Kepemilikan Saham Mayoritas di Beberapa Perusahaan

Hubungan afiliasi pelaku usaha yang satu dengan yang lain dapat dilihat dari aspek kepemilikan saham suatu pelaku usaha di dua atau lebih pelaku usaha yang bergerak di bidang usaha yang sama atau dengan pelaku usaha yang lain. Dampak dari kegiatan kepemilikan saham mayoritas silang dapat mengakibatkan pengendalian di beberapa perusahaan yang pada akhirnya pengusaan posisi dominan di pasar yang bersangkutan.

Ketentuan Pasal 27 menetapkan bahwa pelaku usaha dilarang memiliki saham mayoritas313 pada beberapa perusahaan sejenis yang melakukan kegiatan usaha dalam bidang yang sama pada pasar yang bersangkutan yang sama, atau mendirikan beberapa perusahaan yang memiliki kegiatan usaha yang sama pada pasar bersangkutan yang apabila mengakibatkan satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 50% pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu; atau dua atau tiga pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 75% pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.

Kepemilikan saham silang di beberapa perusahaan yang melakukan kegiatan usaha yang sama dapat dilakukan oleh pelaku usaha dengan mengakuisisi saham perusahaan tersebut atau melakukan kerja sama atau joint venture. Hal ini dapat mengakibatkan hilangnya persaingan secara horizontal, karena beberapa perusahaan tersebut dikuasai sahamnya secara mayoritas oleh pelaku usaha tertentu. Pendirian beberapa perusahaan yang memiliki kegiatan usaha yang sama dapat mengakibatkan posisi dominan antara lain melalui penggabungan atau peleburan beberapa perusahaan atau melalui kerja sama joint venture antara dua perusahaan atau lebih yang dapat berakibat negatif terhadap persaingan dan masyarakat, karena mengakibatkan integrasi horizontal dan mengusai pasar yang bersangkutan.314

Berdasarkan ketentuan Pasal 27 tersebut pelaku usaha yang menguasai saham mayoritas di beberapa pelaku usaha dan mengakibatkan penguasaan pangsa pasar lebih dari 50% untuk monopolis dan lebih dari 75% untuk oligopolis dapat mengakibatkan posisi dominan.

Cara pelaku usaha menguasai saham mayoritas melalui:

1.                  pendirian perusahaan;

2.                  pengambilalihan atau akuisisi saham; dan

3.                  melalui pembelian saham di bursa.

Pendirian perusahaan, pengambilalihan saham atau pembelian saham di bursa tidak dilarang

oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku. Bagi perusahaan yang sehat dan bertumbuh,

perusahaan melakukan hal-hal tersebut untuk mengekspansi perusahaannya.

Kepemilikan saham mayoritas di beberapa perusahaan tidak dilarang oleh peraturan

perundang-undangan yang berlaku. UU No. 5 Tahun 1999 peduli terhadap akibat dari kepemiliksan

saham mayoritas tersebut terhadap penguasaan pangsa pasar pada pasar yang bersangkutan,

apakah akibat kepemilikan saham mayoritas tersebut mengakibatkan penguasaan pangsa pasar

yang bersangkutan atau tidak. Jadi, kepemilikan saham mayoritas di beberapa perusahaan tersebut

berimplikasi penguasaan pangsa pasar lebih dari 50% atau lebih dari 75%.

Ketentuan Pasal 27 tersebut mempunyai dua substansi larangan, yang pertama mencegah pelaku usaha menguasai pangsa pasar melalui saham mayoritas di beberapa perusahaan sejenis yang melakukan kegiatan usaha dalam bidang usaha yang sama pada pasar yang bersangkutan, dan yang kedua mendirikan beberapa perusahaan yang memiliki kegiatan usaha yang sama pada pasar yang bersangkutan.316 Oleh karena itu penilaiannya dilakukan dalam 2 (dua) tahapan, yaitu pertama, terhadap kepemilikan saham silang secara mayoritas, dan kedua, penguasaan pangsa pasarnya lebih dari 50% atau lebih dari 75%.

Kepemilikan saham mayoritas oleh satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha di beberapa perusahaan tidak dilarang oleh UU No. 5 Tahun 1999. Namun UU No. 5 Tahun 1999 melarang kepemilikan saham apabila kepemilikan saham mayoritas di beberapa perusahaan tersebut mengakibatkan pengusaan pangsa pasar lebih dari 50% untuk satu pelaku usaha atau mengakibatkan penguasaan pangsa pasar lebih dari 75% untuk dua atau tiga pelaku usaha (pasar oligopoli).

Pengertian saham mayoritas dalam konteks persaingan usaha bukan kepemilikan saham 50% plus 1. Akan tetapi satu pelaku usaha memiliki saham lebih besar daripada pelaku usaha yang lain. Misalnya, sebagaimana digambarkan dalam diagram Pemilikan Saham Mayoritas, PT AAA bergerak di bidang industri otomotif, pemegang sahamnya terdiri dari 4 (empat), yaitu PT XXX memiliki saham sebesar 35%, Bapak DDD 25%, PT EEE 15%, dan Publik menguasai saham 25%. Jadi, dalam PT AAA pemegang saham mayoritas adalah PT XXX. PT XXX menguasai pangsa pasar di industri sepeda motor 40%. PT BBB juga bergerak di bidang industri otomotif, pemegang sahamnya terdiri dari 4 pelaku usaha, yaitu PT XXX memiliki saham 55%, Bapak FF memiliki saham 20%, Bapak GGG memiliki saham 20%, dan Publik memiliki saham 5%.

Jadi, pemegang saham mayoritas pada PT BBB adalah PT XXX. PT BBB menguasai pangsa pasar 20%. PT CCC juga bergerak dibidang industri otomotif, pemegang sahamnya terdiri dari 4 pelaku usaha, yaitu PT XXX memiliki saham 65%, Bapak YYY memiliki saham 10%, Bapak ZZZ memiliki saham 20%, dan Publik memiliki saham 5%. Jadi, Pelaku usaha yang memiliki saham mayoritas pada PT CCC adalah PT XXX, dan PT CCC menguasai pangsa pasar 20%. Dengan demikian PT XXX adalah yang menguasai pasar industri otomotif yang menguasai pangsa pasar industri otomotif sebesar 80%., karena memiliki saham mayoritas di tiga perusahaan, yaitu pada PT AAA 35%, pada PT BBB 55%, dan pada PT CCC 65%, sedangkan sisanya 20% dikuasai oleh PT JJJ 10% dan PT TTT 10% (lihat diagram Pemilikan Saham Mayoritas yang Dilarang).

Jadi, praktik pemilikan saham silang paling berpotensi menghambat persaingan apabila:317

1. Pemegang saham yang menguasai dua atau lebih perusahaan pada pasar bersangkutan yang sama dapat menentukan/menempatkan perwakilan dalam struktur direksi/komisaris perusahaan yang bersangkutan;

2. Pemegang saham yang menguasai dua atau lebih perusahaan pada pasar bersangkutan yang sama memiliki hak suara (voting right) serta dapat menjalankan (exercise) hak tersebut untuk menentukan kebijakan stragtegis dan operasional perusahaan yang bersangkutan;

3. Pemegang saham yang menguasai dua atau lebih perusahaan pada pasar bersangkutan yang sama memiliki dan menggunakan akses terhadap informasi intern (private information) perusahaan yang bersangkutan.

 



Dapat disimpulkan bahwa, kepemilikan saham mayoritas tidaklah dibatasi dalam suatu besaran persentase tertentu, tetapi kepemilikan saham mayoritas di antara pemegang saham yang lain. Dengan kepemilikan saham mayoritas tersebut, pelaku usaha mempunyai kendali atas perusahaan tersebut.318 Selain itu dikenal juga bentuk kendali yang lain yaitu walaupun pelaku usaha memiliki saham tidak dalam jumlah terbanyak tetapi cukup untuk pengambilan keputusan strategis dalam rapat umum pemegang saham.

Akan tetapi kepemilikan saham mayoritas tersebut tidak serta-merta dilarang, harus dilihat apakah mengakibatkan penguasaan pangsa pasar menjadi dominan atau tidak. Kalaupun pelaku usaha tersebut menjadi dominan atas penguasaan pangsa pasarnya, sepanjang posisi dominan tersebut tidak disalahgunakan, maka undang-undang tidak melangarangnya. UU No. 5 Tahun 1999 melarangnya apabila posisi dominan yang dicapainya disalahgunakan, sehingga mengakibatkan pasar terganggu, terjadi praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.

Oleh karena itu, tahapan pembuktian apakah pelanggaran terhadap Pasal 27 adalah menghitung saham yang dimiliki oleh pelaku usaha di beberapa perusahaan. Kepemilikan saham mayoritas yang dimiliki oleh satu pelaku usaha di beberapa perusahaan harus dibuktikan terlebih dahulu319 seperti tertera dalam diagram di atas yang memiliki saham mayoritas adalah PT XXX. Tahap berikutnya adalah pembuktian penguasaan pangsa pasar di pasar yang bersangkutan, apakah menguasai pangsa pasar lebih dari 50% atau lebih dari 75%, yaitu apa yang disebut dengan posisi dominan sebagaimana ditentukan dalam Pasal 25 ayat (2) huruf a dan huruf b. Pengertian pangsa pasar adalah persentase nilai jual atau beli barang atau jasa tertentu yang dikuasai oleh pelaku usaha pada pasar bersangkutan pada tahun kalender tertentu. Penguasaan pangsa pasar sebagaimana diatur dalam Pasal 25 ayat (2) huruf a dan huruf b tersebut mempunyai potensi untuk melakukan penyalahgunaannya.

Jadi, jika pelaku usaha sudah terbukti mempunyai posisi dominan (menguasai pangsa pasarnya), maka langkah berikutnya adalah membuktikan apakah posisi dominan tersebut disalahgunakan yang mengakibatkan pasar menjadi terganggu. Larangan penyalahgunaan posisi dominan baik secara langsung maupun tidak langsung sebagaimana diatur dalam Pasal 25 ayat (1) UU No. 5 Tahun 1999 berupa: a. menetapkan syarat-syarat perdagangan dengan tujuan untuk mencegah atau menghalangi konsumen memperoleh barang atau jasa yang bersaing; b. membatasi pasar atau tehnologi; atau c. menghambat pesaing potensial masuk ke pasar yang bersangkutan.

Menurut Pedoman Pasal 27 bahwa pendekatan yang digunakan dalam menganalisa Pasal 27 UU No. 5 Tahun 1999 tersebut bersifat per se illegal, artinya terhadap pelanggaran tersebut dapat dikenakan sanksi hukum tanpa terlebih dahulu dinilai apakah tindakan tersebut menimbulkan praktik monopoli atau persaingan usaha tidak sehat. Memang secara normatif Pasal 27 adalah ketentuan yang penerapannya dengan pendekatan per se illegal, tetapi dalam pelaksanaannya diterapkan dengan pendekatan rule of reason. Penerapan Pasal 27 tidak boleh bertentangan dengan ketentuan Pasal 25, Pasal 4, Pasal 13, Pasal 17 dan Pasal 18, yaitu dengan pendekatan rule of reason, karena Pasal-pasal tersebut adalah pasal-pasal yang mempunyai konsep (nafas) yang sama. Jika ketentuan Pasal 27 diterapkan secara per se illegal, maka hal itu akan menghambat pelaku usaha untuk bersaing secara sehat dan efektif, yaitu bersaing untuk melakukan efisiensi dan melakukan inovasi-inovasi untuk memproduksi barang yang berkualitas dan harga yang kompetitif atau lebih murah dari harga barang pesaingnnya.

Jadi, konsep persaingan usaha menurut pasal-pasal tersebut adalah mendorong persaingan usaha yang sehat dan efektif. Sepanjang pelaku usaha mendapatkan posisi dominannya dicapai dengan persaingan usaha yang sehat, maka pencapaian atas pangsa pasar sampai lebih dari 50% atau lebih dari 75% tidak dilarang oleh UU No. 5 Tahun 1999. Namun UU No. 5 Tahun 1999 melarang apabila pelaku usaha tersebut menyalahgunakan posisi dominannya atau jika proses pencapaian posisi dominan tersebut dilakukan secara tidak sehat, maka UU No. 5 Tahun 1999 juga akan diterapkan. KPPU telah menerapkan Pasal 27 dengan pendekatan rule of reason dalam kasus kepemilikan saham silang yang dimiliki oleh Temasek Grup pada PT Indosat dan PT Telekom Seluler.

Contoh kasus yang paling tepat yang diputuskan oleh KPPU dalam kasus kepemilikan saham silang adalah dalam Putusan Perkara No. 05/KPPU-L/2002 tentang Kasus Cineplex 21, di mana induk perusahaan, yaitu PT Nusantara Sejahtera Raya mempunyai hubungan terafiliasi dengan anak perusahaannya, karena mempunyai saham lebih dari 50%, yaitu 98% di PT Intra Mandiri dan 70% di PT Wedu Mitra.

Oleh karena itu, KPPU menetapkan PT Nusantara Sejahtera Raya terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 27 UU No. 5 Tahun 1999, yaitu memiliki saham mayoritas:

1. di 8 (delapan) perusahaan perbioskopan, yaitu PT Kartika Insani Raya, PT Gading Adi Permai, PT Sanggar Usaha Mandiri, PT Pan Mitra Sembada, PT LIA Anugrah Semesta, PT Perisai Permata Buana, PT Kharisma Maju Abadi, dan PT Intra Mandiri dan melalui 2 dari 8 perusahaan tersebut adalah memiliki saham mayoritas di 3 perusahaan perbioskopan lainnya.

2. di dua perusahaan perbioskopan di Surabaya yaitu di PT Intra Mandiri sebesar 98% dan PT Wedu Mitra sebesar 70%. Akibat kepemilikan saham mayoritas tersebut PT Nusantara Sejahtera Raya mempunyai posisi dominan di pasar bersangkutan dan KPPU memerintahkan kepada PT Nusantara Sejahtera Raya untuk mengurangi kepemilikan sahamnya di PT Intra Mandiri dan atau di PT Wedu Mitra


Terakhir diperbaharui: Wednesday, 9 June 2021, 11:14