PERJANJIAN KARTEL

Kartel pada dasarnya merupakan perjanjian satu pelaku usaha dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menghilangkan persaingan antara keduanya. Oleh karena itu, dalam Undang-Undang No.5 tahun 1999 Tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, tindakan kartel dikategorikan sebagai suatu perjanjian yang dilarang. Maka dari itu, pemahaman tentang konsep perjanjain sangatlah penting.

Sebagaimana dalam Pasal 1313 KUHPerdata “Suatu perjanjian adalah perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.” Dengan kata lain perjanjian atau kontrak merupakan peristiwa hukum dimana seorang berjanji kepada orang lain atau dua orang saling berjanji untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu.

Suatu perjanjian atau kontrak terlahir pada saat terjalinnya kesepakatan. Oleh karena itu, apabila tercapai kesepakatan antara para pihak maka lahirlah suatu perjanjian, walaupun perjanjian tersebut belum dilaksanakan. Oleh sebab itu kesepakatan menjadi dasar yang sangat penting bagi suatu perjanjian

Dalam hukum persaingan usaha di Indonesia, sebagaimana Undang-Undang No.5 tahun 1999 Tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat dalam Pasal 7 dikatakan bahwa: “perjanjian adalah suatu perbuatan dari satu atau lebih pelaku usaha untuk mengikatkan diri terhadap satu atau lebih pelaku usaha lain dengan nama apapun baik tertulis maupun tidak tertulis.”

Walaupun secara sepintas defenisi dalam Pasal 1313 BW dengan defenisi perjanjian menurut Undang-Undang No.5 tahun 1999 Tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, terlihat sama namun sesungguhnya terdapat perbedaan mendasar diantara keduanya.

Perjanjian dalam persaingan usaha terkadang hanya didasarkan pada feeling ekonomi untuk menyamakan harga dan mengikuti pola pesaing lainnya. Sehingga tidak jarang perjanjian dapat terjalin tnpa memperhatikan apakah pihak yang menjalin perjanjian melakukannya dengan suka rela atau tidak. Inilah yang membedakan perjanjian dalam pengertian KUHPerdata dengan perjanjian dalam hukum anti monopoli. Karenanya, dalam peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha nomor 4 tahun 2010 tentang pedoman pasal 11 Undang-Undang nomor 5 tahun 1999, salah satu syarat terjadinya kartel adalah perjanjian atau kolusi anatara pelaku usaha, yang mana terdapat dua bentuk kolusi dalam kartel yaitu kolusi eksplisit dan kolusi diam-diam.

Kolusi eksplisit, dimana para anggota mengkomunikasikan kesepakatan mereka secara langsung yang dapat dibuktikan dengan adanya dokumen perjanjian, data mengenai audit bersama, kepengurusan kartel, kebijakan-kebijakan tertulis, data penjualan dan data-data lainnya.

Sedangkan kolusi diam-diam, dimana usaha anggota kartel tidak berkomunikasi secara langsung, pertemuan-pertemuan juga diadakan secara rahasia. Biasanya yang dipakai sebagai media adalah asosiasi industri, sehingga pertemuan-pertemuan anggota kartel dikamuflasekan dengan pertemuan-pertemuan yang legal seperti pertemuan asosiasi. Bentuk kolusi yang kedua ini sangat sulit untuk dideteksi oleh penegak hukum. Namun pengalaman dari berbagai negara membuktikan bahwa setidaknya 30% kartel adalah melibatkan asosiasi.

Last modified: Tuesday, 23 March 2021, 6:27 PM