Kekerasan Terhadap Perempuan
Menurut Deklarasi Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan pasal 1 yang di maksud dengan Kekerasan terhadap perempuan adalah segala bentuk tindak kekerasan yang terjadi atas dasar perbedaan jenis kelamin yang mengakibatkan atau akan mengakibatakan rasa sakit atau penderitaan terhadap perempuan termasuk ancaman, paksaan, pembatasan kebebasan baik yang terjadi diarea publik maupun Domestik. Sedangkan menurut Komnas Perempuan , menyatakan bahwa kekerasan terhadap perempuan adalah segala tindakan kekerasan yang dilakukan terhadap perempuan yang berakibat atau kecenderungan untuk mengakibatkan kerugian dan penderitaan fisik, seksual, maupun psikologis terhadap perempuan, baik perempuan dewasa atau anak perempuan dan remaja. Termasuk didalamnya ancaman, pemaksaan maupun secara sengaja meng-kungkung kebebasan perempuan.
Tindakan kekerasan fisik, seksual, dan psikologis dapat terjadi dalam lingkungan keluarga atau masyarakat. Berkaitan dengan kekerasan terhadap perempuan, sebagaimana dipahami dari hasil konfrensi perempuan sedunia di Beijing tahun 1995, istilah kekerasan terhadap perempuan ( Violence against women ) diartikan sebagai kekerasan berdasarkan gender ( gender – based violance ). Harkristuti Harkrisnowo mengutip Shuler mendefiniskan kekerasan terhadap perempuan sebagai setiap kekerasan yang diarahkan kepada perempuan hanya karena mereka perempuan atau Any violent act perpetrated on woman because thay are women. ( Harkristuti Harkrisnowo, 1995 )
Menurut jenisnya kekerasan terhadap perempuan secara Khusus dapat di gambarkan sebagai berikut (Aroma Elmina Martha, 2003 ) sebagai berikut :
- Kekerasan dalam area Domestik/hubungan intim personal
- Kekerasan dalam area Publik
- Kekerasan yang dilakukan oleh lingkup Negara
Terkait dengan kekerasan yang diterima korban tidak hanya satu bentuk maupun jenisnya, korban sering pula mengalami siklus kekerasan yang biasanya di sebabkan relasi personal atau relasi antar individu yang memiliki kedekatan satu sama lain,apakah karena perkawinan, hubungan pacar maupun hubungan kerja dan keluarga. Pihak yang lebih lemah, rentan mengalami kekerasan dan sekaligus kesulitan keluar dari kekerasan yang dialami ( LBH Apik, 2017 ).
Dalam siklus kekerasan terjadi pula pola berulang, yakni adanya konflik dan ketegangan berlanjut dengan kekerasn, berakhir dengan periode tenang dan bulan madu, kemudian diikuti kembali dengan ketegangan dan terjadinya kekerasan kembali, demikian seterusnya. Periode tenang dan bulan madu setelah insiden kekerasan sering diisi ucapan penyesalan dan permintaan maaf serta sikap yang lebih baik atau manis dari pelaku. Adanya siklus kekerasan ini menyebabkan korban terus mengembangkan harapan dan mempertahankan hubungan bahkan sering disertai dengan rasa kasihan terhadap pelaku,sehingga membuat korban sulit keluar dari perangkap kekerasan.Bila tidak ada intervensi khusus, siklus kekerasn dapat terus berputar dengan perguliran cepat dengan kekerasn yang semakin intens atau kuat ( Kristi Poerwandari dan Ester Lianawati, 2010 )