retorika dan kehidupan sehari-hari

Penggunaan Retorika dalam Bidang Politik

Bidang politik adalah bidang kegiatan yang pertama- tama memanfaatkan retorika secara terencana. Bahkan kehadiran retorika itu sendiri justru karena didorong oleh kebutuhan politik. Sebab, sebagaimana kita ketahui bahwa retorika lahir di tengah-tengah rakyat Sicilia, yakni kota di Syracuse yang sedang bergolak menentang pemerintah yang sedang berkuasa, yang dianggap oleh rakyatnya sebagai pemerintahan tiranis. Rakyat Sicilia menginginkan pemerintahan yang demokratis. Untuk mencapai tujuan itu, rakyat dan para tokoh yang berpihak kepada rakyat sadar bahwa jika dilakukan perlawanan dengan kekerasan, belum tentu akan berhasil. Apalagi pemerintahan militer yang berkuasa saat itu amat tangguh. Untuk menghindari kegagalan, maka ditempuhlah jalan berunding. Melalui perundingan rakyat mencoba meyakinkan penguasa bahwa pemerintahan yang demokratis yang diinginkan oleh seluruh rakyat adalah sistem pemerintahan yang lebih baik daripada pemerintahan yang sedang berlaku saat itu. Untuk itu, maka dipersiapkanlah wakil-wakil rakyat yang memiliki kecakapan retorik, yakni kecakapan berpidato untuk meyakinkan pemerintah. Inti tuntutan rakyat adalah terjadinya perubahan sistem pemerintahan tanpa pertumpahan darah.

Tokoh retorika yang terkenal pada saat itu adalah Corax. Ia bersama muridnya yang bernama Tissias membangun sekolah retorika untuk mereka yang ditunjuk sebagai wakil rakyat. Di sekolah ini yang terutama diajarkan adalah retorika dalam pengertian kecakapan berpidato untuk meyakinkan pihak lain.


Hasil pendidikan Corax dan Tissias menunjukkan hasil yng menggembirakan. Wakil-wakil rakyat yang benar- benar ahli dalam berpidato berhasil meyakinkan penguasa akan pemerintahan demokratis yang dituntutnya. Dengan demikian, tanpa terjadi pertumpahan darah, maka beralihlah pemerintahan tirani ke pemerintahan demokrasi seperti yang menjadi tuntuan rakyat Sicilia. Dengan keberhasilan itu, maka istilah retorika menjadi populer di seluruh Yunani, terutama di kota Athena. Sementara itu, ajaran-ajaran Corax dan Tissias dibukukan dengan judul Techne Logon. Inilah buku retorika perama yang berisi tentang kecakapan berpidato untuk tujuan politik.

Pemanfaatan retorika sebagai alat politik lebih menonjol lagi di kalangan filsuf yang dikenal dengan nama kaum Sophis. Tokoh-tokoh kaum Sophis seperti Gorgias, Protagoras, Isocrates, dan lain-lain berhasil dengan gemilang membuktikan bahwa retorika adalah sarana yang efektif untuk memenangkan suatu kasus. Tidak peduli apakah kasus itu punya dasar kebenaran atau tidak. Karena itu setiap kasus, bagaimanapun sifatnya, akan menang asal disampaikan secara retoris. Beginilah pengertian retorika dari kaum Sophis yang lebih banyak mengajarkan keahlian bersilat lidah.

Dalam perkembangannya, retorika dipersiapkan secara intensif dan terencana untuk kegiatan-kegiatan politik. Setelah Yunani, Romawi, menjadi tempat pengembangan retorika sebagai alat politik. Di Romawi dikenal tokoh-tokoh retorika bidang politik seperti Cicero, Quintilianus dengan pengikut-pengikutnya (Quintilians). Kedua tokoh ini menyempurnakan retorika kaum Sophis dengan ajaran-


ajaran Aristoteles sehingga retorika dikenal sebagai ilmu berpidato.

Setelah itu, bukan berarti retorika tidak dimanfaatkan dalam bidang politik. Sampai sekarang pun retorika dimanfaatkan dalam bidang politik. Propaganda-propaganda politik, kampanye-kampanye menjelang pemilu dalam negara yang menganut pemerintahan demokrasi adalah bukti pemanfaatan retorika di bidang politik. Politik memanfaatkan retorika untuk mempengaruhi rakyat dengan materi bahasa, ulasan-ulasan, dan gaya bertutur yang meyakinkan dan mencekam perhatian. Propaganda itu kadang-kadang berhasil mengubah pendirian rakyat, kadang- kadang tidak. Ini bergantung pada tingkat pendidikan dankecerdasan rakyat yang ingin dipengaruhi.

Dalam rangka melaksanakan misi politiknya masing- masing, kita mengenal tokoh-tokoh yang pintar berpidato seperti Hitler, dan di Indonesia dikenal tokoh-tokoh seperti Bung Karno dan Bung Tomo.

 

Penggunaan Retorika dalam Bidang Ekonomi

Bidang ekonomi pun menggunakan retorika. Para usahawan terlibat dalam penggunaan retorika dalam rangka mempromosikan barang-barang produksinya. Oleh karena itu, retorika digunakan secara luas untuk iklan dan reklame. Terlibatnya retorika dalam iklan dan reklame tampak mencolok di negara-negara yang persaingan barang-barang produksinya sudah tinggi. Perancang iklan menampilkan pembicaraannya memanfaatkan hal-hal yang menjadi idaman orang, khayalan, atau harapan. Penyusunan iklan dengan bahasa yang retoris berusaha mengeksploitasi


kebutuhan manusia, khayalnya, harapan, idealnya, dan ketidaksadarannya.

Jika pada media cetak, sugesti konsumen hanya dibangkitkan dengan menggunakan kata-kata saja, tetapi melalui media TV, sugesti konsumen dibangkitkan dengan menggunakan kata-kata, tayangan gambar, suara , atau bersifat multimedia, sehingga retorika dalam dunia ekonomi benar-benar dapat mendesak konsumennya untuk mencobanya. Penggunaan sarana multimedia ini juga menjadi bagian keseluruhan retorika, sebab setiap upaya yang dilakukan secara sadar atau tidak sadar yang bermaksud mempengaruhi orang lain termasuk fenomena retoris.

 

Penggunaan Retorika dalam Seni

Dunia seni juga merupakan bidang kehidupan yang tidak lepas dari retorika. Apalagi seni itu dimaksudkan untuk “mendidik” penontonnya. Banyak hasil karya seni mengandung pendidikan, misalnya wayang kulit, wayang orang, wayang golek, wayang beber, ludruk, dan lain-lain. Pada kesenian tersebut terdapat tokoh-tokoh punakawan yang pintar berbicara (memberi nasihat), seperti Cepot dan Udel (Sunda), Semar, Gareng, Petruk, dan Bagong (Jawa), serta tokoh-tokoh lainnya. Tokoh-tokoh ini sering berbicara dengan menggunakan bahasa yang terpilih, ulasan yang mampu memengaruhi penonton dengan menampilkan gagasan-gagasan yang mengandung nilai kehidupan. Dam hubungan inilah sesungguhnya mereka telah meggunakan retorika dengan baik. Dalam pewayangan ada dalang yang menggunakan retorika untuk memengaruhi pentontonnya. Dalam pewayangan terdapat tokoh-tokoh yang baik dan


yang buruk sebagai persona yang dipakai oleh dalang untuk menampilkan kata-kata bijak yang memukau. Keberhasilan dalang dalam mempengaruhi penontonnya, karena ia mampu menerapkan retorika dengan baik. Kemampuan seperti itu diperoleh oleh dalang melalui latihan-latihan yang sistematis.

Pemanfaatan retorika tidak hanya pada karya seni klasik saja, pada seni modern retorika juga dimanfaatkan, misalnya pada seni drama, teater, dan film. Pada ketiga kesenian ini bahasa dan gaya bahasa dipilih benar, kemudian ditata dengan baik, selanjutnya ditampilkan di depan penonton. Cara kerja memilih/menemukan, menata, dan menampilkan benar-benar merupakan langkah-langkah seperti dalam retorika.

 

Penggunaan Retorika dalam Tulisan

Para wartawan dan reporter adalah orang-orang yang terlibat dalam penggunaan retorika. Pada saat mereka akan menulis kolom, rubrik, tajuk, atau berita, semuanya memerlukan kemampuan menggunakan retorika. Intinya adalah bagaimana mereka dapat memersuasi atau menarik perhatian pembacanya. Kadang-kadang ada penulis yang mempunyai niat menggebu-gebu untuk menarik perhatian pembacanya. Karena keinginan yang menggebu-gebu itu, tulisan mereka sering terkesan tendensius.

Selain itu retorika juga digunakan pada saat kita menulis makalah atau artikel. Pada saat menulis makalah, kita akan melakukan langkah-langkah dalam retorika, seperti menemukan topik, melakukan riset topik, kemudian menyusunnya dalam tulisan yang baik dan menarik.


Penggunaan Retorika dalam Pendidikan

Secara umum pendidikan diartikan sebagai cara memberikan pengetahuan yang sistematis kepada anak didik untuk mengembangkan dirinya dengan memberi pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai yang sesuai dengan kebutuhan hidupnya. Jadi pendidikan hanyalah membantu memberikan bimbingan kepada anak didik sehingga potensi yang dimiliki anak dapat berkembang secara wajar.

Untuk dapat mewujudkan tujuan tersebut, maka para pendidik perlu membuat perencanaan, menyiapkan materi, menata unit-unit materi, menentukan sarana, menetapkan metode, dan melaksanakan kegiatan pengajaran. Dari perencanaan sampai dengan pelaksanaan yang dilakukan itu, para pendidik selalu mengkaji persoalan-pesoalan yang ada seputar anak didik kita. Hal ini dilakukan agar bimbingan (pendidikan) yang diberikan dapat memotivasi, menarik minat, dan memersuasi anak didik kita untuk belajar. Dalam melakukan kegiatan seperti inilah para pendidik terlibat dalam penggunaan retorika.

Pertanyaan-pertanyaan berikut akan menjawab keterlibatan seorang pendidik dengan retorika:

a.    Materi pelajaran apa yang akan diperlukan anak didik kita?

b.    Bagaimanakah cara menyajikan agar memikat anak didik kita?

c.    Sarana apakah yang diperlukan untuk memberikan kejelasan uraian?

d.    Bagaimanakah menyuguhkan contoh, ulasan, ilustrasi, dukungan, dan lain-lain agar anak termotivasi untuk ingin tahu?


e.    Bagaimanakah cara mempengaruhi dan mengatur siswa agar mereka aktifdan kreatif?

Contoh-contoh pertanyaan tersebut sesungguhnya tidak lain merupakan bentuk khusus dari persoalan yang umum dalam retorika. Itulah sebabnya, mengapa dikatakan bahwa para pendidik dalam tugas menyiapkan bimbingan yang disebut pendidikan itu dikatakan terlibat dengan retorika.

Penggunaan secara praktis, tampak lebih nyata dalam proses belajar-mengajar di kelas. Dalam hubungan ini, para guru menerapkan prinsip-prinsip pendidikan yang telah dipelajari sebelumnya. Melalui aktifitas belajar-mengajar, guru memanfaatkan retorika sebanyak-banyaknya berdasar- kan jenis materi pelajaran yang diajarkan, kondisi anak didik yang dihadapi, keadaan sekolah tempat mengajar, situasi sosial politik yang sedang berlangsung, dan faktor-faktor lain. Yang lebih nyata lagi bahwa guru menggunakan retorika adalah ketika guru mengambil contoh yang telah diketahui anak, menggunakan mimik (gerak-gerik, pandangan mata, gerakan tangan, dan sebagainya). Jadi untuk meyakinkan anak didik akan kebenaran materi yang disajikan, para guru melakukan sejumlah upaya dan tindakan. Semua upaya dan tindakan yang dilakukan itu dimaksudkan untuk meyakinkan. Itulah pada hakikatnya retorika yang dimanfaatkan guru.

Dapat disimpulkan, keseluruhan proses yang dilakukan guru d dalam kelas adalah tindak retorika. Jika tindak retorika tidak dimanfaatkan dalam proses ini, maka pengajaran bisa membosankan. Akibatnya pendidikan tidak akan berhasil. Oleh karena itulah guru yang cakap akan memanfaatkan retorika dalam pendidikan. Di satu pihak ia


bisa disenangi murid, di pihak lain ia bisa menjadi pendidik yang berhasil.
Last modified: Thursday, 17 October 2024, 8:47 PM