Retorika Modern

Abad Pertengahan berlangsung selama seribu tahun (400-1400). Di Eropa, selama periode panjang tersebut, warisan peradaban Yunani diabaikan. Pertemuan orang Eropa dengan Islam yang menyimpan dan mengembangkan khazanah Yunani dalam Perang Salib menimbulkan Renaissance. Salah seorang pemikir Renaissance yang menarik kembali minat orang pada retorika adalah Peter Ramus. Ia membagi retorika pada dua bagian; invention dan dispositio dimasukkan ke bagian logika. Sedangkan retorika hanya berkaitan dengan elocution dan pronuntiatio saja. Pembagian ini berlangsung selama beberapa generasi.

Renaissance mengantarkan kita kepada retorika modern, yang menghubungkan Renaissance dengan retorika modern adalah Roger Bacon (1214-1219). Ia bukan saja memperkenalkan metode eksperimental, tetapi juga pentingnya pengetahuan tentang proses psikologis dalam studi retorika. Rasio, imajinasi, kemauan adalah fakultas- fakultas psikologis yang kelak akan menjadi kajian utama retorika modern.

Ada tiga aliran dalam retorika modern, yaitu:

a.    Epistemologis adalah aliran pertama dalam retorika modern yang menekankan pada proses psikologis. Epistemologi membahas “teori pengetahuan”; asal-usul, sifat, metode, dan batas-batas pengetahuan manusia. Para pemikir epistemologis berusaha mengkaji retorika klasik


dalam sorotan perkembangan psikologi kognitif, yang membahas proses mental.

b.    Aliran kedua dikenal dengan belles lettres (Bahasa Perancis yang berarti tulisan yang indah). Retorika belletris sangat mengutamakan keindahan bahasa, segi- segi estetis pesan, kadang-kadang dengan mengabaikan segi informatifnya. Hugh Blair (1718-1800) menulis Lectures on Rhetoric and Belles Lettres. Ia menjelaskan hubungan antara retorika, sastra, dan kritik. Ia memperkenalkan fakultas cita rasa (taste), yaitu kemampuan untuk memperoleh kenikmatan dari pertemuan dengan apapun yang indah. Cita rasa, menurut Blair, mencapai kesempurnaan ketika kenikmatan inderawi dipadukan dengan rasio—ketika rasio dapat menjelaskan sumber-sumber kenikmatan. Aliran epistemologi dan belles lettres terutama memusatkan perhatian pada persiapan pidato; pada penyusunan pesan dan penggunaan bahasa.

c.    Aliran ketiga disebut gerakan elokusionis, menekankan pada teknik penyampaian pidato. Misalnya Gilbert Austin memberikan petunjuk praktis penyampaian pidato, seperti mengenai bagaimana pembicara mengarahkan kontak mata kepada pendengar, bagaimana pembicara mengatur suaranya. James Burgh menjelaskan 71 emosi dan cara mengungkapkannya. Dalam perkembangannya, gerakan elokusionis dikritik karena terlalu memusatkan perhatian kepada teknik. Ketika mengikuti kaum elokusionis, pembicara tidak lagi berbicara dan bergerak secara alami, namun menjadi artifisial. Walau demikian, kaum elokusionis telah berhasil melakukan penelitian empiris sebelum merumuskan “resep-resep” penyampaian pidato.


Retorika kini tidak lagi ilmu berdasarkan semata-mata “otak-atik-otak” atau hasil perenungan rasional saja, namun dirumuskan dari hasil penelitian empiris.

Pada abad ke-20 retorika mengambil manfaat dari perkembangan ilmu pengetahuan modern, khususnya ilmu perilaku seperti psikologi dan sosiologi. Istilah retorika pun mulai digeser oleh istilah-istilah lainnya seperti speech, speech communication, atau public speaking. Sebagian tokoh retorika modern antara lain adalah James A Winans, Charles Henry Woolbert, William Noorwood Brigance, dan Alan H Monroe. Monroe banyak meneliti proses motivasi (motivating process). Kontribusinya yang terbesar adalah dalam hal cara organisasi pesan. Menurut Monroe, pesan harus disusun berdasarkan proses berpikir manusia yang disebutnya motivated sequence.

Dewasa ini retorika sebagai public speaking, oral communication, atau speech communication diajarkan dan diteliti secara ilmiah di lingkungan akademis. Di masa mendatang ilmu retorika juga mungkin akan diajarkan kepada mahasiswa di luar ilmu sosial. Dr. Charles Hurst melakukan penelitian tentang pengaruh speech course terhadap prestasi akademik mahasiswa. Hasil penelitian itu membuktikan bahwa pengaruh itu cukup berarti. Mahasiswa yang memperoleh pelajaran speech mendapat skor yang lebih tinggi dalam tes belajar dan berpikir, lebih terampil dalam studi dan lebih baik dalam hasil akademisnya dibandingkan mahasiswa yang tidak mendapatkan pelajaran itu. Hal ini menunjukkan pentingnya retorika dalam kehidupan.

Berikut ini adalah sebagian dari tokoh-tokoh retorika modern:


1.    James A. Winans

Ia adalah perintis penggunaan psikologi modern dalam pidatonya. Bukunya, Public Speaking, terbit tahun 1917 menggunakan teori psikologi dari William James dan E.B. Tichener. Sesuai dengan teori James bahwa tindakan ditentukan oleh perhatian, Winans, men- definisikan persuasi sebagai “proses menumbuhkan perhatian yang memadai baik dan tidak terbagi terhadap proposisi-proposisi”. Ia menerangkan pentingnya mem- bangkitkan emosi melalui motif-motif psikologis seperti kepentingan pribadi, kewajiban sosial dan kewajiban agama. Cara berpidato yang bersifat percakapan (conversation) dan teknik-teknik penyampaian pidato merupakan pembahasan yang amat berharga. Winans adalah pendiri Speech Communication Association of America (1950).

2.    Charles Henry Woolbert

Ia pun termasuk pendiri The Speech Communication Association of America. Kali ini psikologi yang amat mempengaruhinya adalah behaviorisme dari John B. Watson. Tidak heran kalau Woolbert memandang “Speech Communication” sebagai ilmu tingkah laku. Baginya proses penyusunan pidato adalah kegiatan seluruh organisme. Pidato merupakan ungkapan kepribadian. Logika adalah dasar utama persuasi. Dalam penyusunan persiapan pidato, menurut Woolbert harus diperhatikan hal-hal berikut:1). Teliti tujuannya, 2) ketahui khalayak dan situasinya. 3) tentukan proposisi yang cocok dengan khalayak dan situasi tersebut, 4) pilih kalimat-kalimat yang dipertalikan secara logis. Bukunya yang terkenal adalah The Fundamental of Speech.


3.    William Noorwood Brigance

Berbeda dengan Woolbert yang menitikberatkan logika, Brigance menekankan faktor keinginan (desire) sebagai dasar persuasi. “Keyakinan jarang merupakan hasil pemikiran. Kita cenderung mempercayai apa yang membangkitkan keinginan kita, ketakutan kita dan emosi kita”, demikian menurut Brigance. Pesuasi meliputi empat unsur: 1) rebut perhatian pendengar, 2) usahakan pendengar untuk mempercayai kemampuan dan karakter Anda, 3) dasarkanlah pemikiran pada keinginan, dan 4) kembangkan setiap gagasan sesuai dengan sikap pendengar.

4.    Alan H Monroe

Bukunya, Principles and Types of Speech, banyak digunakan dalam buku Rakhmat (2007). Dimulai pada pertengahan tahun 20-an Monroe beserta stafnya meneliti proses motivasi (motivating process). Jasa Monroe yang terbesar adalah cara organisasi pesan. Menurut Monroe pesan harus disusun berdasarkan proses berpikir manusia yang disebutnya motivated sequence.

Beberapa ahli retorika modern lainnya yang patut disebut antara lain A.E. Philips (Effective Speaking, 1908), Brembeck dan Howell (Persuasion: A Means of Social Control, 1952), R.T. Oliver (Psychology of Persuasive Speech, 1942). Di Jerman, selain tokoh terkenal Hitler (Mein Kampf), terdapat Naumann (Die Kunst der Rede, 1941), Dessoir (Die Rede als Kunst, 1984) dan Damachke (Volkstumliche Redekunst, 1918) adalah pelopor retorika modern juga.

Dewasa ini retorika sebagai public speaking, oral communication, atau speech communication diajarkan dan


diteliti secara ilmiah di lingkungan akademis. Pada waktu mendatang, ilmu ini tampaknya akan diberikan juga bagi mahasiswa-mahasiswa ilmu sosial. Dr. Charles Hurst mengadakan penelitian tenang pengaruh speech courses terhadap prestasi akademik mahasiswa. Hasilnya membuktikan bahwa pengaruh itu cukup berarti. Mahasiswa yang memperoleh pelajaran speech (Speech group) mendapat skor yang lebih tinggi dalam tes belajar dan berpikir, lebih terampil dalam studi dan lebih baik dalam hasil akademisnya dibanding dengan mahasiswa yang tidak mendapat ajaran itu.
Terakhir diperbaharui: Thursday, 12 September 2024, 18:35