5.4 Konsep Supervisi Klinis

Supervisi klinis, mula-mula diperkenalkan dan dikembangkan oleh Morris L. Cogan, Robert Goldhammer, dan Richarct Weller di Universitas Havard pada akhir dasa warsa lima puluh tahun dan awal dasawarsa enam Puluhan (Krajewski 1982). Ada dua asumsi yang mendasari Praktek supervisi klinis.

Pertama, pengajaran merupakan aktivitas yang sangat kompleks yang memerlukan pengamatan dan analisis secara berhati-hari melalui pengamatan dan analisis ini, supervisor pengajaran akan mudah mengembangkan kemampuan guru mengelola proses pembelajaran. Kedua, guru-guru yang profesionalnya ingin dikembangkan lebih menghendaki cara yang kolegial dari pada cara yang outoritarian.

Pada mulanya, supervisi klinis dirancang sebagai salah satu model atau pendekatan dalam melakukan supervisi pengajaran terhadap calon guru yang sedang berpraktek mengajar. Dalam supervisi ini ditekankannya pada klinis, yang diwujudkan adalah bentuk hubungan tatap muka antara supervisor dan calon guru yang sedang berpraktek.

Cogan (1973) mendefinisikan supervisi klinis sebagai berikut: “the rational and practice designed to improve the teacher supervise classroom performance. It takes its principal data from the events of the classroom. The analysis of these data and the relationships between teacher and supervisor from the basis of the student’ supervisi learning by improving the teacher’ supervisi classroom behavior”.

Sesuai dengan pendapat Cogan ini, supervisi klinis pada dasarnya merupakan pembinaan performansi guru mengelola proses belajar mengajar. Pelaksanaanya didesain dengan praktis secara rasional. Baik desainnya maupun pelaksanaannya dilakukan atas dasar analisis data mengenai kegiatan-kegiatan di kelas. Data dan hubungan antara guru dan supervisor merupakan dasar program prosedur, dan strategi pembinaan perilaku mengajar guru dalam mengembangkan belajar murid-murid.

Cogan sendiri menekankan aspek supervisi klinis pada lima hal, yaitu (1) proses supervisi klinis, (2) interaksi antara calon guru dan murid, (3) performansi calon guru dalam mengajar, (4) hubungan calon guru dengan supervisor, dan (5) analisis data berdasarkan peristiwa aktual di kelas.

Tujuan supervisi klinis adalah untuk membantu memodifikasi pola-pola pengajaran yang tidak atau kurang efektif. Menurut Sergiovanni (1987) ada dua sasaran supervisi klinis, yang menurut penulis merefleksi multi tujuan supervisi klinis, yang menurut penulis merefleksi multi tujuan supervisi pengajaran, khususnya pengembangan profesional dan motivasi kerja guru.

Satu sisi supervisi klinis dilakukan untuk membangun motivasi dan komitmen kerja guru, di sisi lain supervisi klinis dilakukan untuk menyediakan pengembangan staf bagi guru. Sedangkan menurut dua orang teoritis lainnya yaitu Acheson dan Gall (1987) tujuan supervisi klinis adalah meningkatkan pengajaran guru dikelas. Tujuan ini dirinci lagi ke dalam tujuan yang lebih spesifik, sebagai berikut:

  1. Menyediakan umpan balik yang obyektif terhadap guru, mengenai pengajaran yang dilaksanakannya.
  2. Mendiagnosis dan membantu memecahkan masalah - masalah pengajaran.
  3. Membantu guru mengembangkan keterampilan nya menggunakan strategi pengajaran.
  4. Mengevaluasi guru untuk kepentingan promosi jabatan dan keputusan lainnya.
  5. Membantu guru mengembangkan satu sikap positif terhadap pengembangan profesional yang berkesinambungan.

Dengan demikian maka karakteristik supervisi klinis merupakan supervisi klinis yang berlangsung dalam bentuk hubungan tatap muka antara supervisor dan guru, dan tujuan supervisi klinis untuk pengembangan professional guru. Kegiatan supervisi klinis ditekankan pada aspek-aspek yang menjadi perhatian guru serta dilakukan secara cermat dan mendetail, analisis terhadap hasil observasi harus dilakukan bersama antara supervisor dan guru dan hubungan antara supervisor dan guru harus bersifat kolegial bukan authoritarian.

Last modified: Tuesday, 15 August 2023, 3:31 PM