Unsur-Unsur Dalam Retorika Pembicara

Selaku pembicara di depan umum kita melakukan retorika seperti tampil dengan membawa apa yang kita kuasai, baik apa yang dipikirkan khalayak maupun apa yang kita pikirkan tentang mereka. Ketika mempersiapkan dan menyampaikan pidato, apa pun tentang kita akan menjadi berarti dan memperbesar akibat pidato kita itu, seperti misalnya pengetahuan kita terhadap pokok permasalahan, maksud kita berpidato di depan hadirin, kecakapan kita berpidato, sikap kita terhadap pokok permasalahan yang disajikan kepada hadirin, dan sejumlah faktor lainnya. Demikian pula hadirin akan memperoleh persepsinya tentang siapa kita dan juga memberikan penilaian terhadap kita atas kompetensi, penampilan, kelayakan untuk bisa dipercaya atau tidak, kecakapan berbicara, logika, dan sebagainya. Semua faktor itu satu sama lain akan saling memengaruhi selama dan sesudah aktifitas pidato berlangsung, terutama faktor yang berada di pihak pembicara dan khalayak.

Pembicara merupakan pusat dari aktifitas retorika. Meskipun secara fisik ia selalu berhadapan baik langsung maupun tidak langsung dengan khalayak, pembicara yang bertindak sebagai komunikator tampil sebagai pusat kegiatan yang menggambarkan terpusatnya jiwa audiens dengan “memandang” si pembicara tampil sebagai alasan mereka berkumpul di tempat itu. Namun demikian, selaku komunikator jelas bahwa yang menurut pandangan audiens sebagai alasan itu tiada lain adalah upaya si pembicara memengaruhi audiens untuk mengubah sikap, sifat,

pendapat, dan perilakunya sesuai dengan apa yang dikehendaki si pembicara itu

Untuk memenangkan pengaruhnya itu, sudah tentu si pembicara harus mengatur strategi pembicaraannya sedemikian rupa sehingga faktor-faktor yang ada pada diri audiens bisa berubah sesuai dengan maksud yang sebenarnya dari pidatonya itu. Dengan memperhatikan faktor faktor “pandangan atau penilaiannya” terhadap audiens serta apa yang ada dalam benak audiens, pembicara dituntut untuk bisa menggunakan teknik dan taktik komunikasinya agar tujuan utamanya dari berpidato itu tercapai. Dalam hal demikian hendaknya ia berempati terhadap situasi dan kondisi audiens yang dihadapinya. Dengan demikian pembicara akan mengenali selera audiens sehingga ia dapat mengemas pesan yang akan memikat audiens, dalam arti mau dan mampu memahami maksud pembicara dan mengerti akan manfaat isi pidatonya bagi kehidupan mereka. Jika demikian adanya, maka dipastikan audiens akan menerima dan melaksanakan gagasan, ide, atau anjuran yang dikemukakan pembicara.

Pembicara yang cerdas adalah orang yang selalu memerhatikan reaksi yang timbul dari audiensnya, sehingga dengan segera ia akan mengubah strategi dan gaya pidato jika mengetahui bahwa respons yang muncul dari audiens bersifat negatif atau menentang. Dalam suasana retorika yang berbentuk komunikasi tatap muka, tanggapan atau reaksi audiens dapat segera diketahui. Respons demikian bersifat langsung dan disebut sebagai umpan balik seketika (immediate feedback). Atas terjadinya hal demikian itu pembicara harus tanggap terhadap respons audiensnya agar


komunikasi yang telah menarik perhatian sejak awal itu bisa dipelihara hingga tujuan dari pidato itu berhasil.

Pada komunikasi tatap muka, umpan balik berlangsung pada saat orator tengah menyampaikan pidatonya. Artinya dalam fase ini ia mengetahui dan menyadari akan ada atau tidaknya perubahan pada diri audiens di saat itu juga. Jika ia merasakan umpan balik negatif, yang berarti uraian pidatonya tidak komunikatif, pada saat itu juga ia dapat mengubah gaya dan strateginya. Dalam komunikasi kelompok kecil seperti dalam seminar, kuliah, ceramah, briefing, lokakarya, forum, atau simposium, umpan balik yang timbul dan yang diperlukan pembicara biasanya bersifat verbal, sebab dalam konteks demikian komunikasinya bertujuan untuk mengubah kognisi audiens. Jadi permasalahan yang harus diperhatikan pembicara adalah apakah audiens itu mengerti atau tidak, menyetujui atau tidak, menerima gagasannya atau tidak, dan lain-lain yang semuanya harus berupa pernyataan lisan hadirin saat itu.

Berbeda dengan komunikasi kelompok besar, misalnya rapat raksasa di lapangan dengan dihadiri puluhan ribu orang. Dalam keadaan seperti ini komunikasi orator harus ditujukan kepada afeksi audiensnya, kepada perasaannya dan bukan kepada otaknya. Sebab dalam situasi demikian akan terjadi kohesi atau perpaduan perasaan di kalangan audiensnya. Keadaan demikian sering menimbulkan terjadinya apa yang disebut dengan contagion mentale atau “wabah mental” yaitu munculnya suatu situasi dimana kalau seorang dari hadirin itu berteriak, misalnya “setuju” atau bertepuk tangan maka dengan serempak para hadirin yang lain akan mengikuti perilaku atau teriakan orang itu. Dalam situasi seperti itu logika tidak berlaku sebab hampir tidak


berfungsi karena yang bergerak adalah perasaan. Pembicara akan mengetahui perasaan audiens dimaksud dengan mengkaji perilaku audiens dalam mengekspresikan perasaannya. Bahayanya, kalau emosi atau perasaan itu bersifat negatif, bisa jadi pembicara mendapat komentar negatif dari audiens pada saat itu juga. Untuk itu seorang pembicara harus cermat dalam memperhatikan perubahan yang terjadi pada audiensnya pada saat ia berpidato.

 

Audiens (Khalayak)

Audiens atau hadirin yang terlibat dalam proses kegiatan retorika pada hakikatnya merupakan insan-insan yang jelas masing-masing berbeda dan memiliki keunikan sendiri. Meskipun kita sering mengatakan hadirin sebagai kumpulan orang secara tidak langsung dinyatakan memiliki keanekaragaman, namun kita tidak lupa bahwa itu merupakan campuran dari insan-insan yang berbeda dan satu sama lain terpisah. Masing-masing insan pendengar dimaksud masuk dalam situasi retorika dengan berbagai maksud, berbeda motif, harapan, pengetahuan, dan berbeda sikap, kepercayaan, dan nilai. Pendek kata, mereka datang dengan berbeda predisposisi. Konsekuensinya, masing- masing pendengar akan memandang penampilan dan pidato itu sedikit berbeda satu dengan yang lain. Masing-masing audiens akan memberikan respons berbeda terhadap suasana pertemuan dalam retorika itu, terutama pada pesan yang disampaikan.

Adapun maksud retorika yang paling prinsipil adalah mengubah suasana pertemuan menuju ke arah yang lebih baik, sesuai dengan suasana yang diinginkan pembicaranya. Dengan demikian opini masing-masing publik akan berubah


menjadi suatu general opinion yang mendukung keinginan oratornya. Dalam hal ini publik adalah sekumpulan orang- orang yang memiliki ciri: 1) jumlah anggotanya sedikit atau juga banyak, 2) masing-masing insan dalam himpunannya dihadapkan pada satu masalah yang sama sehingga masing- masing mempunyai minat dan kepentingan yang sama, walaupun satu sama lain belum tentu saling kenal atau ada ikatan tertentu dalam himpunan itu, 3) selalu terlibat dan aktif berupaya dalam proses penyelesaian masalah itu.

Dalam kematangannya, publik atau khalayak bisa merupakan pengelompokan yang tidak memiliki struktur, dalam arti tidak mempunyai hierarki, peran sosial, dan norma tertentu, dengan penekanan pada adanya minat dan perhatian bersama terhadap suatu masalah. Publik juga bisa ditemukan karena adanya kepentingan terhadap seorang tokoh tertentu. Semua penggemar atau yang berkepentingan itu tidak terikat oleh suatu struktur, tidak tertempatkan pada ruangan khusus, dan tidak memiliki hubungan langsung satu sama lain, nemun mereka memiliki minat dan kepentingan yang sama. Mereka menaruh perhatian pada hal yang sama.

Khalayak terbagi dalam beberapa jenis menurut keterbujukannya, yaitu:

a.    Khalayak tak sadar

Maksudnya adalah khalayak yang tidak menyadari adanya masalah atau tidak tahu bahwa perlu mengambil keputusan. Untuk menghadapi jenis khalayak seperti ini dapat menggunakan langkah-langkah urutan bermotif (motivated sequence) sebagai berikut:

Tahap perhatian. Bangkitkan minat khalayak dengan ilustrasi faktual, kutipan yang tepat, atau dengan beberapa fakta dan angka yang mengejutkan. Tetapi Anda


harus melakukannya dengan hati-hati, jangan menyajikan bahan yang terlalu baru dan terlalu dramatis, sehingga orang akan meragukan kredibilitas Anda. Karena para pendengar tidak menyadari adanya masalah yang akan Anda sampaikan, mereka perlu yakin bahwa Anda adalah orang yang dapat diterima dan bukan orang yang menakut-nakuti atau bukan seseorang yang dipengaruhi oleh cerita atau desas-desus yang tak berdasar.

Tahap kebutuhan. Sajikan sejumlah besar fakta, angka, dan kutipan yang ditunjukkan untuk memperlihatkan bahwa memang benar-benar ada masalah. Tunjukkan ruang lingkup masalah dan implikasinya. Tunjukkan siapa yang bakal dikenai masalah itu. Sebutkan dengan khusus bagaimana situasi tersebut mempengaruhi ketenteraman, kebahagiaan, atau kesejahteraan pendengar.

Tahap pemuasan, visualisasi, dan tindakan. Mengingat pentingnya relevansinya masalah yang sudah ditunjukkan, kembangkanlah tahap pemuasan, visualisasi, dan (jika tepat) tahap tindakan seperti yang disarankan. Dalam pengembangan tahap-tahap itu, gunakanlah kesempatan yang ada untuk memperkenalkan bahan- bahan yang lebih faktual, buat menegaskan adanya masalah, dan sebutlah itu lagi ketika Anda membuat ikhtisar akhir dan mengimbau mereka untuk meyakini dan bertindak.

b.    Khalayak apatis

Berbeda dengan yang pertama, khalayak apatis tahu ada masalah, tetapi mereka acuh tak acuh. Mereka berkata, “Apa urusannya dengan aku?”, “Memangnya aku harus mencemaskannya?”. Oleh karena itu tujuan Anda


adalah membuat mereka sadar bahwa yang kita bicarakan itu betul-betul mempengaruhi mereka. Lakukan secara bertahap.

Tahap perhatian. Singkirkan sikap apatis dan ketidakpedulian mereka dengan menyentuh secara singkat beberapa hal yang berkaitan dengan kepentingan pendengar. Sampaikan satu atau dua fakta dan angka yang mengejutkan. Gunakan ungkapan-ungkapan yang hidup untuk menunjukkan bagaimana kesehatan, kebahagiaan, ketenteraman, kesempatan maju dan kepentingan- kepentingan lainnya ditentukan secara langsung oleh persoalan yang Anda bicarakan.

Tahap kebutuhan. Bila sudah tumbuh perhatian, lanjutkan dengan menunjukkan secara langsung dan dramatis bagaimana masalah tersebut mempengaruhi setiap orang yang hadir. Uraikan masalah dengan menunjukkan 1) efeknya secara langsung atau segera terhadap mereka; 2) efeknya pada keluarga, sahabat, kepentingan bisnis, atau kelompok profesional mereka; 3) kemungkinan efek masa depan bagi anak-anak mereka. Dalam menunjukkan efek itu, gunakanlah bukti-bukti yang sekuat mungkin, contoh kasus, statistik yang nyata testimoni yang otoritatif dan tegaskan fakta dan kondisi yng kurang dikenal atau yang mengejutkan.

Tahap pemuasan. Dalam membangun tahap pemuasan, tegaskan kembali bagaimana usulan atau pemecehan yang Anda tawarkan berpengaruh langsung pada kepentingan pendengar sendiri, atau pada keluarga dan sejawat mereka. Artinya dalam tahap ini, seperti dalam tahap kebutuhan, tunjukkan terus menerus bahwa sikap apatis dalam masalah ini tidak dapat dibenarkan.


Tahap visualisasi dan tindakan. Visualisasikan secara jelas keuntungan yang akan diperoleh khalayak, sekiranya mereka menerima gagasan Anda; dan kerugian besar jika mereka tetap tak mengacuhkannya. Berdasarkan visualisasi ini, mintakan kepada mereka untuk mempelajari masalah ini atau untuk bertindak mengatasinya.

c.    Khalayak yang Tertarik tetapi Ragu

Sebagian khalayak tahu dan sadar akan adanya masalah; tahu bahwa perlu mengambil keputusan, tetapi mereka masih meragukan keyakinan yang harus mereka ikuti atau tindakan yang harus mereka jalankan. Dalam situasi seperti itu, ketika tujuan utama Anda meyakinkan pendengar bahwa pernyataan Anda benar atau bahwa usulan Anda adalah yang terbaik, gunakanlah tahap-tahap berikut ini:

Tahap perhatian. Karena khalayak sudah tertarik dengan persoalannya, tahap ini boleh singkat saja. Seringkali langsung saja menunjuk pokok persoalan. Sekali-sekali boleh juga contoh pendek atau cerita singkat. Ketika menggunakan yang terakhir, jagalah untuk selalu memusatkan perhatian pendengar pada pokok persoalan bukan pada persoalan sampingan atau rincian yang tidak relevan. Fokuskan perhatian hanya pada hal-hal yang pokok saja. Selain itu, abaikan semua hal yang lain.

Tahap kebutuhan. Tinjaulah secara singkat latar belakang munculnya masalah. Jelaskan latar belakng historisnya secara singkat, jika hal ini dapat membantu pendengar Anda memahami situasinya secara lebih jelas. Uraikan juga dalam beberapa kata saja situasi yang ada,


dan tunjukkan mengapa mereka perlu segera mengambil keputusan. Akhirnya, buatlah kriteria atau pedoman yang harus dipenuhi dalam mengambil keputusan yang tepat.

Tahap pemuasan. Inilah bagian pidato Anda yang paling penting, dan mungkin paling panjang. Nyatakan usulan Anda, atau tunjukkan secara ringkas rencana tindakan yang harus dilakukan, dan definisikan istilah- istilah yang kabur atau menimbulkan berbagai penafsiran. Tunjukkan secara spesifik bagaimana usulan Anda memenuhi kriteria yang ditunjukkan pada tahap kebutuhan. Lanjutkan dangan menunjukkan apa yang dapat diperoleh bila orang menerima usulan Anda dan apa kelebihan usulan Anda dibandingkan dengan alternatif- alternatif lainnya. Perkuat setiap pernyataan Anda dengan sejumlah banyak fakta, angka, testimoni, dan contoh.

Tahap visualisasi. Lakukan langkah ini singkat saja dibandingkan dengan bagian pidato lain. Gunakan bahasa yang hidup dan persuasif, tetapi jangan berlebihan. Proyeksikan khalayak ke masa depan dengan melukiskan gambaran realistis dari kondisi-kondisi yang dikehendaki, yang akan terjadi bila orang menerima usulan Anda atau mendukungnya, atau kerugian besar yang terjadi bila orang menolaknya.

Tahap tindakan. Nyatakan kembali dengan bahasa yang jelas dan kuat, usulan, anjuran atau rencana yang Anda canangkan. Buatlah ikhtisar singkat dari argumen- argumen penting dan imbauan yang dikemukakan pada pembicaraan sebelumnya.

d.    Khalayak yang Bermusuhan

Kadang-kadang khalayak sadar bahwa ada masalah atau bahwa ada masalah yang harus diatasi, tetapi mereka


menentang usulan yang Anda ajukan. Penentangan ini boleh saja terjadi karena takut akan akibat yang tidak dikehendaki atau lebih menyukai alternatif lain daripada yang Anda tawarkan. Kadang-kadang penentangan itu cerminan dari prasangka yang tersembunyi. Apa pun kejadiannya, bila tujuan Anda adalah mengatasi keberatan-keberatan khalayak dan mengupayakan agar mereka menerima gagasan Anda, ikutilah urutan bermotif ini:

Tahap perhatian. Karena Anda tahu khalayak memusuhi usulan Anda, pertama kali, usahakan untk menyambungkan “persahabatan” dengan khalayak Anda, dan menjadikan mereka mau mendengar. Bahaslah pokok pembicaraan Anda secara tidak langsung dan berangsur- angsur. Usahakan Anda mengalah semampu Anda pada segi-segi tertentu dari pendengar Anda; tekankan kesamaan-kesamaan (common ground) dengan menegas- kan pokok-pokok yang disepakati; perkecil atau hilangkan perbedaan-perbedaan. Bergeraklah sedikit demi sedikit, dimulai dari gagasan yang paling kecil kemungkinannya menimbulkan penentangan dan bergeraklah menuju isu-isu yang lebih kontroversial secara perlahan-lahan. Usahakan agar mereka merasa bahwa Anda memang secara tulus ingin mencapai hasil yang juga mereka inginkan.

Tahap kebutuhan. Capailah kesepakatan pada prinsip-prinsip atau keyakinan-keyakinan. Gunakan prinsip-prinsip ini sebagai kriteria untuk mengukur kebenaran proposisi yang Anda kemukakan. Atau kembangkanlah tahap ini seperti Anda melakukannya untuk khalayak yang masih ragu.


Tahap visualisasi dan tindakan. Sekiranya Anda berhasil sampai di sini, para pendengar sudah berada dalam posisi khalayak yang tertarik dengan masalah yang dibicarakan tetapi masih ragu. Pengembangan pidato Anda tidak berbeda dari pola pidato sebelumnya (khalayak ragu), tetapi berilah tekanan lebih banyak pada visualisasi, atau keuntungan-keuntungan.

 

Pesan

Semua pesan dalam kegiatan retorika mengalir melalui satu saluran atau lebih, bertolak dari pembicara menuju pendengarnya, dan sebaliknya dari pendengar menuju pembicara (berupa umpan balik). Saluran dimaksud adalah medium yang meneruskan pesan bermakna dari pengirim kepada penerimanya. Dalam hal ini kita bisa membayangkan adanya saluran abstrak yang meneruskan suara, saluran yang menghubungkan hal-hal yang berkenaan dengan pembicaraan dan pendengaran. Namun demikian ada juga saluran yang tampak dan penting adanya, seperti kontak mata (dengan segala kekurangannya), gerakan badan, tangan, kial, serta cara berpakaian, dapat meyalurkan pesan yang mengandung arti tertentu. Sedangkan pesan-pesan yang kurang berarti biasanya dikirimkan dan diterima hanya melalui sedikit sentuhan saja.

Dalam kehidupan sehari-hari kita biasa menyampaikan buah pikiran dan perasaan dengan menggunakan bahasa dan simbol lain yang bisa dilihat dan dipahami. Dengan demikian orang lain akan bisa mengetahui apa yang kita maksudkan. Dengan kata lain, pesan yang kita sampaikan itu selalu mengandung makna yang dibangun oleh adanya isi (content) dan lambang (symbol). Isi komunikasi yang


dimaksud tidak lain adalah apa yang kita pikirkan atau buah pikiran yang akan disampaikan, sedangkan lambang yang paling utama untuk melukiskan buah pikiran itu adalah bahasa, dan umumnya bahasa dikemukakan dalam bentuk untaian kata-kata. Namun demikian tidak semua orang pandai memilih kata dan kalimat yang tepat serta lengkap sehingga dapat mencerminkan pikiran dan perasaan yang sesungguhnya dalam proses komunikasinya itu. Karena itu pula seorang orator yang ingin berhasil dituntut untuk pandai menggunakan kata dan kalimat yang sederhana, mudah dipahami, dan dimengerti maksudnya. Kiat untuk bisa mengarah ke situ disarankan untuk menggunakan “bahasa audiens” yang dihadapinya. Misalnya kita berpidato di hadapan para petani, maka bahasa yang efektf untuk digunakan adalah “bahasa petani”. Bahasa dalam arti makna yang mencakup bingkai referensi (frame of reference) dan bidang pengalamannya (field of experience).

Gaya bahasa berpidato adalah gaya lisan yang merupakan kualitas gaya berbicara yang secara jelas dibedakan dengan gaya bahasa tulisan. Perbedaan pokok di antara keduanya adalah terletak pada penyusunan pembicaraan terjadi sejenak. Pada saat berpidato, Anda memilih kata dan menyusun kalimat secepat Anda memikirkannya. Akan tetapi pada saat menulis, Anda menyusun pemikiran Anda setelah melalui berbagai pertimbangan. Bahkan dapat dilakukan penulisan ulang dan koreksi. Hal lain yang membedakan gaya lisan dan tulisan adalah khalayak pendengar hanya mendengarkan pembicaraan satu kali dan oleh karena itu harus dengan mudah dapat dicerna.


Terdapat beberapa saran yang dapat dilakukan untuk menyusun gaya bahasa lisan saat berpidato, yaitu:

a.    Pilihlah dengan seksama kata-kata yang lebih menguraikan, ringkas, lebih sesuai, lebih personal, dan lebih menguatkan.

b.    Berbicaralah pada formalitas yang sesuai

c.    Hindari    kata-kata    asing,    jargon,    kata    teknis,    dan singkatan.

d.    Hindari ungkapan slang atau ungkapan vulgar.

e.    Hindari istilah dan ungkapan yang ofensif.

f.     Gunakan gaya personal

g.    Gunakan gaya bahasa yang menguatkan

Dalam    membentuk    kalimat,    berikut    ini    adalah pedoman yang dapat digunakan:

a.    Pilihlah kalimat pendek

b.    Pilih kalimat langsung

c.    Pilih kalimat aktif

d.    Gunakan kalimat positif

Variasikan jenis dan panjang kalimat

Last modified: Thursday, 17 October 2024, 8:41 PM