Upaya Mewujudkan Kesetaraan dan Keadilan Gender
Kesetaraan
gender bukan hal yang tidak mungkin
dilakukan oleh suatu kelompok atau suatu
Bangsa, meskipun budaya Patriarki sudah
berlangsung lama. Mewujudkan kesetaraan
gender merupakan agenda jangka panjang
yang tidak bisa dilakukan dalam waktu
singkat. Karena merubah budaya yang
diawali dari perubahan mental dalam
memandang sesuatu, membutuhkan waktu.
Pendidikan merupakan kunci terwujudnya keadilan gender dalam masyarakat,
termasuk yang menganut budaya patriarki.
Karena pendidikan merupakan alat untuk
mentransfer norma-norma masyarakat,
pengetahuan dan kemampuan mereka.
Dengan kata lain, lembaga pendidikan
merupakan sarana formal untuk sosialisasi
sekaligus transfer nilai-nilai dan normanorma yang berlaku dalam masyarakat,
termasuk nilai dan norma gender. Untuk
itu sejak awal perlu diupayakan terwujudnya keadilan gender dalam lembaga
pendidikan.
Berawal dari miskin pendidikan,
dampaknya akan berpengaruh terhadap kemiskinan pada aspek yang lainnya, seperti
pada akses terhadap pekerjaan, politik dan
pengambilan keputusan. Pe-rempuan yang
tidak mempunyai sumber daya pribadi
berupa pendidikan dengan sendirinya akan
sangat sulit untuk mengakses pekerjaan
terutama di sektor formal yang relatif
berubah tinggi. Wilayah pekerjaan mereka
biasanya terbatas pada sektor informal
yang berupah rendah seperti buruh kasar
atau pembantu rumah tangga.
Ketimpangan gender dalam pendidikan, antara lain berwujud kesenjangan
memperoleh kesempatanyang konsisten
pada setiap jenis dan jenjang pendidikan.
Perempuan cenderung memiliki kesempatan pendidikan yang lebih kecil dibandingkan dengan laki-laki.
Memperjuangkan kesetaraan bukanlah berarti mempertentangkan dua jenis
kelamin, laki-laki dan perempuan. Sekali
lagi bukanlah mempertentangkan laki-laki
dan perempuan, tetapi lebih kepada upaya
membangun hubungan (relasi) yang setara.
Kesempatan harus terbuka sama luasnya
bagi laki-laki dan perempuan, sama
pentingnya untuk mendapatkan
pendidikan, makanan yang bergizi,
kesehatan, kesempatan kerja, dan
sebagainya.
Upaya mewujudkan kesetaraan
gender tidak boleh diartikan juga sebagai
upaya untuk menyamakan secara sporadis
antara laki-laki dan perempuan.
Kesetaraan
ini bukan dengan memberi perlakuan sama
kepada setiap individu agar kebutuhannya
yang spesifik dapat terpenuhi, konsep ini
disebut “kesetaraan kontekstual”. Artinya,
kesetaraan adalah bukan kesamaan
(sameness) yang sering menuntut persamaan matematis, melainkan lebih kepada
kesetaraan yang adil yang sesuai dengan
konteks masing-masing individu (Ratna
Megawangi, 1999).
Kesetaraan gender pada gilirannya
akan menghasilkan “deviden” ganda. Perempuan yang sehat, berpendidikan, berdaya akan memiliki anak-anak perempuan
dan laki-laki yang sehat, berpendidikan
dan percaya diri. Pengaruh perempuan
yang besar dalam rumah tangga, telah
memperlihatkan dampak yang positif pada
gizi, perawatan kesehatan, dan pendidikan
anak-anak mereka.
Last but not least, mewujudkan
kesetaraan gender pada hakekatnya
merupakan kepentingan kemanusiaan, dan
karenanya kepentingan semua pihak.
Dalam skala mikro, kesetaraan gender
akan mewujudkan keluarga yang bahagia,
hal mana akan menghasilkan keturunan
yang kuat, kreatif dan mandiri.
Dalam
skala makro, kesetaraan gender akan
mewujudkan iklim keadilan, memberikan
ruang yang sebesar-besarnya bagi semua
anak Bangsa untuk berkarya dan
mengembangkan kreatifitasnya, Sehingga
diharapkan akan terwujud Bangsa yang
adil, mulia dan bermartabat.