor berkaitan dengan resiko bawaan dan resiko pengendalian rendah dan bukti yang diharapkan dengan prosedur analitis atau pengujian substantif detail cukup untuk mencapai resiko audit yang diterima. Dalam melaksanakan prosedur konfirmasi, auditor perlu mengambil keputusan mengenai jenis konfirmasi yang digunakan, penentuan kapan dilakukan konfirmasi dan besarnya sampel yang dipilih.
Model Perhitungan Risiko Audit
Model Risiko Audit (audit risk) yang paling lumrah digunakan (dan diajarkan) adalah:
AR = IR x CR x DR
Dimana:
AR = Audit Risk
IR = Inherent Risk
CR = Control Risk
DR = Detection Risk
Model Risiko Audit ini bisa diterapkan dengan 3 langkah berikut ini:
Pertama, Kantor Akuntan Publik (KAP) biasanya sudah mematok besaran angka persentase Audit Risk (AR) yang bisa diterima (biasanya tak boleh lebih dari 10%).
Kedua, menentukan IR dan CR. Inherent risk (IR) diukur dengan mempertimbangkan factor eksternal dan internal seperti yang sudah saya jelaskan di atas.Sedangkan CR diukur dengan menilai desain dan implementasi sistim pengendalian internal yang dimiliki oleh audite seperti yang sudah saya jelaskan di atas.
Ketiga, menentukan DR dengan menggunakan persamaan di atas, menjadi:
DR = AR/(IR x CR)
Besaran DR inilah yang nantinya akan dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam merancang prosedur audit, substantive test dan rencana audit secara keseluruhan.
Tujuan Pemeriksaan Piutang Usaha
Menurut Sukrisno Agoes (2004:173) tujuan pemeriksaan perkiraan piutang usaha yaitu:
1. Untuk mengetahui apakah terdapat pengendalian intern (internal control) yang baik atas piutang dan transaksi penjualan, piutang dan penerimaan kas.
Jika akuntan publik (auditor) dapat meyakinkan dirinya bahwa internal control atas piutang dan transaksi penjualan, piutang dan penerimaan kas berjalan efektif naka luasnya pemeriksaan dan melakukan substantive test bisa dipersempit.
Beberapa ciri internal control yang baik atas atas piutang dan transaksi penjualan, piutang dan penerimaan kas adalah:
a. Adanya pemisahan tugas dan tanggung jawab antara yang melakukan penjualan, mengirimkan barang, melakukan penagihan, memberikan otorisasi atas penjualan kredit, membuat faktur penjualan dan melakukan pencatatan.
b. Digunakannya formulir formulir yang bernomor urut tercetak (prenumbered), misalnya sales order (pesanan penjualan), sales invoice (faktur penjalan), delivery order (surat pengiriman barang), credit memo, official receopt (kuitansi).
c. Digunakannya price list (daftar harga jual) dan setiap penyimpangan dari price list atau setiap discount yang diberikan kepada pelanggan harus disetujui oleh pejabat perusahaan yang berwenang.
d. Diadakannya sub buku besar piutang atau kartu piutang (accounts receivable subledger card) untuk masing-masing pelanggan yang selalu diupdate (dimutakhirkan).
e. Setiap akhir bulan dibuat aging schedule piutang (analisis umur piutang)
f. Setiap akhir bulan jumlah saldo piutang dari masing-masing pelanggan dibandingkan (direconcile) dengan jumlah saldo piutang menurut buku besar.
g. Setiap akhir bulan dikirim montly statement of account kepada masing-masing pelanggan.
h. Uang kas, check atau giro yang diterima dari pelanggan harus disetor dalam jumlah seutuhnya(intact) paling lambat keesokan harinya.
i. Mutasi kredit diperkirakan piutang (buku besar dan sub buku besar) yang berasal dari retur penjualan dan penghapusan piutang harus di otorisasi oleh pejabat perusahaan yang berwenang.
j. Setiap pinjaman yang diberikan kepada pegawai, direksi, pemegang saham dan perusahaan afiliasi harus diotorisasi oleh pejabat perusahaan yang berwenang, didukung bukti bukti yang lengkap dan dijelaskan apakah dikenakan bunga atau tidak.
2. Untuk memeriksa apakah transaksi yang menyangkut penjualan, piutang dan penerimaan kas.
a. Semua sudah dicatat secara akurat (complete neesda accuracy)
b. Semuanya merupakan transaksi yang benar-benar terjadi, tidak ada yang fiktif (accurance/existence),
c. Semua sudah dicatat pada periode yang tepat (cut-off)
3. Untuk memeriksa validity (keabsahan) dan authenticity (keotentikan) dari pada piutang.
Validity maksudnya apakah piutang itu sah, masih berlaku, dalam arti diakui oleh yang mempunyai utang.
Authenticity maksudnya apakah piutang itu didukung oleh bukti-bukti yang otentik seperti sales order, delivery order yang sudah ditandatangani oleh pelanggan sebagai bukti bahwa pelanggan telah menerima barang yang dipesan, dan faktur penjualan.
4. Untuk memeriksa collectibility (kemungkinan tertagihnya) piutang dan cukup tidaknya perkiraan allowance for bad debts(penyisihan piutang tak tertagih).
Collectibility maksudnya adalah kemungkinan tertagihnya piutang. Piutang harus disajikan di laporan posisi keuangan (neraca) sebesar jumlah yang diperkirakan bisa di tagih.
5. Untuk mengetahui apakah ada kewajiban bersyarat (contingent liability) yang timbul karena pendiskontoan wesel tagih (notes receivable)
Jika perusahaan mempunyai wesel tagih yang didiskontokan ke bank sebelum tanggal jatuh temponya, maka pada tanggal laporan posisi keuangan (neraca) harus diungkapkan adanya contingent liability yang berasal dari pendiskontoan wesel tagih tersebut.
6. Untuk mengetahui apakah piutang yang tercantum dalam mata uang asing sudah dikonversi ke dalam rupiah dengan menggunakan kurs rupiah BI pada tanggal neraca.
7. Untuk memeriksa apakah penyajian piutang di neraca sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku umum di Indonesia/Standar Akuntansi Keuangan/ SAK ETAP