Retorika sebagai Ilmu
Tokoh pertama yang menyatakan retorika sebagai ilmu yang berdiri sendiri adalah Aristoteles. Sebelum itu kedudukan retorika tidak begitu jelas. Pada umumnya reorika hanya dikenal sebagai kecakapan berpidato. Jadi sebelum Aristoteles, retorika hanya dikaitkan dengan penggunaan bahasa lisan. Corax dan kaum Sophis juga mengaitkan retorika dengan kecakapan menggunakan bahasa lisan atau berpidato. Malah kaum Sophis memandang retorika sebagai alat (berdebat) untuk memenangkan suatu kasus.
Aristoteles memiliki pandangan lain. Ia menyatakan bahwa retorika adalah subjek dengan sistematiknya sendiri, sebagaimana ilmu-ilmu yang lain yang memiliki ontologi- epistemologi-aksiologi sendiri. Di dalam dunia ilmu pengetahuan, hal itu digunakan sebagai penanda atau ciri untuk membedakan disiplin (bidang ilmu) yang satu dengan
yang lain. Untuk menentukan, memastikan, dan menetapkan bahwa retorika memang benar dapat dipandang sebagai ilmu yang berdiri sendiri, kita dapat menggunakan ontologi, epistemologi, dan aksiologi itu untuk menganalisis retorika.
Ontologi Retorika
Ontologi berarti objek, pokok persoalan, atau masalah yang dikaji. Aristoteles menekankan bahwa retorika adalah suatu pokok persoalan atau objek yang dapat diambarkan secara sistematis, sebagaimana halnya dengan ilmu-ilmu yang lain. Retorika menggariskan prinsip-prinsip filosofis ilmiah untuk mempersuasikan kebenaran pembicaraannya. Prinsip-prinsip ini akan membina suatu bentuk keterampilan dalam upaya menemukan sarana persuasi yang objektif dari suatu kasus. Dengan sarana yang demikian, persuasi sebagai tujuan pendahuluan akan dapat dengan mudah menjembatani tercapainya tujuan akhir.
Secara umum, objek, pokok persoalan, atau masalah yang menjadi bidang kajian retorika adalah manusia dan kegiatan bertutur atau berbicaranya. Tampaknya, pokok persoalan ini terlalu luas. Pokok persoalan ini dapat dibatasi pada: 1) pandangan retorika terhadap manusia sebagai persona bicara, 2) pandangan retorika terhadap kegiatan berbicara, 3) pandanan retorika terhadap bahasa, 4) pandangan retorika terhadap topik pembicaraan, 5) pandangan retorika tentang berbicara. Terhadap persoalan- persoalan ini retorika mengembangkan gambaran tersendiri yang dimaksudkan untuk memperjelas pemahaman terhadap manusia dalam kegiatan berbicaranya. Dalam rangka penyusunan gambaran tersebut, retorika banyak sekali memanfaatkan hasil-hasil penelitian ilmu kemanusiaan dan
ilmu-ilmu sosial, misalnya filsafat, psikologi, sosiologi, antropologi, dan sebagainya. Keterangan atau penjelasan dari ilmu-ilmu ini telah diterapkan dan diolah sedemikian rupa sehingga akhirnya ia mempunyai warna yang khas retorika.