15.1 Budaya Hukum Masyarakat Dan Tipe-Tipenya
Budaya hukum merupakan tanggapan umum yang sama dari masyarakat tertentu
terhadap gejala-gejala hukum. Tanggapan itu merupakan kesatuan pandangan terhadap
nilai-nilai dan perilaku hukum. Jadi suatu budaya hukum menunjukkan tentang pola
perilaku individu sebagai anggota masyarakat yang menggambarkan tanggapan
(orientasi) yang sama terhadap kehidupan hukum yang dihayati masyarakat
bersangkutan. Adapun yang dimaksud “budaya hukum” adalah keseluruhan faktor yang
menentukan bagaimana sistem hukum memperoleh tempatnya yang logis dalam
kerangka budaya milik masyarakat umum. Budaya hukum bukan bukanlah apa yang
secara kasar disebut opini publik para antropolog, budaya itu tidak sekedar berarti
himpunan fragmen-fragmen tingkah laku (pemikiran) yang saling terlepas,
1. Pertama, budaya parokial (parochial culture). Pada masyarakat parokial (picik),
cara berpikir para anggota masyarakatnya masih terbatas, tanggapannya terhadap
hukum hanya terbatas dalam lingkungannya sendiri. Masyarakat demikian masih
bertahan pada tradisi hukumnya sendiri, kaidah-kaidah hukum yang telah digariskan
leluhur merupakan azimat yang pantang diubah. Jika ada yang berperilaku
menyimpang, akan mendapat kutukan. Masyarakat tipe ini memiliki ketergantungan
yang tinggi pada pemimpin. Apabila pemimpin bersifat egosentris, maka ia lebih
mementingkan dirinya sendiri. Sebaliknya jika sifat pemimpinnya altruis maka warga
masyarakatnya mendapatkan perhatian, karena ia menempatkan dirinya sebagai primus
intervares, yang utama di antara yang sama.
2. Kedua, Budaya subjek (subject culture). Dalam masyarakat budaya subjek (takluk), cara berpikir anggota masyarakat sudah ada perhatian, sudah timbul kesadaran hukum yang umum terhadap keluaran dari penguasa yang lebih tinggi. Masukan dari masyarakat masih sangat kecil atau belum ada sama sekali. Ini disebabkan pengetahuan, pengalaman dan pergaulan anggota masyarakat masih terbatas dan ada rasa takut pada ancaman-ancaman tersembunyi dari penguasa. Orientasi pandangan mereka terhaap aspek hukum yang baru sudah ada, sudah ada sikap menerima atau menolak, walaupun cara pengungkapannya bersifat pasif, tidak terang-terangan atau masih tersembunyi.
3. Ketiga, Budaya partisipant (participant culture). Pada masyarakat budaya partisipan (berperan serta), cara berpikir dan berperilaku anggota masyarakatnya berbeda-beda. Ada yang masih berbudaya takluk, namun sudah banyak yang merasa berhak dan berkewajiban berperan serta karena ia merasa sebagai bagian dari kehidupan hukum yang umum