Hubungan Ilmu Sosial dalam Konteks Kebidanan

1. Aspek Sosial Budaya yang Berkaitan dengan Pra Perkawinan

Pada masyarakat indonesia banyak sekali budaya yang ada, dan masih banyak sekali para masyarakat masih meninggikan budaya mereka dan percaya dengan mitos. Pada perkawinan terjadi beberapa tahap terlebih dahulu sebelum menginjak ke jenjang pernikaha, di sini tahap-tahapnya adalah perkenalan satu sama lain dan keluarga masing- masing atau tahap pacaran, kemudian terjadi pinangan atau lamaran, bila sudah terlaksana itu pasti akan meningkat kejenjang pernikah, setelah itu masih banyak tahap yang perlu di lalui, lebih mengarah ke perkenalan lebih lanjut, saling menerima dan mengti atas kekurangan masing-masing, saling melengkapi kenyataan kekurangan dan peredaan yang nyata terlihat setelah memasuki jenjang pernikahan. 

Pelayanan kebidanan diawali dengan pemeliharaan kesehatan para calon ibu. Remaja wanita yang akan memasuki jenjang perkawinan perlu dijaga kondisi kesehatannya. Kepada para remaja di beri pengertian tentang hubungan seksual yang sehat, kesiapan mental dalam menghadapi kehamilan dan pengetahuan tentang proses kehamilan dan persalinan, pemeliharaan kesehatan dalam masa pra dan pasca kehamilan.

Promosi kesehatan pranikah merupakan suatu proses untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalam memelihara dan meningkatkan kesehatannya yang ditujukan pada masyarakat reproduktip pranikah. Remaja yang tumbuh kembang secara biologis diikuti oleh perkembangan psikologis dan sosialnya. Alam dan pikiran remaja perlu diketahui. Remaja yang berjiwa muda memiliki sifat menantang, sesuatu yang dianggap kaku dan kolot serta ingin akan kebebasan dapat menimbulkan konflik di dalam diri mereka. Pendekatan keremajaan di dalam membina kesehatan diperlukan. Penyampaian pesan kesehatan dilakukan melalui bahasa remaja.

Pemeriksaan kesehatan bagi remaja yang akan menikah dianjurkan. Tujuan dari pemeriksaan tersebut adalah untuk mengetahui secara dini tentang kondisi kesehatan para remaja. Bila ditemukan penyakit atau kelainan di dalam diri remaja, maka tindakan pengobatan dapat segera dilakukan. Bila penyakit atau kelainan tersebut tidak diatasi maka diupayakan agar remaja tersebut berupaya untuk menjaga agar masalahnya tidak bertambah berat atau menular kepada pasangannya. Misalnya remaja yang menderita penyakit jantung, bila hamil secara teratur harus memeriksakan kesehatannya kepada dokter. Remaja yang menderita AIDS harus menjaga pasanganya agar tidak terkena virus HIV. Upaya pemeliharaan kesehatan bagi para calon ibu ini dapat dilakukan melalui kelompok atau kumpulan para remaja seperti karang taruna, pramuka, organisaai wanita remaja dan sebagainya.

Selain itu bidan juga berperan dalam mencegah perkawinan dini pada pasangan pra nikah dimana masih menjadi masalah penting dalam kesehatan reproduksi perempuan di Indonesia. Pernikahan dini menunjukkan posisi perempuan yang lebih lemah secara ekonomi maupun budaya. Secara budaya, perempuan disosialisasikan segera menikah sebagai tujuan hidupnya. Akibatnya, perempuan memiliki pilihan lebih terbatas untuk mengembangkan diri sebagai individu utuh. Sedangkan bagi perempuan, menikah artinya harus siap hamil pada usia sangat muda.

2. Aspek Sosial Budaya yang Berkaitan dengan Perkawinan

Pembinaan yang dilakukan oleh bidan sendiri antara lain mempromosikan kesehatan agar peran serta ibu dalam upaya kesehatan ibu, anak dan keluarga meningkat. Pelayanan kesehatan ibu dan anak yang meliputi pelayanan ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas, keluarga berencana, kesehatan reproduksi, pemeriksaan bayi, anak balita dan anak prasekolah sehat.

Peningkatan kualitas pelayanan kesehatan ibu dan anak tersebut diyakini memerlukan pengetahuan aspek sosial budaya dalam penerapannya kemudian melakukan pendekatan- pendekatan untuk melakukan perubahan-perubahan terhadap kebiasaan-kebiasaan yang tidak mendukung peningkatan kesehatan ibu dan anak.

Fakta-fakta kepercayaan dan pengetahuan budaya seperti konsepsi - konsepsi mengenai berbagai pantangan, hubungan sebab - akibat antara makanan kondisi sehat - sakit, kebiasaan dan ketidaktahuan sering kali membawa dampak baik positif maupun negatif terhadap kesehatan ibu dan anak. Pola makan misalnya pada dasarnya adalah merupakan salah satu selera manusia dimana peran kebudayaan cukup besar. Misalnya di Jawa Tengah adanya anggapan bahwa ibu hamil pantang makan telur karena akan mempersulit persalinan dan pantang makan daging karena akan menyebabkan perdarahan yang banyak. Jawa Barat  ibu  yang kehamilannya  memasuki  8-9  bulan  sengaja  harus mengurangi makannya agar bayi yang dikandungnya kecil dan mudah dilahirkan, Masyarakat Betawi berlaku pantangan makan ikan asin, ikan laut, udang dan kepiting karena dapat menyebabkan ASI menjadi asin. Sikap seperti ini akan berakibat buruk bagi ibu hamil karena akan membuat ibu dan anak kurang gizi.

3. Aspek Sosial Budaya yang Berkaitan dengan Kehamilan

Perawatan kehamilan merupakan salah satu faktor yang amat perlu diperhatikan untuk mencegah terjadinya komplikasi dan kematian ketika persalinan, disamping itu juga untuk menjaga pertumbuhan dan kesehatan janin. Memahami perilaku perawatan kehamilan (ante natal care) adalah penting untuk mengetahui dampak kesehatan bayi dan si ibu sendiri. Fakta di berbagai kalangan masyarakat di Indonesia, masih banyak ibu-ibu yang menganggap kehamilan sebagai hal yang biasa, alamiah dan kodrati. Mereka merasa tidak perlu memeriksakan dirinya secara rutin ke bidan ataupun dokter. Masih banyaknya ibu-ibu  yang  kurang  menyadari  pentingnya  pemeriksaan  kehamilan ke  bidan menyebabkan tidak terdeteksinya faktor-faktor resiko tinggi yang mungkin dialami oleh mereka. 

Contohnya di kalangan masyarakat pada suku bangsa nuaulu (Maluku) terdapat suatu tradisi upacara kehamilan yang dianggap sebagai suatu peristiwa biasa, khususnya masa kehamilan seorang perempuan pada bulan pertama hingga bulan kedelapan. Namun pada usia saat kandungan telah mencapai Sembilan bulan, barulah mereka akan mengadakan suatu upacara. Masyarakat nuaulu mempunyai anggapan bahwa pada saat usia kandungan seorang perempuan telah mencapai Sembilan bulan, maka pada diri perempuan yang bersangkutan banyak diliputi oleh pengaruh roh-roh jahat yang dapat menimbulkan berbagai bahaya gaib. Dan tidak hanya dirinya sendiri juga anak yang dikandungannya, melainkan orang lain disekitarnya, khususnya kaum laki-laki. Untuk menghindari pengaruh roh-roh jahat tersebut, si perempuan hamil perlu diasingkan dengan menempatkannya di posuno.

Masyarakat nuaulu juga beranggapan bahwa pada kehidupan seorang anak manusia itu baru tercipta atau baru dimulai sejak dalam kandungan yang telah berusia 9 bulan. Jadi dalam hal ini (masa kehamilan 1-8 bulan) oleh mereka bukan dianggap merupakan suatu proses dimulainya bentuk kehidupan. Permasalahan lain yang cukup besar pengaruhnya pada kehamilan adalah masalah gizi. Hal ini disebabkan karena adanya kepercayaan-kepercayaan dan pantangan-pantangan terhadap beberapa makanan. Sementara, kegiatan mereka sehari-hari tidak berkurang ditambah lagi dengan pantangan-pantangan terhadap beberapa makanan yang sebenamya sangat dibutuhkan oleh  wanita hamil tentunya akan berdampak negatif terhadap kesehatan ibu dan janin. Tidak heran kalau anemia dan kurang gizi pada wanita hamil cukup tinggi terutama di daerah pedesaan.

Beberapa kepercayaan yang ada misalnya di Jawa Tengah, ada kepercayaan bahwa ibu hamil pantang makan telur karena akan mempersulit persalinan dan pantang makan daging karena akan menyebabkan perdarahan yang banyak. Sementara di salah satu daerah di Jawa Barat, ibu yang kehamilannya memasuki 8-9 bulan sengaja harus mengurangi makannya agar bayi yang dikandungnya kecil dan mudah dilahirkan. Di masyarakat Betawi berlaku pantangan makan ikan asin, ikan laut, udang dan kepiting karena dapat menyebabkan ASI menjadi asin. Hal ini membuat ibunya kurang gizi, berat badan bayi yang dilahirkan juga rendah. Tentunya hal ini sangat mempengaruhi daya tahan dan kesehatan si bayi.

4. Aspek Sosial Budaya yang Berkaitan dengan Persalinan, Nifas, dan Bayi Baru Lahir (BBL)

Memasuki masa persalinan merupakan suatu periode yang kritis bagi para ibu hamil karena segala kemungkinan dapat terjadi sebelum berakhir dengan selamat atau dengan kematian. Sejumlah faktor memandirikan peranan dalam proses ini, mulai dari ada tidaknya faktor resiko kesehatan ibu, pemilihan penolong persalinan, keterjangkauan dan ketersediaan  pelayanan  kesehatan,  kemampuan  penolong  persalinan  sampai  sikap keluarga dalam menghadapi keadaan gawat.

Tingginya angka kematian ibu dan anak di Indonesia berkaitan erat dengan faktor sosial budaya masyarakat, seperti tingkat pendidikan penduduk, khususnya wanita dewasa yang masih rendah, keadaan sosial ekonomi yang belum memadai, tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan dan petugas kesehatan yang masih rendah dan jauhnya lokasi tempat pelayanan kesehatan dari rumah-rumah penduduk kebiasaan- kebiasaan dan adat istiadat dan perilaku masyarakat yang kurang menunjang dan lain sebagainya.

Tingkat kepercayaan masyarakat kepada petugas kesehatan, dibeberapa wilayah masih rendah. Mereka masih percaya kepada dukun karena kharismatik dukun tersebut yang sedemikian tinggi, sehingga ia lebih senang berobat dan meminta tolong kepada ibu dukun. Di daerah pedesaan, kebanyakan ibu hamil masih mempercayai dukun beranak untuk menolong persalinan yang biasanya dilakukan di rumah. Beberapa penelitian yang pernah dilakukan mengungkapkan bahwa masih terdapat praktek-praktek persalinan oleh dukun yang dapat membahayakan si ibu, seperti "ngolesi" (membasahi vagina dengan minyak kelapa untuk memperlancar persalinan), "kodok" (memasukkan tangan ke dalam vagina dan uterus untuk rnengeluarkan placenta) atau "nyanda" (setelah persalinan, ibu duduk dengan posisi bersandardan kaki diluruskan ke depan selama berjam-jam yang dapat menyebabkan perdarahan dan pembengkakan).

Selain pada masa hamil, pantangan-pantangan atau anjuran masih diberlakukan juga pada masa pasca persalinan. Pantangan ataupun anjuran ini biasanya berkaitan dengan proses pemulihan kondisi fisik misalnya, ada makanan tertentu yang sebaiknya dikonsumsi untuk memperbanyak produksi ASI, ada pula makanan tertentu yang dilarang karena dianggap dapat mempengaruhi kesehatan bayi. Secara tradisional, ada praktek-praktek yang dilakukan oleh dukun beranak untuk mengembalikan kondisi fisik dan kesehatan si ibu, Misalnya mengurut perut yang bertujuan untuk mengembalikan rahim ke posisi semula, memasukkan ramuan-ramuan seperti daun-daunan kedalam vagina dengan maksud untuk membersihkan darah dan cairan yang keluar karena proses persalinan atau memberi jamu tertentu untuk memperkuat tubuh.

Sebenarnya, kelancaran persalinan sangat tergantung faktor mental dan fisik si ibu. Faktor fisik berkaitan dengan bentuk panggul yang normal dan seimbang dengan besar bayi. Sedangkan faktor mental berhubungan dengan psikologis ibu, terutama kesiapannya dalam melahirkan. Bila ia takut dan cemas, bisa saja persalinannya jadi tidak lancar hingga harus dioperasi. Ibu dengan mental yang siap bisa mengurangi rasa sakit yang terjadi selama persalinan. Disini peran bidan sangat diperlukan dalam memberikan informasi yang tepat untuk mempersiapkan mental dan fisik ibu hamil dalam menghadapi pesalinan dan pasca persalinan.

Secara medis penyebab klasik kematian ibu akibat melahirkan adalah perdarahan, infeksi dan eklamsia (keracunan kehamilan). Kondisi-kondisi tersebut bila tidak ditangani secara tepat dan profesional dapat berakibat fatal bagi ibu dalam proses persalinan. Kuranganya  pengetahuan  dan  ilmu  menyebabkan  salah  kaprah  dalam  menyikapi kesehatan ibu dan bayi, meraka tidak mementingkan kebutuhan nutrisi dan vitamin serta gizi meraka bahkan tidak tahu tentang suatu ancaman bahaya yang mengintai mereka sehingga menyebabkan kematian pada ibu dan bayi, kasus lain sering di temukan pada bayu baru lahir. Mereka memperlakukan bayi baru lahir dengan setidak mana mestinya, karena mereka masih berpegang teguh dengan mitos dan kurangannya pengetahuan.

Contoh-Contoh Lain Pendekatan Sosial Budaya dalam Praktek Kebidanan :

  • Pendekatan melalui masing-masing keluarga, jadi setiap keluarga di lakukan pendekatan
  • Pendekatan melalui langsung pada setiap individunya sendiri, mungkin cara ini lebih efektif
  • Sering  melakukan  penyuluhan  di  setiap  PKK  atau  RT  tentang  masalah  dan menanggulangi masalah kesehatan
  • Mengikuti arus sosial budaya yang ada dalam masyarakat tersebut, kemudian kalau sudah memahami, kita mulai melakukan pendekatan secara perlahan-lahan
  • Melawan arus dalam kehidupan sosial budaya mereka, sehinnga kita menciptakan asumsi yang baru kepada mereka, tapi cara ini banyak tidak mendapatkan respon positive

Contoh yang harus dilakukan pemerintah sebagai penunjang :

  • Membangun sarana kesehatan di setiap desa, seperti puskesmas, polindes, atau poliklinik
  • Menyediakan tenaga kesehatan yang berkompeten dan memadai
  • Fasilitas yang ada dalam sarana kesehatan harus memadai dan lengkap
  • Lebih sering di adakan penyuluhan tentang kesehatan kepada masyarakat
  • Menyediakan pelayanan kesehatan untuk orang yang tidak mampu seperti jamkes mas, jampersal, dll.







Last modified: Saturday, 26 October 2024, 12:39 PM