C. Model Pengembangan dan Penerapan Sistem Informasi Manajeme

1. Model Pengembangan Sistem Informasi Manajemen 

a. Waterfall Model

           Menurut Pressman (2005: 79), dalam rekayasa perangkat lunak terdapat suatu pendekatan yang disebut Waterfall Model. Nama model ini sebenarnya adalah linear sequential model. Model ini sering disebut dengan classic life cycle atau model waterfall. Model ini adalah model yang muncul pertama kali, yaitu sekitar tahun 1970 sehingga sering dianggap kuno, tetapi merupakan model yang paling banyak digunakan dalam software engineering (SE). 

Model ini melakukan pendekatan secara sistematis dan urut mulai dari level kebutuhan sistem, lalu menuju ke tahap analisis, desain, coding, testing, dan maintenance. Sesuai dengan namanya (waterfall/air terjun), tahapan dalam model ini disusun bertingkat. Setiap tahap dalam model ini dilakukan berurutan, satu sebelum yang lainnya (lihat tanda anak panah). Selain itu, dari satu tahap kita dapat kembali ke tahap sebelumnya. Model ini biasanya digunakan untuk membuat sebuah software dalam skala besar dan yang akan dipakai dalam waktu yang lama. Model ini merupakan model yang paling banyak digunakan oleh para pengembang software

Ada lima tahap dalam model waterfall, yaitu requirement analysis, system design, implementation, integration & testing, operations dan maintenance. 


Tahap-tahap dalam Model Waterfall, yaitu sebagai berikut. 

1) Requirement Analysis 

Seluruh kebutuhan software harus bisa didapatkan dalam fase ini, termasuk di dalamnya kegunaan software yang diharapkan pengguna dan batasan software. Informasi ini biasanya dapat diperoleh melalui wawancara, survei atau diskusi. Informasi tersebut dianalisis untuk mendapatkan dokumentasi kebutuhan pengguna untuk digunakan pada tahap selanjutnya. 

2) System Design 

Tahap ini dilakukan sebelum melakukan coding. Tahap ini bertujuan untuk memberikan gambaran yang seharusnya dikerjakan dan tampilannya. Tahap ini membantu dalam menspesifikasikan kebutuhan hardware dan sistem serta mendefinisikan arsitektur sistem secara keseluruhan. 

3) Implementation 

Pada tahap ini dilakukan pemrograman. Pembuatan software dipecah menjadi modul-modul kecil yang akan digabungkan dalam tahap berikutnya. Selain itu, dalam tahap ini juga dilakukan pemeriksaan terhadap modul yang dibuat, apakah telah memenuhi fungsi yang diinginkan atau belum

4) Integration & Testing 
Pada tahap ini dilakukan penggabungan modul-modul yang telah dibuat dan dilakukan. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah software yang dibuat telah sesuai dengan desainnya dan masih terdapat kesalahan atau tidak. 
5) Operation & Maintenance 
Tahap ini merupakan tahap terakhir dalam model waterfall. Software yang sudah jadi dijalankan serta dilakukan pemeliharaan. Pemeliharaan termasuk dalam memperbaiki kesalahan yang tidak ditemukan pada langkah sebelumnya. Perbaikan implementasi unit sistem dan peningkatan jasa sistem sebagai kebutuhan baru
Keunggulan: 

  1. software yang dikembangkan dengan metode ini biasanya menghasilkan kualitas yang baik; 
  2. document pengembangan sistem sangat terorganisasi, karena setiap fase harus terselesaikan dengan lengkap sebelum melangkah ke fase berikutnya. 
        Kekurangan: 
  1. membutuhkan keahlian yang baik atau yang telah berpengalaman dalam mengembangkan perangkat lunak, dalam arti metode ini kurang cocok bagi pemula; 
  2. diperlukan manajemen yang baik karena proses pengembangan tidak dapat berulang sebelum menghasilkan suatu produk, yaitu aplikasi. Jadi, apabila dalam suatu proses seperti perancangan tidak selesai tepat waktu, akan memengaruhi keseluruhan proses pengembangan perangkat lunak; 
  3. Iiterasi sering terjadi menyebabkan masalah baru; 
  4. client kesulitan untuk menyatakan semua keinginannya secara eksplisit pada awal tahap pengembangan.
b.  Model V


Model ini merupakan perluasan dari model waterfall. Disebut sebagai perluasan karena tahap-tahapnya mirip dengan yang terdapat dalam model waterfall. Jika dalam model waterfall proses dijalankan secara linear, dalam model V proses dilakukan bercabang. Dalam model V ini digambarkan hubungan antara tahap pengembangan software dan tahap pengujiannya. Berikut penjelasan tiap-tiap tahap beserta tahap pengujiannya. 

1) Requirement analysis dan acceptance testing 
         Tahap requirement analysis sama seperti yang terdapat dalam model waterfall. Keluaran dari tahap ini adalah dokumentasi kebutuhan pengguna. Acceptance testing merupakan tahap yang akan mengkaji apakah dokumentasi yang dihasilkan tersebut dapat diterima oleh para pengguna atau tidak.
2) System design dan system testing 
         Dalam tahap ini analis sistem mulai merancang sistem dengan mengacu pada dokumentasi kebutuhan pengguna yang telah dibuat pada tahap sebelumnya. Keluaran dari tahap ini adalah spesifikasi software yang meliputi organisasi sistem secara umum, struktur data, dan yang lain. Selain itu, tahap ini juga menghasilkan contoh tampilan window dan dokumentasi teknik yang lain seperti entity diagram dan data dictionary. 
3) Architecture design dan integration testing
        Architecture design dan integration testing sering juga disebut high level design. Dasar dari pemilihan arsitektur yang akan digunakan berdasar pada beberapa hal, seperti pemakaian kembali setiap modul, ketergantungan tabel dalam basis data, hubungan antarinterface, dan detail teknologi yang dipakai. 
4) Module design dan unit testing 
         Module design dan unit testing sering juga disebut sebagai low level design. Perancangan dipecah menjadi modul-modul yang lebih kecil. Setiap modul tersebut diberi penjelasan yang cukup untuk memudahkan programmer melakukan coding. Tahap ini menghasilkan spesifikasi program, seperti fungsi dan logika setiap modul, pesan kesalahan, proses input-output untuk setiap modul, dan lain-lain.
5) Coding 
          Pada tahap ini dilakukan pemrograman terhadap setiap modul yang telah dibentuk. Kelebihan model V secara garis besar dapat dijelaskan sebagai berikut. 
  1. V Model sangat fleksibel. V Model mendukung project tailoring dan penambahan dan pengurangan method dan tool secara dinamis. Akibatnya sangat mudah untuk melakukan tailoring pada V Model agar sesuai dengan suatu proyek tertentu dan sangat mudah untuk menambahkan method dan tool baru atau menghilangkan method dan tool yang dianggap sudah obsolete.  
  2. Model dikembangkan dan di-maintain oleh publik. User dari V Model berpartisipasi dalam change control board yang mem-proses semua change request terhadap V Model. 
Kekurangan V Model, tersebut yaitu: 
1.  V Model adalah model yang project oriented sehingga hanya bisa digunakan sekali dalam             suatu proyek. 
2.  V Model terlalu fleksibel, dalam arti ada beberapa activity dalam V Model yang digambarkan         terlalu abstrak sehingga tidak bisa diketahui dengan jelas apa yang termasuk dalam activity         tersebut dan apa yang tidak.

c. Simple Interaction Desain Model



Pada model rancangan interaksi sederhana ini input atau masukan hanya memiliki satu titik. Masukan tersebut diidentifikasikan apakah sesuai dengan kebutuhan, lalu didesain sesuai dengan persyaratan yang telah ditetapkan. Setelah didesain rancangan tersebut dibangun dan harus interaktif. Setelah itu, rancangan tersebut dievaluasi. Evaluasi dapat dilakukan di mana saja. Rancangan yang telah dievaluasi dapat didesain ulang atau apakah rancangan tersebut tidak sesuai dengan kebutuhan user maka alur tersebut akan terus berputar hingga pada tahap evaluasi tidak lagi terjadi kesalahan, baik dalam penetapan kebutuhan user maupun pendesainannya sehingga pada tahap evaluasi terciptalah sebuah hasil akhir yang valid.

d. Star Lifecycle Model


Dalam siklus permodelan ini pengujian dilakukan terus-menerus, tidak harus di akhir. Misalnya dimulai dari menentukan konsep desain (conceptual design). Dalam proses ini akan langsung terjadi evaluasi untuk langsung ternilai, apakah telah sesuai dengan kebutuhan user? Jika belum, akan terus berulang dievaluasi hingga benar-benar pas. Selanjutnya, apabila sudah pas, dari tahap evaluasi yang pertama akan berlanjut ke proses selanjutnya, yakni requirements/specification, yaitu memverifikasikan persyaratan rancangan tersebut. Pada tahap itu juga langsung terjadi pengevaluasian seperti tahap pertama, dan selanjutnya akan tetap sama terjadi pada tahapan-tahapan selanjutnya, yakni task analysis/fungsion analysis, pengimplementasian, prototyping hingga pada akhirnya terciptalah sebuah aplikasi yang sesuai dengan kebutuhan user. Intinya pada rancangan model ini pengevaluasian dilakukan di setiap tahap tidak hanya pada tahap akhir seperti model-model rancangan yang lainnya.

2. Model Penerapan Sistem Informasi Manajemen 
a. Model Sekuensial Linier Sistem Informasi
Metode ini terdiri atas tahapan perencanaan sistem (rekayasa sistem), analisis kebutuhan, desain, penulisan program, pengujian, dan perawatan sistem.
b. Model Prototipe (Prototyping Model) 
    Model dimulai dengan pengumpulan kebutuhan dan perbaikan, desain cepat, pembentukan        prototipe, evaluasi pelanggan terhadap prototipe, perbaikan prototipe dan produk akhir.
c.  Model Rapid Application Development (RAD) Model ini diawali dengan kegiatan pemodelan         bisnis, pemodelan data, pemodelan proses, pembangkitan aplikasi, dan pengujian. Penjelasan       dari tahapan model ini.
d.  Model Evolusioner
     Model ini dapat berupa model incremental atau model spiral. Model incremental merupakan       gabungan model sekuensial linier dengan prototyping, misalnya perangkat lunak pengolah           kata dengan berbagai versi.
e.  Model Teknik Generasi Keempat (4GT) Model ini dimulai dengan pengumpulan kebutuhan,
     strategi perancangan, implementasi menggunakan 4GL dan pengujian.
f.   Model Customer Relationship Management (CRM) Suatu bisnis lahir ketika adanya                         pelanggan.    Dengan demikian, pelanggan memegang peran yang penting dalam                         menentukan keberhasilan bisnis.

3. Model Penerapan Sistem Informasi untuk Pengambilan Keputusan Manajemen

           Sistem informasi manajemen adalah sistem informasi yang dirancang untuk menyediakan informasi akurat, tepat waktu, dan relevan yang dibutuhkan untuk pengambilan keputusan oleh para manajer. Konsep sistem informasi manajemen adalah meniadakan pengembangan yang tidak efisien dan penggunaan komputer yang tidak efektif. Konsep sistem informasi manajemen sangat penting untuk sistem informasi yang efektif dan efisien karena menekankan pada orientasi manajemen (management orientation) dari pemrosesan informasi pada bisnis yang bertujuan mendukung pengambilan keputusan manajemen. 

4. Model Penerapan Sistem Informasi untuk Keuntungan Strategis 
          Sistem informasi dapat memainkan peran yang besar dalam mendukung tujuan strategis dari sebuah perusahaan. Sebuah perusahaan dapat bertahan dan sukses dalam waktu lama jika perusahaan itu berhasil membangun strategi untuk melawan kekuatan persaingan yang berupa persaingan dari para pesaing yang berada di industri yang sama, ancaman dari perusahaan baru, ancaman dari produk pengganti, kekuatan tawarmenawar dari konsumen, dan kekuatan tawar-menawar dari pemasok. Kelima faktor tersebut merupakan hal yang harus diperhatikan dalam membangun upaya pemasaran yang mengarah pada competitive advantage strategies. Hubungan kelima faktor tersebut dapat digambarkan seperti pada gambar 15.6 berikut.


Beberapa strategi bersaing yang dapat dibangun untuk memenangi persaingan, yaitu:
  1. cost leadership (keunggulan biaya), menjadi produsen produk atau jasa dengan biaya rendah. 
  2. product differentiation (perbedaan produk), mengembangkan cara untuk menghasilkan produk atau jasa yang berbeda dengan pesaing; 
  3. innovation, menemukan cara baru untuk menjalankan usaha, termasuk pengembangan produk baru dan cara baru dalam memproduksi atau mendistribusi produk dan jasa.