Gaya Retorika
a. Gaya Bahasa
Gaya bahasa adalah cara seseorang dalam menggunakan bahasa untuk mengungkapkan suatu
Gaya bahasa dan kosa kata mempunyai hubungan yang saling berkesinambungan. Jika semakin banyak kosa kata yang digunakan, maka akan semakin beragam pula gaya bahasa yang dipakai. Leech & Short mengemukakan bahwa gaya bahasa adalah cara menggunakan bahasa dalam konteks tertentu, oleh orang tertentu dan untuk tujuan tertentu. Dalam menggunakan bahasa yang baik, maka harus mengandung tiga unsur. yaitu kesopanan, kejujuran dan menarik. Gaya bahasa mempunyai beberapa jenis diantaranya:
1) Gaya bahasa berdasarkan pilihan kata
Dalam bahasa standar (bahasa baku) dapat dibedakan menjadi tiga antara lain: gaya bahasa resmi, gaya bahasa tak resmi dan gaya bahasa percakapan.
a) Gaya Bahasa Resmi.
Gaya bahasa resmi adalah gaya yang bentuknya lengkap, menggunakan bahasa baku, meng-gunakan EYD lengkap serta nada bicara cenderung datar. Biasannya bahasa ini digunakan dalam berbagai kesempatan-kesempatan yang bersifat resmi. Gaya ini dipergunakan oleh orang- orang yang dapat menggunakan bahasa dengan baik
dan terpelihara. Bahasa resmi biasanya digunakan dalam berbagai acara resmi. Seperti acara kepresidenan, khutbah, pidato-pidato penting dan juga di jadikan sebagai bahasa tulisan. Seperti artikel atau esai yang bersifat serius.
b) Gaya bahasa tak resmi.
Gaya bahasa tidak resmi adalah gaya bahasa yang digunakan dalam bahasa standar. Biasanya bahasa ini dipergunakan pada acara-acara yang tidak formal, sehingga bersifat konservatif. Gaya ini biasanya dipergunakan dalam karya-karya tulis, buku-buku pegangan, dan juga artikel-artikel mingguan atau bulanan. Dalam indikatornya gaya bahasa tak resmi antara lain. Menggunakan bahasa tidak baku, tidak menggunakan EYD dengan lengkap, kalimat cenderung singkat dan tidak menggunakan kata penghubung. Gaya bahasa ini lebih bersifat umum.
c) Gaya bahasa percakapan.
Sejalan dengan kata percakapan, terdapat juga gaya bahasa percakapan, namun dalam gaya bahasa ini lebih bersifat populer dan menggunakan bahasa percakapan. Bahasa disini harus ditambahkan dari segi-segi morfologis dan sintaksis. Dengan begitu secara bersama-sama akan membentuk gaya bahasa percakapan. Gaya bahasa ini mempunyai indikator antara lain: menggunakan bahasa tidak baku, banyak menggunakan istilah asing, bahasanya cenderung singkat, banyak menggunakan kata seru, dan menggunakan kalimat langsung.
2) Gaya Bahasa Berdasarkan Nada.
Gaya bahasa berdasarkan nada didasarkan pada sugesti yang diungkapkan dengan menggunakan kata- kata yang terdapat dalam sebuah wacana. Seringkali sugesti ini akan lebih nyata jika diikuti dengan sugesti suara dan pembicaraan bila sajian berupa bahasa lisan.
a) Gaya Sederhana
Gaya sederhana ini biasanya sangat cocok dan efektif digunakan untuk memberikan intruksi, perintah, pelajaran, perkuliahan, dan sejenisnya. Sebab untuk dapat menggunakan bahasa ini dengan efektif, maka seorang penulis harus memiliki kepandaian dan pengetahuan yang cukup. Oleh karena itu gaya ini sangat cocok untuk digunakan sebagai pembuktian atau untuk mengungkapan fakta suatu hal. Dengan begitu untuk membuktikan sesuatu kita tidak perlu memancing emosi dengan menggunakan gaya mulia yang bertenaga.
b) Gaya mulia dan bertenaga
Sesuai dengan namanya, gaya ini dipenuhi dengan vitalitas dan energi. Menggerakkan sesuatu tidak saja dengan mempergunakan tenaga dan vitalitas pembicara, namun juga dapat meng- gunakan nada keagungan dan kemuliaan. Dalam kenyataannya, nada agung dan mulia juga sanggup dalam menggerakkan emosi setiap pendengar, sehingga dapat mencapai tujuan yang diinginkan. Dalam mencapai tujuan tertentu, komunikator dapat meyakinkan pendengar dengan menggunakan bahasa keagungan. Dalam bahasa tersebut terselubung sebuah tenaga yang halus tetapi secara
aktif ia dapat meyakinkan pendengar. Nada agung dan mulia ini biasanya digunakan untuk menyampaikan Khotbah, pidato keagamaan, kesusilaan dan ketuhanan. Bahasa keagungan dan kemuliaan ini merupakan gaya bahasa yang mempunyai tenaga penggerak yang luar biasa, sehingga mampu menggerakkan emosi para pendengar atau pembaca.
c) Gaya menengah.
Gaya menengah adalah gaya yang bertujuan untuk menimbulkan suasana senang dan damai. Menggunakan nada yang bersifat lemah lembut, penuh kasih sayang, dan juga mengandung humor yang sehat. Gaya ini biasanya menggunakan metafora bagi pilihan katanya. Hal tersebut akan lebih menarik jika menggunakan lambang-lambang yang di padu-padankan dengan penyimpangan- penyimpangan yang dapat menarik hati, cermat dan juga nada yang sempurna.
Kata-kata yang digunakam cenderung mengalir dengan lemah lembut. Gaya ini biasanya digunakan pada saat acara pesta, pertemuan dan rekreasi, karena dalam kondisi tersebut seseorang akan lebih menginginkan ketenangan dan kedamaian.
3) Gaya Bahasa Berdasarkan Struktur Kalimat.
Berdasarkan struktur kalimat yang di kemukakan di atas, maka dapat diperoleh gaya-gaya sebagai berikut:
a) Gaya bahasa klimaks
Gaya bahasa klimaks dihasilkan dari kalimat yang berstruktur menggendur. Klimaks adalah semacam gaya bahasa yang mengandung urutan- urutan pikiran yang setiap kali semakin meningkat kepentingannya dari gagasan-gagasan sebelumnya. Klimaks disebut juga gradasi. Istilah ini dipakai sebagai istilah umum yang sebenarnya merujuk pada tingkat gagasan yang paling tinggi. Klimaks ini terbentuk dari beberapa gagasan yang berturut- turut. Semakin tinggi kepentinganya, maka itu disebut anabasis.
b) Antiklimaks.
Atiklimaks dihasilkan oleh kalimat yang berstruktur mengendur. Gaya bahasa antiklimaks merupakan suatu acuan yang gagasan-gagasanya diurutkan dari gagasan terpenting ke gagasan yang kurang penting, namun gagasan ini dianggap kurang efektif karena gagasan terpenting berada pada awal kalimat. Dalam antiklimaks kalimat terakhir masih dikatakan efektif, karena hanya mencagkup soal tata tingkat. Terjadinya tata tingkat ini dipengaruhi oleh faktor hubungan organisatoris, usia atau besar kecilnya suatu barang. Jika yang dikemukakan adalah gagasan yang abstrak, maka sebaiknya tidak menggunakan antiklimaks.
c) Paralelisme.
Paralelisme adalah gaya bahasa yang berusaha untuk mencapai keseimbangan kata-kata atau frasa yang menduduki fungsi yang sama dalam bentuk grametikal yang sama. Kesamaan tersebut dapat
berbentuk anak kalimat yang bergantung pada induk kalimat. Gaya ini lahir dari struktur kalimat yang berimbang. Prulalisme adalah sebuah bentuk yang baik untuk menonjolkan kata yang sama fungsinya, namun jika kalimatnya terlalu banyak di gunakan maka kalimat akan cenderung kaku dan mati.
d) Antitesis.
Antitesis adalah sebuah gaya bahasa yang mengandung gagasan-gagasan yang bertentangan. Menggunakan kata atau kalimat yang berlawanan. Gaya ini timbul dari kalimat berimbang.
e) Repetisi.
Repetisi adalah perulangan bunyi, suku kata, atau kalimat yang dianggap penting untuk memberikan tekanan pada sebuah konteks yang sesuai. Dalam hal ini akan dibicarakan repetisi yang berbentuk kata, frasa atau klausa. Karena nilainya dianggap tinggi, maka dalam oratori timbullah berbagai macam reperisi antara lain: (Epizeuksis) merupakan kata penting yang diulang-ulang pada satu kalimat. (Tautotes) sebuah kata di ulang-ulang dalam bentuk lain di suatu kalimat. (Anafora) pengulangan kata pertama diawal baris atau kata berikutnya. (Epistrofa) pengulangan kata akhir atau baris berikutnya. (Simploke) pengulangan awal dan akhir kata di beberapa kalimat beruntut. (Mosodiplosis) pengulangan kata ditengah beberapa kalimat tersebut. (Epanalepsis) kata diawal kalimat di diulang diakhir kalimat. (Anadiplosis) kata terakhir kalimat di awal dikalimat berikutnya.
b. Gaya Suara
Gaya ini merupakan seni dalam berkomunikasi untuk memikat perhatian audiens. Hal ini dapat dilakukan dengan berbicara menggunakan irama yang berubah-ubah sambil memberikan penekanan tertentu pada kata yang memerlukan perhatian khusus. T.A Lathif Rousydy mengatakan bahwa audiens umumnya tertarik kepada pidato atau ceramah seseorang jika pembicara mempunyai suara yang empuk, enak didengar dan yang sesuai dengan keinginan jiwa pendengar. Ada beberapa hal yang mempengaruhi gaya suara:
1) Pitch
Pitch adalah tinggi rendahnya suara seseorang pembicara. Dalam ilmu musik, pitch disebut dengan tangga nada. Biasanya ada suara pembicara yang terlalu tinggi dan ada juga yang terlalu rendah ataupun bervariasi (rendah, sedang dan tinggi), sesuai dengan penghayatan terhadap materi pembicaraan. Dalam berbicara pitch suara tidak boleh terlalu tinggi mupun terlalu rendah. Tetapi yang enak di gunakan, sehingga di setiap pembicaraan harus mempelajari berbagai variasi dalam pitch untuk menghasilkan irama yang menarik. Seseorang menggunakan pitch dalam suaranya cenderung untuk menekankan arti dalam pesan atau untuk menunjukkan sesuatu yang bermakna. Dalam bahasa-bahasa tonal terdapat lima macam pitch antara lain:
a) Nada naik atau tinggi yang diberi tanda naik keatas (/)
b) Nada datar yang biasanya diberi tanda (-)
c) Nada urun atau rendah yang biasanya diberi tanda
garis menurun (\)
d) Nada turun naik yakni nada yang merendah lalu meninggi (v)
e) Nada naik turun yaitu nada yang meninggi lalu merendah biasanya ditandai dengan (^).
Nada yang menyertai bunyi segmental didalam kalimat disebut intonasi. Dalam hal ini dibedakan menjadi empat macam:
(1) Nada yang paling tinggi diberi tanda dengan nomer 4 (keterangan: suara yang keluar keras dan sangat tinggi).
(2) Nada tinggi yang diberi tanda 3 (suara yang keluar seperti tegas ketegasan)
(3) Nada sedang atau biasa yang diberi tanda dengan angka 2 (keterangan: suara yang keluar seperti orang bicara datar tapi agak keluar otot leher).
(4) Nada rendah yang diberi tanda angka 1 (keterangan: suara yang keluar seperti orang bicara biasa, namun tidak keluar otot leher).
2) Loudnes
Lodness merupakan nada suara yang menyangkut keras atau tidaknya suara. Dalam berpidato hal ini perlu menjadi perhatian. Kita harus mampu mengatur dan melunakkan suara yang kita keluarkan, namun hal tersebut tergantung pada situasi dan kondisi yang kita hadapi. Tingkat kerasnya suara memiliki satu fungsi mendasar dan vital dalam berkomunikasi.
Variasi keras lembutnya suara akan menambah tekan dengan menonjolkan ide tertentu dalam pesan yang disampaikan. Seseorang dapat menekankan
suaranya pada suatu hal yang penting dengan memperkeras atau memperlembut suaranya, sehingga tidak sama dengan tingkat suara yang normal.
3) Rate dan Rhythm
Rate dan rhythm adalah kecepatan yang mengukur cepat lambatnya irama suara. Hal tersebut selalu berkaitan dengan Rhyhm dan irama. Seorang pembicara harus memperhatikan masalah ini dengan baik. Mereka harus mengatur kecepatan dan menyelaraskan suara dengan irama. Suara yang disampaikan terlalu cepat atau terlalu lambat akan menyulitkan pendengar dalam menangkap isi pesan.
Rate akan di kontrol oleh pause (penghentian). Oleh karena itu seorang komunikator ada kalanya harus berhenti sejenak untuk memberikan kesempatan kepada khalayak untuk mencerna dan memahami maksud dari pesan yang telah disampaikanya.
4) Jeda atau pause
Jeda dapat di golongkan sebagai bagian dari rate atau kecepatan, yang berfungsi sebagai pengtuasi lisan. Jeda yang singkat berguna untuk titik pemisah dari satu kesatuan pikiran, atau memodifikasi ide seperti koma dalam sebuah tulisan. Sifat jeda terbagi menjadi dua yaitu bersifat penuh dan bersifat sementara. Biasanya hal tersebut dibedakan antara sendi dalam yang menunjukkan batas antara satu silabel dengan silabel yang lain.
Sendi dalam ini menjadi batas silabel biasanya diberi tanda (+), sedangkan sendi luar merupakan sendi yang menunjukkan batas yang lebih besar dari pada silabel. Dalam hal ini dapat dibedakan menjadi tiga
antara lain: (1) jeda diantara kata dalam frase dan diberi tanda berupa garis tunggal (/). (2) jeda antar frase dalam klausa dan diberi tanda berupa garis miring ganda (//). (3) dan jeda antar kalimat dalam wacana diberi tanda berupa garis silang (#). Tekanan dan jeda dalam kalimat bahasa indonesia sangat penting, karena jika salah dalam menggunakan jeda atau penekanan akan dapat merubah makna pada kalimat.
c. Gaya gerak tubuh.
Sebelumnya telah dijelaskan diatas bahawa gaya merupakan ciri khas seseorang untuk mengungkapkan diri sendiri. Baik melalui kontak mata, bahasa, tingkah laku, cara berpakaian, gerak fisik dan lain sebagainya. Dalam hal ini gerak fisik digunakan dalam tiga hal antara lain: pertama, menyampaikan makna. kedua, menarik perhatian dan ketiga, menumbuhkan kepercayaan diri, semangat serta dapat digunakan untuk menggambarkan ukuran dan bentuk suatu hal.
Dari beberapa gaya yang ada, salah satu yang menjadi daya tarik adalah gaya fisik. Tidak hanya berguna untuk menyampaikan makna. Gaya fisik ini juga dapat menimbulkan respon pada audien, karena pada dasarnya pendengar lebih tertarik pada hal-hal yang sifatnya bergerak. Jadi dalam melakukan pidato ataupun ceramah, gerak gerik seorang pembicara akan melibatkan audiens untuk bergerak. Mereka juga akan merasakan apa yang komunikator rasakan. Berikut adalah macam-macam gerak tubuh seseorang dalam berkomunikasi antara lain:
1) Sikap Badan.
Sikap badan selama berbicara (terutama pada awal pembicaraan) baik dalam keadaan duduk ataupun berdiri sangat menentukan berhasil atau tidaknya penampilan saat kita sedang menjadi seorang komunikator. Sikap badan (cara berdiri) dapat menimbulkan berbagai penafsiran dari pendengar untuk menggambarkan gejala- gejala penampilan kita.
2) Penampilan dan pakaian.
Pentingnya beberapa gerak penyerta (body action). Penyerta adalah suatu keadaan yang mengikuti atau terjadi pada waktu kita mengumpulkan sesuatu. Biasanya gerak penyerta ini bukan sesuatu yang dibuat-buat. Melainkan dengan secara spontan dan yang terjadi sesuai dengan keadaan hati dan emosi. Disamping itu, masalah pakaian juga menjadi perhatian. Pakaian merupakan bagian dari kita. Sebagian dari kita ada yang berpendapat bahwa pakaian akan menampah kewibawaan, namun sangat disayangkan banyak sekali para penda’i di Indonesia ini yang kurang memperhatikan pentingnya gaya berpakaian.
3) Air Muka dan Gerak Tangan.
Menggunakan air muka yang tepat merupakan salah satu pendukung dalam menyajikan materi. Air muka bukanlah hanya sebuah seni untuk memikat perhatian audiens, namun dengan menggunakan air muka yang tepat akan dapat menyentuh perasaan audiens. Ekspresi wajah merupakan salah satu alat penting yang digunakan pembicara dalam berkomunikasi non verbal dengan menggunakan alis, mata, dan mulut untuk berekspresi. Demikian pula dengan gerakan tangan. Dalam
berceramah atau pidato, penggunaan gerakan tangan menjadi faktor pendukung dalam menyampaikan pesan materi. Hal tersebut dapat membuat gambar abstrak dari materi yang disampaikan. Walaupun begitu, pembicara tidak boleh salah dalam menggunakan gerakan tangan karena bila salah akan akan menjadi tawaan bagi para pendengar.
4) Pandangan Mata.
Pandangan mata merupakan gaya yang digunakan untuk menarik perhatian peserta. Selain itu, kotak mata juga menunjukkan pada orang lain bagaimana perasaan kita terhadap orang lain. Tanpa kontak mata, pendengar tidak akan dapat membaca apa-apa. Beberapa hal yang menggambarkan bahwa menjaga kontak mata itu sangatlah penting antara lain. Membantu audien konsentrasi, menambah keyakinan audien pada pembicara, dan membantu menambah wawasan respon audien terhadap pembicara.
Selama berbicara didepan khalayak, pandangan mata sangatlah menentukan. Mata dapat mengeluarkan kekuatan magis untuk dapat menarik perhatian khalayak. Oleh karena itu matalah yang dapat menentukan terjadi atau tidaknya kontak antar pembicara dengan audiens.